JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Kegiatan pembangunan pabrik kertas PT Indonesia Royal Peper (PT IRP), di atas lahan seluas sekitar 4 hektar, di Dusun Plumpang wetan RT 008 RW 003, Desa Daditunggal, Kecamatan Ploso, Jombang, disoal oleh berbagai kalangan. Pasalnya pembangunan perusahaan tersebut diduga belum kantongi izin yang lengkap, dan tidaka ada sosialisasi kepada warga.
Dari pantauan dilapangan pembangunan tersebut sudah selesai membangun jembatan dan menutup saluran air milik pemkab Jombang. Alat berat sudah didatangkan kelokasi, dan pengurukan lahan sudah dimulai. Namun baru tahap awal pengerjaan sudah mulai timbul masalah, mulai dari penolakan oleh warga, hingga masalah perizinan.
Menurut Yoyok warga setempat, ia mengatakan perusahaan ini benar-benar tidak punya etika, sebagai tamu didesa kami, tanpa permisi, tanpa sosialisasi tiba-tiba mendatangkan alat berat, menutup jalan lingkungan, membangun jembatan hingga menutup saluran irigasi.
“Warga yang bermukim disekitar lokasi yang akan dibangun pabrik sangat kaget, perusahaan tersebut sebagai tamu didesa kami tanpa permisi, tanpa sosialisasi tiba-tiba mendatangkan alat berat, dan mulai melakukan pengurugan lahan yang akan dibangun pabrik. Penggunaan alat berat menimbulkan getaran keras, rumah saya langsung kayak mau ambruk.” Kata Yoyok, Selasa (9/4/2019).
Bukan hanya itu, perusahaan tersebut juga sudah membangun jembatan diatas saluran irigasi untuk masuk kelokasi yang akan dibangun pabrik. Jembatan yang dibangun tersebut juga tanpa izin dari warga dan pemerintah desa setempat.
“Yang lebih parah lagi bangunan jembatan dan jalan masuk lokasi pabrik, tersebut menutup jalan lingkungan yang ada didepan rumah warga. Oleh karena itulah warga protes, menolak pembangunan tersebut, agar dihentikan, karena kami takut kedepan akan ada dampak buruk terhadap lingkungan. Apalagi perusahaan tersebut diduga belum mengantongi izin yang lengkap.” Pungkas Yoyok.
Yoyok menambahkan sampai hari ini pembangunan perusahaan tersebut belum ada sosialisasi.
“Warga dan kepala desa juga tidak tahu siapa pemilik perusahaan tersebut. Karena yang ada dilapangan selama ini cuman orang-orang penjual tanah urugan, bukan pemilik perusahaan atau perwakilan dari PT IRP.” Tambah Yoyok.
Diungkapkan pulah oleh Sutina, warga setempat ia mengatakan, alat berat yang didatangkan kelokasi menimbulkan getaran keras, jadi warga takut rumahnya akan roboh atau retak-retak.
“Pengurukan lahan pabrik tersebut menguakan alat berat, dan getarnya terasa kecang dirumah-rumah warga sekitar proyek. Bukan hanya itu prusahaan tersebut juga sudah menutup jalan lingkungan tanpa permisi, denmgan warga sekita. Olehkarena itu warga melakukan protes.” Kata Sutini, Selasa (9/4/2019).
Menurut Sutini, pengurugan lahan tersebut sudah dimulai sekitar satu minggu yang lalu. Namun dari pihak perusahaan sampai hari ini belum pernah sosialisasi kewarga. Selain itu warga juga khawatir akan terjadi banjir setelah dilakukan pengurugan.
Kepala desa Daditunggal, Ngairin, saat dimintai konfermasi ia belum mengetahui secara pasti berapa luas lahan yang akan dibangun pabrik milik PT IRP tersebut.
“Saya dengar-dengar PT IRP akan membangun pabrik diatas lahan seluas 9 ha di desa Daditunggal, tapi saat ini sudah membeli 4 ha, yang sekarang ini mulai dibangun. Tapi selama ini dari pihak PT IRP belum pernah datang kesaya, atau melakukan sosialisasi kewarga sekitar lokasi.” Kata Ngairin. Selasa (9/4/2019).
Saat ditanya, kenapa pihak PT IRP sudah berani membangun jembatan diatas saluran irigasi, dan membangun jalan masuk dipemukiman warga ?
“Saya kecolongan, memang ada orang yang datang kesaya minta tanda tangan, ia menyodorkan kertas surat yang sudah jadi dan sudah diketik. Intinya minta persetujuan untuk membangun jembatan diatas saluran irigasi. Kelirunya saya langsung saya tandatangani, padahal tidak didukung persetujuan warga. Jadi saya kecolongan.” Ucap Ngairin.
Ngairin mengaku, ia mau menandatangani surat tersebut, karena saya melihat salah satu Kepala dusun sudah ada yang tandatangan, makanya saya tanda tangani.
“Saya tidak tahu ternyata bermasalah, surat tersebut tidak didukung persetujuan warga. Saya itu serba repot, tidak mau tandatangan nanti saya dianggap menghambat investasi. Saya tandatangan ya terjadi masalah seperti ini.” Ucap Ngairin.
Ia juga menjelaskan, yang datang mintak tandatangan tersebut, juga bukan dari pihak PT IRP, tapi dari pihak yang akan mengurug lahan tersebut.
Terkait hal tersebut Kabid Penataan ruang, Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jombang, Setiawan, ia mengaku sampai hari ini belum mengeluarkan rekomendasi apapun terkait pembangunan pabrik tersebut.
“Untuk pembangunan jembatan diatas saluran irigasi, yang mengeluarkan izin tetap bagian perizinan. PUPR hanya memberikan rekomendasi, dan sampai hari ini belum ada pengajuan yang masuk ke PUPR terkait izin membangun jembatan tersebut.” Kata Setiawan melalui sambungan telepon. Selasa (9/4/2019).
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk pembangunan jembatan tersebut perlu ada rekomendasi dari PUPR, sedangkan untuk bangunan dilokasi saluran irigasi itu perlu rekomendasi dari bidang SDA.
“Jadi sampai hari ini pengajuan permohonan rekomendasi tersebut belum ada pengajuan dari pihak yang bersangkutan.” Terang Setiawan.
Koordinator Lsm Aliansi Rakyat anti korupsi (Lsm Arak) ia berpendapat, Safri Nawawi, ia berharap kepada PT IRP jangan melaksanakan pembangunan terlebih dahulu kalau belum mengantongi izin lengkap. Karena dikhawatirkan akan merugikan masyarakat dan pihak perusahaan itu sendiri.
“Kami berharap Polisi Pamong Praja (Pol PP) bertindak tegas, segera menutup dan memberhentikan pekerjaan dilapangan, sampai semua perizinan selesai. Kalau PT IPR nekat membangun sebelum mengantongi izin lengkap, bagaimana jika terjadi dampak buruk bagi masyarakat, misalnya setelah lahan diurug, kemudian menimbulkan banjir dipemukiman warga. Siapa yang harus betanggung Jawab ?” Kata Safri. Selasa (9/4/2019).
Safri menegaskan, untuk izin lokasi, dan Tanda daftar perusahaan (TDP) memang bisa dilakukan izin secara online melalui OSS. Tapi untuk pembangunan pabrik dibutuhkan Izin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemkab Jombang, dibutuhkan izin Analisa dampak lingkungan hidup (Amdal) yang perlu ada rekomendasi dari pihak Dinas terkait dilingkungan Pemkab Jombang, dan disidang Amdal perlu melibatkan masyarakat dan Lsm yang bergerak dibidang lingkungan hidup.
Menurutnya, sesuai ketentuan Pasal 2 Perda Jombang No 6 Th 2012 setiap orang atau badan yang mendirikan bangunan wajib memiliki IMB. Pasal 1 poin (24) mendirikan bangunan , adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang ada hubunganya dengan pekerjaan tersebut.
“Artinya mendirikan bangunan, mulai dari mengali, menimbun (mengurug), sampai mengerjakan bangunan wajib mengantongi IMB. Pendirian pabrik juga diperlukan Amdal. Fungsinya Amdal adalah sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan usaha dan/atau kegiatan, jadi penyusunan Amdal tidak dilakukan setelah usaha dan/atau kegiatan dilaksanakan.” Terang Safri.
Menurutnya dalam UU 32/2009 pasal 22 (1) disebutkan bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal”.
Sedangkan pada pasal 24 disebutkan bahwa “Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup”. Surat keputusan kelayakan lingkungan ini selanjutnya dijadikan dasar untuk menerbitkan Izin Lingkungan sebagaimana yang tercantum pada pasal 36 (1) bahwa “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan; (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL.
Safri juga menambahkan, menurut PP no 27/2012 tentang Izin Lingkungan, di Pasal 4 (1) disebutkan bahwa “Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disusun oleh Pemerakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan”. Lebih jauh dalam penjelasannya pasal 4 Ayat (1) bahwa Amdal merupakan instrumen untuk merencanakan tindakan preventif terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas pembangunan.
“Jadi penyusunan AMDAL yang dimaksud dalam ayat tersebut sudah jelas sekali harus dilakukan pada tahap studi kelayakan atau desain detail rekayasa. Dan dapat disimpulkan bahwa dokumen Amdal diperlukan untuk menilai apakah suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak atau tidak layak lingkungan.” Tegasnya.
Kalau bangunan dikerjakan terlebih dulu baru izin IMB, dan Amdal-nya diurus belakangan itu sama saja ngencingi (pipis) Perda No 6 Th 2012, dan UU. Disamping itu izin IMB dan Amdal biasa jadi hanya formalitas saja.” Terang Safri.
Jika PT IRP belum mengantongi izin IMB, dan izin Amdal, sekarang sudah membangun, nantinya surat-surat atau berkas dokumen rekomendasi akan mengunakan penangalan (tanggal) mundur. Hal ini rawan terjadi rekayasa dokumen perizinan, dan rawan terjadi praktek suap perizinan, dan lain-lain.
“Oleh karena itu Satpol PP harus bertindak tegas, melakukan penutupan sampai izin semua selesai baru PT IPR bisa dibangun. Jadi aturan harus dipatuhi bersama jangan dikencingi. Biar tidak merugikan masyarakat dan pengusaha.” Pungkas Safri.
Sementara itu, pihak PT IRP saat hendak dimintai konfermasi dilokasi proyek, mereka tidak ada ditempat. (Rin/Why/dw/Yan)