Daerah  

Penegak Hukum Di Jombang, Diminta Usut Dugaan Pungli Prona Desa Sidowarek

Salah satu rumah Kepala Dusun Didesa Sidowarek, yang baru selesai dibangun.

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) berharap aparat penegak hukum di Jombang, yakni Polres atau Kejaksaan Negeri Jombang, supaya mengusut kasus dugaan adanya pungutan liar dalam pelaksanaan program sertifikat Proyek operasi nasional agraria (Prona) tahun 2017 di Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Besarnya pungutan liar tersebut bervariasi, mulai dari kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta rupiah, bahkan lebih.

Adapun modus Pungli tersebut, Pemerintah desa Sidowarek, memungut biaya dari masyarakat dengan dalih untuk biaya pembelian patok tanah, materai, foto copy, dan biaya transport sebesar Rp 150 ribu; dan berdalih untuk biaya pengurusan surat-surat tanah didesa besarnya bervariasi. Dengan mudos tersebut, Pemdes Sidowarek, berhasil menipu dan memalak rakyatnya, melalui program Prona.

Kades Sidowarek Suparno

Praktek Pungli tersebut dibenarkan oleh Koordinator Kader pemberdayaan masyarakat (KPM) desa Sidowarek, Rudiyanto, yang sekaligus anggota BPD desa setempat, ia mengatakan memang benar pungutan sertifikat Prona didesa Sidowarek, mencapai Rp 500 ribu lebih, bahkan ada yang mencapai diatas satu juta.

“Saya ini juga termasuk sebagai pengawas Prona desa Sidowarek. Pungutan nya bervariasi terhadap pemohon. Termasuk saya sendiri dipungut biaya Rp 750 ribu. Dan pembayaranya saya serahkan kepada kepala dusun (Kamituwo) Kepuh pandak, yakni Djuwari.” Kata Rudiyanto, kepada NusantaraPosOnline.Com.

Rudiyanto, menyebutkan pungutan tersebut diketahui Kepala desa Sidowarek, itu bukan rahasia lagi. Saya dipungut Rp 750 ribu, pihak desa berdalih uang tersebut berdalih Rp 150 ribu, untuk biaya materai, patok tanah, foto copy, dan untuk transpot panitia didesa. Sedangkan yang Rp 600 untuk biaya pengurusan surat-surat tanah didesa. Katanya.

“Pungutan Prona setiap dusun besarnya bervariasi. Misalnya di Dusun Kepuh pandak, pertama Kepala dusun memungut biaya mulai dari Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta, bahkan lebih disesuaikan dengan luas tanah, untuk tanah sawah dipungut lebih mahal. Kemudian pungutan tersebut diprotes oleh masyarakat, karena terlalu mahal. Saya sendiri dipungut Rp 750 ribu.” Kata Rudiyanto.

Setelah diprotes warga, selanjutnya pungutan diturunkan, dari Rp 750 ribu, turun menjadi Rp 650 ribu. Dengan perincian, Rp 150 untuk biaya materai, patok, foto copy, dan biaya transpot. Dan yang Rp 500 untuk biaya pengurusan surat-surat tanah didesa.

“Tapi saya tidak tahu biaya pengurusan surat-surat tanah didesa Sidowarek, sehingga pemohon sertifikat dikenai biaya pengurusan surat-surat tanah didesa. Dan pembayarnya lewat Kepala dusun Kepuh pandak.” Terang Rudiyanto.

Rudiyanto, juga mengaku, ikut membantu pelaksanaan Prona didusun Kepuh Pandak, namun tidak mendapat bayaran apa-apa.

“Didusun Kepuh pandak, ada dua orang KPM, yaitu saya (Rudiyanto) dan Eni. Namun namanya Eni tidak dilibatkan apa-apa. Tapi saya ikut dilibatkan membantu pelaksanaan Prona didusun Kepuh pandak, saya ikut mengukur tanah. Tapi saya tidak dapat bayaran.” Ungkap Rudiyanto.

Kordinator Lsm Arak, Safri Nawawi, mengatakan fakta-fakta terus terungkap ke media massa secara gamblang, warga desa Sidowarek yang ditemui Lsm Arak, semua mengaku dipungut biaya diatas Rp 500 ribu., bahkan ada yang mencapai Rp 2,5 juta, bahkan lebih. Dan oleh berbagai pihak yang menyatakan ada ketidakberesan terhadap pelaksanaan Prona di Desa Sidowarek.

“Kejaksaan Negeri atau Polres Jombang, yang diberi amanat oleh Undang-Undang, dan dibayar Negara untuk melakukan tugas penindakan, sebaiknya Kejaksaan Negeri atau Polres Jombang, segera mungkin melakukan penyelidikan agar tidak ada dusta diantara kita,”  Tegas Safri, Rabu (23/2/2018).

Menurut Safri, surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Agraria dan tata ruang, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan Transmigrasi. Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 590-31674 tahun 2017, dan Nomor : 34 Tahun 2017, Tertanggal 22 Mei 2017. Tentang pembiayaan persiapan tanah sistematis. Pemerintah desa dipulau jawa dan Bali, hanya boleh menarik biaya Rp 150 ribu, dengan perincian untuk biaya materai, patok tanah, foto copy, dan biaya transpot panitia didesa, tidak boleh melebihi ketentuan (Rp 150 ribu) tersebut.

Bukan hanya itu SKB tersebut, juga menegaskan bahwa pemohon sertifikat Prona dibebaskan dari biaya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dan setahu saya pemerintah desa tidak ada dasar hukum untuk memungut atau memalak warganya yang mebutuhkan surat-surat tanah didesa.

Ini kan sudah jelas Warga Pemohon sertifikat Prona, didesa Sidowarek mengaku, dipungut biaya mulai dari Rp 500 ribu, hingga besaran Rp 2,5 juta, bahkan lebih. Lalu biaya sebesar itu untuk apa saja ? dan apa yang menjadi dasar hukum pemerintah desa sidowarek menjadikan  pelayanan kepada masyarakat sebagai komuditi, sehingga warga yang mengurus surat-surat tanah program Prona didesa masih dipungut biaya pengurusan surat ?

“Saat sosilisasi Prona, dakantor desa, yang dihadiri perawakilan Polres, Kejaksaan, tiga pilar (Camat, Polsek, Koramil), pemerintah ber manis-manis menyampaikan kepada masyarakat biaya prona hanya dipungut Rp 150 ribu. Tapi kenyataanya ditengah perjalanan pelaksanaan Prona, justru masyarakat mengaku dipalak oleh Pemerintah desa Sidowarek. Didepan bermanis-manis ujung-ujungnya justru menghisap keringat warganya, pemerintah desa meminta biaya servis (pelayanan)  untuk pengurusan surat-surat didesa.” Ujar Safri.

Masih menurut Safri, Dengan adanya pengakuan warga yang Pungli tersebut. Saya minta Kejaksaan Negeri, atau Polres Jombang, tolong agar Kepala desa, tujuh Kepala Dusun, dan warga pemohon sertifikat, diperiksa dulu secara jelas. Ini harus disidik agar tidak ada keraguan terus tentang kinerja Pemdes Sidowarek,” katanya.

Kami berharap Penegak hukum Dijombang, bergerak cepat tanpa harus menunggu pengaduan dari masyarakat dalam melakukan penyelidikan karena ini ada potensi merugikan perekonomian Negara, atau masyarakat yang lumayan besar.

“Penegak hukum tak perlu harus nunggu Dunmas (pengaduan masyarakat). Lha ini sudah banyak yang teriak-teriak di media mengungkap adanya pengakuan korban yang dipungut melebihi ketentuan (Rp 150 ribu).” tukasnya.

Pertanyaan yang menarik adalah, dikecamatan Ngoro ada tiga Pilar (Polsek, Kecamatan, Koramil),  dan di Kejaksaan ada Tim Pengawalan , Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D). ? Tentunya pembentukan tiga pilar, dan TP4D ini tidak semudah membalikan telapak tangan. Ini tidak akan terbentuk tanpa diangarkan oleh Negara.  Lalu dimana Peran Tiga Pilar, dan TP4D, ketika rakyat didesa Sidowarek, mengaku telah di palak oleh pemerintah desanya.

“Kami akan segera berkirim surat kepada presiden Joko widodo, dan Kapolri, agar mengambil sikap tegas terhadap keluhan warga Desa Sidowarek, yang dipungut biaya sertifikat Prona melebihi ketentuan. Adapun dasar laporan kami adalah hasil Dokumentasi wawancara, survey investigasi lapangan.”  Tegas Safri.

Bukan hanya itu, Safri juga menegaskan, jika kasus ini tidak segera ditangani penegak hukum, kami akan buat Dunmas, secara resmi, dan sekalian akan berdemontrasi dikantor Kekjaksan negeri, dan Polres Jombang. katanya.

Menurut KR (60) warga dusun Bendo, sejak berita Pungli ini ramai diberitakan media, Kepala dusun-kepala dusun, bersama ketua RT, desa Sidowarek sibuk mendatangi rumah-rumah warga pemohon Prona. Mereka membuatkan kwitansi untuk warga yang nilainya Rp 150 ribu.  Padahal pungutan diatas Rp 150 ribu, mencapai kisaran Rp 500 ribu, hingga Rp 2,5 juta. bahkan lebih.

“Saya di datangi Kepala dusun, selanjutnya saya dibuatkan kwitansi, nilainya Rp 150 ribu. Padahal saya dipungut biaya Rp 650 ribu. Lalu saya tanyakan sisanya yang Rp 500 ribu, kemana kok di kwitansi cuman Rp 150 ribu. Kasun menjawab uangnya sudah tidak ada. Saya sampai mati tidak iklas dunia akherat, kalau uang saya yang Rp 500 tidak dikembalikan.” Kata KR Rabu (21/2/2018).

Hal senada juga diungkapkan JI (50) Warga Bendo, saya mengajukan empat sertifikat Prona, saya dipungut Rp 550 ribu x 4 sertifikat = Rp 2,2 Juta. Tapi setelah kasus ini ramai diberitakan. saya didatangi Kepala Dusun, dan dibuatkan 4 kwitansi, masing-masing kwitansi nilainya Rp 150 ribu.

“Ini memang pemerintah desa Penipu, saya dipungut biaya Rp 550 ribu, kok dikwitansi saya dibuatkan kwitansi Rp 150 ribu. Ini betul-betul Bajingan. Saya minta sisa uang saya dikembalikan, kalau tidak saya tidak iklas. Jadi 4 kwitansi tersebut nilainya Rp 150 ribu x 4 = Rp  600 ribu. Padahal saya dipungut biaya Rp 2,2 juta. Inikan akal-akalan Kasunya sudah terkecing-kencing gara-gara diberitakan media. Saya doakan semoga orang-orang ini ditangkap.” Ujar JI kepada NusantaraPosOnline.Com, Rabu (21/2/2018).

Masih menurut JI, itu mungkin ada oknum pengacara dan oknum LSM yang ngajari, pemerintah desa untuk nipu rakyatnya. Setelah kasus ini ramai, mendadak kami dibuatkan kwitansi yang nilainya Rp 150 ribu. Padahal saya dipungut Rp 550 ribu / sertifikat, Pokoknya saya tetap minta sisa uang saya dikembalikan. Tegas JI.

Bedasarkan  penelusuran NusantaraPosOnline.Com didesa Sidowarek ada 1.500 masuk Prona. Artinya jika benar adanya praktek Pungli yang besarnya bervariasi mulai dari Rp 500 ribu, hingga Rp 2,5 juta. Jika dihitung nilai Pungli yang paling kecil yaitu rata-rata Rp 500 ribu x 1.500 = Maka uang haram yang dikumpulkan dari hasil pemalakan tersebut mencapai Rp 750 jutah, bahkan lebih.

Atau Jika dihitung dari pungutan persertifikat rata-rata Rp 750 ribu x 1.500 = Rp 1.125.000.000  Sungguh jumlah yang fantastis. Paska pelaksanaan proyek Prona, para Kepala dusun, didesa Sidowarek, sibuk membangun rumah masing-masing.

Informasi yang diterima dilapangan, setelah berita ini ramai diberitakan, perangkat desa Sidowarek, ramai bergerilia berusaha membungkam warga agar tidak menceritakan masalah ini ke wartawan dan Lsm.

Bahkan beberapa oknum Lsm mengaku bernama Baun, dan ada yang mangaku bernama Yanto, mengaku pimpinan Baun, mencoba menghubungi wartawan NusantaraPosOnline. Com diduga berpura-pura menanyakan perihal kasus ini, dan menawarkan untuk kerjasama melaporkan Kasus ini ke Penegak Hukum. Namun informasi dari warga setempat justru dua orang, oknum Lsm ini justru yang membekingi Pemerintah desa Sidowarek. (rin/yan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!