JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Ada dua arsip video tentang mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (45). Yang pertama adalah Katakan Tidak ! dalam kampanye anti-korupsi Partai Demokrat di YouTube.
Yang kedua adalah jawaban Anas saat ditanya wartawan, yang juga dicatat dalam memori otak rakyat Indonesia, “Yakin ! Yakin ! Satu Rupiah Saja Anas Korupsi Hambalang, Gantung Anas di Monas !”
Sampai hari ini janji koruptor Anas, Gantung Saya di Monas belun ditepati. Kini terpidana korupsi Anas Urbaningrum, mendapat hadiah potongan hukuman dari Mahkama Agung (MA) RI yang ketuai Muhammad Syarifuddin.
Tak tanggung-tanggung, hukuman eks Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum disunat 6 tahun penjara oleh MA, dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara. Namun, yang bikin Anas puyeng masih ada. MA tetap memerintahkan Anas membayar uang pengganti Rp 57 miliar.
Juru Bicara MA, Andi Samsan Nangro membenarkan putusan tersebut. Selain memangkas hukuman Anas, Majelis Hakim Agung juga mendenda Anas sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan. hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti tidak berubah; Rp 57,5 miliar dan 5,2 ribu dolar AS subsider 2 tahun penjara. hak politik Anas pun tetap dicabut selama 5 tahun. Terhitung setelah menjalani pidana pokok.
Andi menjelaskan, majelis Hakim Agung yang menangani Peninjauan Kembali alias PK Anas terdiri dari Sunarto sebagai Ketua Majelis. Dia didampingi andi Samsan Nganro dan mohammad askin sebagai hakim anggota. Salah satu pertimbangan majelis hakim mengabulkan PK itu ialah karena vonis kasasi sebelumnya terhadap Anas dinilai terdapat kekhilafan hakim.
Ada beberapa yang menjadi pertimbangan hakim. Pertama, uang dan fasilitas yang diterima anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa, serta fee–fee dari perusahaan lain.
Kedua, dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ketiga, tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.
Keempat, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas. “Dan kelima, hanya ada satu saksi, M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah Unus Testis Nullus Testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian,” Ujar Andi, kepada wartawan. (30/9/2020)
Keenam, kata Andi, dalam proses pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.
Ketujuh, uang yang didapatkan untuk pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat hasil penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi. “Dengan demikian, dakwaan pasal 12a Undang-Undang Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum anas menduduki jabatan tersebut,” ujarnya.
Majelis Hakim agung menilai seharusnya Anas dikenakan pasal 11 UU Tipikor. Yaitu, penyelenggara negara (sebagai anggota DPR 2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Tim pengacara Anas belum menentukan sikap terkait putusan MA itu karena belum menerima salinan putusan. Tim akan bertemu dengan anas untuk membahas ini. Menurut Tim pengacara Anas, Rio Ramabaskara, masa potongan hukuman yang diberikan oleh MA memang terkesan besar.
Namun, Anas tetap harus memberikan uang pengganti, jika tidak, aset disita bahkan diganti 2 tahun kurungan. “Kesannya memang besar potongan itu 6 tahun, tapi kan ada saya baca di berita itu Rp 57 miliar, penyitaan aset, kalau nggak dibayar ditambah 2 tahun (kurungan),” ujarnya.
Sementara itu, Plt Jubir KPK Ali Fikri mengatakan, KPK belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari MA terkait putusan majelis PK atas sekitar 22 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman. “Kami berharap MA dapat segera mengirimkan salinan putusan lengkap tersebut agar kami dapat pelajari lebih lanjut apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim,” kata Ali, kepada Rakyat Merdeka, semalam.
Dia bilang, saat ini setidaknya masih ada sekitar 38 perkara yang ditangani KPK sedang diajukan PK oleh para napi korupsi. Jangan sampai fenomena PK ini dijadikan modus baru para napi korupsi mengurangi hukumannya. “Kita semua sepakat bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang berdampak dasyat pada kehidupan manusia,” ucapnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhan mengatakan, hilangnya sosok Artidjo Al Kostar di MA membuat para koruptor berani mengajukan PK. Menurut dia, Artidjo yang kini menjadi anggota Dewan pengawas KPK adalah salah satu sosok hakim yang paling ditakuti koruptor. “Saat ini para koruptor seperti memanfaatkan ketiadaan Artidjo untuk dapat menerima berbagai pengurangan hukuman di MA,” kata Kurnia, kemarin. (bd)