Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Nasional

Menangkan Hak Angket DPR Atas KPK, 54 Guru Besar Desak Arief Hidayat Mundur Dari MK

×

Menangkan Hak Angket DPR Atas KPK, 54 Guru Besar Desak Arief Hidayat Mundur Dari MK

Sebarkan artikel ini
Ketua MK Arief Hidayat

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Desakan agar  Arief Hidayat mundur dari jabatannya sebagai Ketua dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terus disuarakan berbagai kalangan. Kali ini desakan mundur datang dari guru besar dari berbagai perguruan tinggi.

Desakan mundur tersebut disampaikan 54 guru besar dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia, yakni dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanudin, Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh November, UIN Sunan Kalijaga, dan Universitas Andalas.

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti mengatakan, pernyataan agar Arief mundur dari jabatannya akan disampaikan dalam bentuk surat kepada Arief dan tembusan kepada delapan hakim konstitusi.

“Surat desakan mundut terhadap  Arief Hidayat, akan kami kirimkan ke MK tanggal 13 Februari,” kata Bivitri dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (9/2/2018).

Desakan mundur tersebut dilatarbelakangi adanya penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Arief Hidayat, sekaligus menjaga martabat dan kredibiltas MK di mata publik.

Menurut Bivitri, para profesor yang tergabung dalam gerakan moral ini sependapat bahwa MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakikat kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

Tanpa pemahaman ini, seorang hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran.

“Hakim MK yang terbukti melanggar etik, dia tidak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhi sanksi pelanggaran etika,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar dari UI Sulistyowati Irianto mengatakan, gerakan moral ini bukanlah sesuatu yang spontan.

Dia menegaskan, setiap orang harus mempertahankan Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi dan rules of law.

Profesor Mayling Oey dari Universitas Indonesia menambahkan, sebagai lembaga yang sakral dan tinggi kedudukannya, MK harusnya memiliki hakim yang berintegritas. Karena, putusan MK final dan mengikat.

“Konflik kepentingan diharamkan, terlebih oleh ketua MK yang mengejar keuntungan,” kata Mayling.

Sementara itu, akademisi dari Universitas Airlangga Herlambang Perdana mengatakan, kasus Arief ini menyita perhatian tidak hanya masyarakat secara luas, tetapi juga para mahasiswa fakultas hukum.

“Para guru besar tersebut akan bertanya-tanya, standar mundur itu, apakah menunggu sanksi etik ketiga, keempat, atau keberapa? Tentunya dari sudut pandang hukum, tidak ada. Tergantung Arief Hidayat yang terhormat,” Tegas Herlambang.

“Kami berharap desakan dari kolega guru besar ini mengetuk hati Arief Hidayat,” Tambah Herlambang.

Untuk diketahui, selama menjabat Ketua MK, Arief Hidayat sudah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

Pada 2016, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK. Pemberian sanksi itu karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk “membina” seorang kerabatnya.

Dalam katebelece yang dibuat Arief itu, terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, “Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak“. Kemudian, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan.

Dalam pemeriksaan oleh Dewan Etik, Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah Pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta.

Pertemuan itu terkait proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonan kembali Arief sebagai hakim konstitusi. Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR.  (Bd)

Berikut isi surat dari ke-54 guru besar tersebut :

Dengan hormat,

Melalui surat ini kami ingin menyampaikan pandangan kami sebagai sejawat dan profesor atau guru besar dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi di Indonesia terkait penjatuhan dua sanksi etik yang diberikan Dewan Etik MK kepada Profesor Arief Hidayat dan upaya menjaga martabat dan kredibilitas MK di mata publik.

Kami prihatin atas penjatuhan dua kali sanksi etik yang diberikan oleh Dewan Etik MK terhadap Profesor Arief Hidayat. Kami sadari menjaga amanah dan melaksanakan tanggungjawab sebagai pejabat publik termasuk Hakim MK bukanlah sesuatu yang mudah dan sudah tentu seringkali mendapatkan tantangan maupun hambatan.

Namun sebagai kolega, kami ingin mengingatkan bahwa jika seseorang yang dipercaya publik di puncak lembaga penegak hukum – dalam hal ini MK – ternyata gagal memegang teguh moral kejujuran, kebenaran, dan keadilan, maka ia telah kehilangan sumber legitimasi moralnya sebagai agen penegak hukum.

Menurut kami, MK harus diisi oleh para hakim yang memahami hakikat kejujuran, kebenaran, dan keadilan tersebut. Tanpa pemahaman hakiki tersebut, hakim tidak bisa menjadi garda penjaga kebenaran. Vested interests dan ambisi pribadi terhadap kekuasaan hanya akan meruntuhkan lembaga konstitusi.

Kami juga ingin menyampaikan pandangan bahwa seorang hakim MK yang terbukti melanggar etik, maka dia tidak punya kualitas sebagai negarawan. Negarawan sejati adalah orang yang tidak akan mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi setelah dijatuhkan sanksi pelanggaran etika.

Negarawan yang sesungguhnya bukan hanya tidak akan melanggar hukum, tetapi dia akan sangat menjaga etika pribadi atau pergaulan dan terutama etika bernegara. Negarawan tanpa etika moral batal demi hukum kenegarawanannya. Dan karenanya, tidak memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi.

Berdasarkan uraian di atas, dengan segala hormat dan demi menjaga martabat serta kredibilitas MK, maka kami meminta Profesor Arief Hidayat untuk mundur sebagai ketua dan hakim MK.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!