JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com- Terkait adanya dugaan Pungutan Liar (pungli) pada pelaksanaan program sertifikat gratis Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Sidowarek, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, yang dikeluhkan Masyarakat. Ini tanggapan pihak Kantor Badan pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Jombang.
“Pemerintah desa di perbolehkan memungut sebesar Rp 150 ribu, kepada pemohon (masyarakat). Jika desa Sidowarek, memungut biaya diatas Rp 150 ribu. Itu tanggung jawab desa.” Kata Agus purwanto, SH, Kasi Hak tanah dan Pendaftaran (H2P) Kantor BPN Jombang, Senin (12/2).
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, waktu sosialisasi Prona didesa tersebut, juga dihadiri pihak Kejaksaan dan Polres Jombang, dan pungutan yang boleh dibebankan ke masyarakat hanya biaya Patok tanah, Materai, oprasional pemerintah desa (Transpot) besarnya maksimal Rp 150 ribu.
“Kalau saya tahu sebelumnya ada pungutan sampai juta-jutaan, BPN bisa batalkan sertifikatnya, atau minimal kami bisa menegor, pihak desa.” Tambah Agus.
Agus juga menegaskan untuk besarnya pungutan sudah diatur dalam Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Agraria dan tata ruang, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan Transmigrasi. Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 590-31674 tahun 2017, dan Nomor : 34 Tahun 2017, Tertanggal 22 Mei 2017. Tentang pembiayaan persiapan tanah sistematis. Dalam SKB tersebut, sudah ditetapkan untuk biaya diwilayah pulau Jawa dan bali, Pemerintah desa hanya boleh memungut biaya paling besar Rp 150 ribu.
“Rp 150 ribu, itu untuk biaya foto copy, materai, dan transfor atau operasional pemerintah desa. Lebih dari itu tidak diperbolehkan.” Tegas Agus.
Menurt AR (38) warga desa Sidowarek, ia mengatakan desa Sidowarek, ada 7 dusun, yakni : (1) Dusun Kepuh pandak (Kepala Dusun : Djuwari), (2). Dusun Wonorejo atau Cangaan (Kepala Dusun : Rudi Sugiharto), (3). Dusun Bendo (Kepala dusun Wasito), (4) Dusun Genjong lor (Kepala dusun Achmad Zamroni), (5). Dusun Genjong Kidul (Kepala dusun Muhammad Zaini), (6). Dusun Maron, dan (Kepala dusun Dariyono), dan (7). Dusun Kweden (Kepala dusun Puji Rianto). Untuk kegiatan Prona, dilaksanakan oleh kepala dusun masing-masing. Dan masing-masing dusun pungutan kepada masyarakat berbeda-beda, dan selisih banyak. Terang AR. Rabu (14/2).
“Yang aneh besarnya pungutan Prona antara dusun besarnya berbeda. Yang memungut uang dari masyarakat adalah Kepala dusun masing-masing. Misalnya di dusun Kepuh Pandak Kepala dusun memungut antara mulai dari Rp 750 ribu hingga Rp 2,5 juta. Sedangkan didusun Bendo pungutanya sekitar Rp 550 ribu, dan didusun Dusun Wonorejo, pemohon dipungut biaya kisaran Rp 500 ribu. Jadi inikan parah. Jadi Kasun-kasun bergrilia memungut Pungli Prona” Tambah AR.
Masih menurut AR, didusun Kepuh Pandak, pungutan yang terlalu mahal sempat di protes masyarakat. Warga melakukan tawar menawar dengan kepala dusun, agar pungutan diturunkan. Ujarnya.
“Makanya habis melaksanakan prona Kasun-Kasun, pada membangun rumah. Pungutan paling tinggi terjadi di dusun Kepuh Pandak, dan Kasun Kepuh Pandak, jabatannya tinggal 1 tahun lagi. Sedangkan Kasun-Kasun yang jabatannya masih lama hanya memungut kisaran Rp 550 ribu.” Terang AR kepada NusantaraPosOnline.Com.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dari temuan Lsm Aliansi Rakyat anti korupsi (Lsm Arak), pada pelaksanaan program Prona, didesa Sidowarek, terdapat 1.500 pemohon sertifikat. Dari temuan dilapangan warga pemohon oleh Pemerintah desa Sidowarek, dipungut biaya bervariasai mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Pemohon yang sudah membayar dengan biaya segitu, mengaku masih banyak yang harus membeli patok, dan materai sendiri.
Jika dihitung dengan nilai pungutan paling kecil Rp 500 ribu x 1.500 = uang haram yang terkumpul mencapai Rp 750 juta, bahkan lebih, sungguh jumlah yang fantastis.
Dan yang aneh lagi besarnya pungutan Prona, didesa Sidowarek, antara dusun yang satu dan dusun yang lain besarnya berbeda-beda. Di desa Sidowarek, ada tujuh dusun. Nah dari tujuh dusun tersebut besarnya pungutan berbeda-beda. Hingga ada selisih sampai Rp 1 juta lebih.(rin/yan)