JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menangkap tersangka penyebaran hoaks ijazah Presiden Joko Widodo. Meski begitu, Polisi tidak melakukan penahanan terhadap tersangka berinisial UKH (28).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, membenarkan han tersebut, namun tersangka belum ditahan.
“Ya tersangka sudah ditangkap, namun sekarang tidak dilakukan penahanan,” ujar Brigjen Dedi Prasetyo, Jakrta, Minggu (20/1/2019).
Dedi mengatakan, penahanan terhadap tersangka merupakan kebijakan dan penilaian subjektif penyidik. Beberapa faktor yang bisa menjadi pertimbangan antara lain, tersangka kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti, tidak berusaha melarikan diri, dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
Meski begitu, salah satu alasan tidak dilakukannya penahanan adalah karena ancaman hukumannya di bawah dua tahun. Dalam kasus ini, UKH disangka melanggar Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUHP.
“Ancamannya 5 tahun (penjara), jadi tidak ditahan, itu kalau dari perspektif alasan yuridisnya,” ucap Dedi.
Lebih lanjut, Dedi menegaskan bahwa fotocopy ijazah Jokowi yang diunggah UKH di akun Facebooknya adalah asli. “Ijazahnya Pak Jokowi adalah asli sesuai penjelasan dari sekolah. Yang bersangkutan sengaja menyebarkan berita hoaks dengan menggunakan akun Facebooknya,” ujarnya memungkasi.
Terkait hal tersebut Kepala SMA Negeri 6 Solo, Agung Wijayanto menegaskan bahwa Jokowi benar-benar merupakan lulusan SMA Negeri 6 Solo.
“Memang dulu namanya bukan SMA Negeri 6, tapi Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan atau SMPP,” Tegas Agung kepada para wartawan, Rabu (16/1/2019).
Lebih lanjit Agung menjelaskan, bahwa SMPP berdiri pada 26 November 1975. Selain di Kota Solo, SMPP juga ada di Purwodadi dan Wonosobo. Hal ini sesuai dengan surat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 025.b/0/1975 tentang pembukaan beberapa SMPP di Jawa Tengah.
“SMPP di Solo, baru menerima peserta didik pada tahun 1976. Karena, sejak dirikan perlu dilakukan penataan dan persiapan untuk penerimaan peserta didik pertama,” terangnya.
Jokowi merupakan siswa angkatan pertama di sekolah tersebut. Untuk kurikulum yang diajarkan di SMPP juga sama dengan SMA mengingat pengajarnya dulu juga dari SMA Negeri 5 Solo.
Untuk pendaftaran siswa saat itu, masih menjadi satu dengan SMA Negeri 5 yang saling bersebelahan. Kemudian jumlah siswa dibagi menjadi dua sekolah sesuai dengan urutan kelasnya. Untuk kelas 1.1 sampai 1.5 masuk ke SMA Negeri 5. Sedangkan siswa dari kelompok selanjutnya masuk di SMPP.
“Pak Jokowi tercatat sebagai siswa dari kelompok kelas 1.9, sehingga masuk di SMPP,” jelasnya.
Agung menambahkan, dari data yang ada, Jokowi lulus pada tahun 1980. Kemudian pada tahun 1985, SMPP berubah menjadi SMA Negeri 6 Solo. Hal ini sebagaimana surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 353/0/1985 tentang perubahan nama sekolah dari SMPP menjadi Sekolah Menengah Utama Tingkat Atas atau SMA.
Jadi menurut Agus, sangat wajar, ijazah Jokowi tidak berbunyi lulusan SMA Negeri 6. Melainkan lulusan SMA yang sekarang ini berubah menjadi SMA Negeri 6.
“Jokowi lulus di SMPP tahun 1980, sedangkan SMPP berubah menjadi SMA Negerei 6 Solo tahun 1985. Saya masih ingat betul saat itu kepala sekolahnya adalah Pak Soekidjo. Jadi sangat wajar jika Ijaza Jokowi tidak berbunyi lulusan SMA Neger 6 Solo.” Pungkas Agus. (jun)