JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memastikan kerugian negara, dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) senilai Rp 22,78 triliun.
Ketua BPK RI, Agung Firman Sampurna, BPK telah menyerahkan hasil pemeriksaan investigasi dalam rangka perhitungan kerugian negara atau PKN terkai dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri tahun 2012-2019 sebesar Rp 22,78 triliun,” Kata Firman. Senin (31/05/2021).
Firman, juga menepis tudingan bahwa kerugian yang muncul akibat kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya adalah kerugian korporasi. “Jadi samasekali tidak benar kalau ada pihak yang mengtakan bahwa kasus Jiwasraya itu hanya ada kerugian korporasi dan bukan kerugian negara,” Ujar Firman dalam konferensi pers virtual bersama Jaksa Agung Burhanuddin dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin (31/5/2021).
Firman menegaskan, kerugian keuangan negara ini muncul dalam kasus korupsi pada PT Asuransi Jiwasraya karena akibat adanya pelanggaran hukum sebagaimana telah diputus pengadilan. “Jadi itu jelas ya, clear dan kemudian dengan telah diputuskan dan kemudian naik ke penuntutan, jelas di situ ada unsur pidananya dan ada kerugian negaranya,” terangnya.
Menurut, dia jika ada perbuatan melawan hukum maka kerugian yang muncul adalah kerugian keuangan negara. Selain itu, Firman juga memastikan hanya ada satu pehitungan kerugian keuangan negara yang diterbitkan BPK.
Laporan kerugian keuangan negara itu kemudian diserahkan kepada Kejagung. Perkara para terdakwanya pun sudah diputus oleh pengadilan. Bahkan sudah ada yang di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Dengan adanya pengungkapan kasus ini oleh aparat penegak hukum, ini merupakan satu gambaran besar bahwasanya ada masalah yang perlu diselesaikan,” ujarnya.
Penindakan kasus korupsi di sektor asuransi ini, merupakan upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat atau publik terhadap industri keuangan nonbank dan pasar modal.
“Kita harapkan dengan upaya penegakan hukum ini, ke depan kita bisa mendapatkan informasi yang komprehensif bagaimana caranya kita mengamankan, sehingga tindak pidana seperti ini, bisa kita kurangi risiko-risiko yang seperti ini bisa kita kurangi dengan melakukan perbaikan sistem,” Ujanya.
Sementara itu Jaksa Agung Burhanuddin menyebutkan kepastian penghitungan kerugian negara dalam kasus Asabri menyusul tuntasnya penyidikan kasus Asabri yang ditangani tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Berkasnya sudah dilimpahkan Tahap II dari penyidik pada Jampidsus Kejagung kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Jampidsus Kejagung dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur,” ujar Jaksa Agung Burhanuddin.
Tujuh tersangka tersebut, masing-masing atas nama yakni Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri selaku Dirut PT Asabri periode tahun 2011 s/d Maret 2016, Letjen Purn. Sonny Widjaja selaku Direktur Utama PT. Asabri (Persero) periode Maret 2016 s/d Juli 2020, Bachtiar Effendi selaku Mantan Direktur Keuangan PT. Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014, Hari Setiono selaku Direktur PT. Asabri (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019.
Selanjutnya, Ilham W. Siregar selaku Kadiv Investasi PT. Asabri Juli 2012 s/d Januari 2017, Lukman Purnomosidi selaku Direktur Utama PT. Prima Jaringan dan Jimmy Sutopo selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation.
Perkara Asabri bermula sekitar tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, PT. Asabri telah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi di perusahaan jasa keuangan tersebut berupa pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan Manajemen Investasi (MI) dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal sangkaan yang diterapkan terhadap para tersangka, yakni primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketujuh tersangka tetap ditahan dalam Rumah Tahanan Negara selama 20 hari terhitung sejak hari ini 28 Mei 2021 sampai dengan 16 Juni 2021.
Empat orang tersangka, yakni Bachtiar Efendi, Iham W Siregar, Heri Setiono dan Lukman Purnomosidi dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara, tersangka Adam Rachmat Damiri dan Sonny Widjaja dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan tersangka Jimmy Sutopo ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (bd)