BLITAR, NusantaraPosOnline.Com-Koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Jawa timur, Safri nawawi, menyebutkan bahwa aparat penegak hukum di Kabupaten Blitar tutup mata, terhadap kasus dugaan korupsi di Dinas kelautan dan prikanan (DKP) Kabupaten Blitar, terkait proyek pengadaan dua unit kapal bantuan untuk nelayan Tambakrejo, Kabupaten Blitar.
Dua unit kapal yang dibeli tahun 2011 oleh DKP Kabupaten Blitar tersebut adalah Kapal motor (KM) Mina lestari, dan KM Putra samudra.
“Dua unit kapal tersebut diserahkan oleh DKP Kab Blitar kepada nelayan Tambakrejo tahun 2011 lalu. Sejak diserahkan kepada nelayan, sampai hari ini kapal tidak bisa digunakan untuk melaut oleh nelayan. Lantaran Bahan baku kapal menggunakan bahan baku kayu yang tidak layak.” Kata Koordinator Lsm Arak Safri Nawawi. Rabu (13/12).
Menurut Safri, seharusnya menurut Peraturan klasifikasi dan konstruksi kapal laut yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Tahun 1996, jenis bahan baku kayu yang bisa digunakan untuk kapal adalah jenis kayu kuat I – II, dan kelas awet I – II, misalnya kayu Ulin, Trembesi atau yang setara. Tapi bahan baku kayu yang digunakan oleh DKP Kabupaten Blitar, tidak menggunakan kayu-kayu yang sudah ditentukan dalam buku pedoman yang dibuat oleh BKI.
“Karena menggunakan bahan baku kayu yang tidak layak. KM Mina lestari, dan KM Putra samudra, tidak bisah dimanfaatkan oleh nelayan penerima bantuan, alias mubazir. Jika dibandingkan harga kayu kuat I – II, dan kelas awet I – II, dengan kayu kebon seperti kayu Juet, pohon mangga, pohon Nagka, atau yang sejenis itu selisih harga separo lebih.” Terang Safri.
Jika dihitung, 1 unit kapal membutuhkan bahan baku kayu sekitar 12 Kubik. Harga kayu Ulin, Trembesi atau yang setara harga dipasaran sekitar Rp 14 juta / perkubik. Sedangkan kayu kebon (pohon nangka, mangga, Juwed) atau yang sejenis harga dipasarn hanya kisaran Rp 4 juta – 5 juta per kubik.
Maka ada selisih harga kisaran Rp 8 juta – 9 juta perkubik. Jika dihitung dari selisih harga kayu Rp 9 juta x 12 Kubik = Rp 108 juta. Kalau untuk dua unit kapal artinya Rp 108 juta x 2 = Rp 216 juta.
Jadi dari perhitungan bahan baku kayu saja sudah ada potensi kerugian Negara pada proyek penggadan dua kapal tersebut, belum yang lainya.
Tidak ada alasan penegak hukum untuk tidak mengusut kasus ini. Faktanya sampai hari ini Kapal tidak bisa digunakan nelayan, mungkin penegak hukum sengaja tutup mata terhadap kasus ini. Buktinya sampai hari ini belum ada satupun pihak yang terkait masalah ini yang diperiksa oleh Kejaksaan, maupun Polres Kabupaten Blitar.
“Kemana aparat penegak hukum di Kabupaten Blitar.? Kata Safri.
Menurt Erwan, warga Tambakrejo, dua kapal tersebut diserah kan ke nelayan pada tahun 2011, sejak diserahkan kepada nelayan kapal tidak perna digunakan melaut. Dua bantuan tersebut diletakan begitusaja di Pelabuhan pendaratan ikan (PPI) Tambakrejo. kondisi kapal tidak terawat. Bahkan tahun 2014 lalu satu kapal yaitu KM Mina lestari, sudah rusak parah, tiba-tiba hilang misterius di PPI Tambakrejo.
“Saya dengar-dengar KM Mina lestari, tahun 2013 lalu menghilang dari PPI Tambakrejo, sengaja disembunyikan oleh pihak DKP Blitar, karena kondisinya sudah rusak parah agar tidak jadi sorotan Lsm dan wartawan. Sedangkan KM Putra samudra, menghilang dari PPI Tambakrejo pada tahun 2015 lalu. Tahun 2015 PPI Tambakrejo, mulai ramai di kunjungi masyarakat, nah karena takut disorot orang banyak, KM Putra samudra, juga disembunyikan oleh DPK Blitar. Saya sangat menyayangkan, anggaran untuk pembelian kapal tersebu bisa mencapai 1 milyar lebih. tapi kapal tidak membawa manfaat apa-apa untuk nelayan” Kata Erwan, Selasa (12/12).
“Sejak diterima nelayan tahun 2011 lalu, kapal tidak pernah digunakan melaut sama sekali. Nelayan takut menggunakanya, karna bahan baku kayu yang digunakan tidak layak. Jika kena ombak kapal bisa pecah. Jadi bantuan itu mubazir.” Tambah Erwan.
Sebetulnya nelayan tidak terima, dengan kondisi ini, tapi nelayan tidak berani bersuara melawan, takut tahun-tahun berikutnya tidak diberi bantuan lagi. “Nelayan tidak ada yang berani protes, kalau protes nelayan bisa dikucilkan, karena pengaruh DKP Blitar terhadap pengelolan PPI Tambakrejo sangat besar. Jadi nelayan meski dikadali hanya bisa menerima.” Tegas Erwan.
Dari penelusuran NusantaraPosOnline.Com, KM Mina lestari, dan KM Putra samudra, sejak diterima nelayan, kapal tidak pernah digunakan untuk melaut. Saat ini dua kapal tersebut sudah hancur dan tidak mungkin bisa diperbaiki, hanya mesin kapal yang mungkin bisa digunakan lagi.
Untuk menghindari sorotan masyarakat tahun 2013 lalu KM Mina lestari menghilang dari PPI Tambakrejo, disebunyikan oleh pihak DKP Kabupaten Blitar. Dan tahun 2015, KM Putra samudra, juga menghilang disembunyikan oleh DKP Kab Blitar. Saat ini Klompok usaha bersama (KUB) nelayan Tambakrejo, penerima bantuan hanya gigit jari. Sampai hari ini kasus tersebut tidak ada tindakan apa-apa dari aparat penegak hukum.(shd)