Diduga Proyek Kong-Kalikong BRT Bantuan Kemenhub, Mangkrak Dikota Sorong

Ilustrasi

SORONG (NusantaraPosOnline.Com)-Sebanyak 10 unit Bus Rapid Transit (BRT) ukuran besar, yang berasal dari bantuan Kementrian Perhubungan RI, mangkrak di Kota Sorong, provinsi Papua Barat.

Bantuan BRT tersebut dibeli oleh Kemenhub RI, pada tahun 2015 lalu, dan diserahkan kepada Pemerintah daerah kota Sorong, awal tahun 2016 lalu, namun hingga kini bus BRT tersebut hanya terparkir di halaman kantor Dinas Perhubungan Kota Sorong, belum dioperasikan sebagai sarana transportasi masyarakat. Atau dengan kata lain BRT tersebut mangkrak. Padahal menurut SK Kemenhub RI tahun 2015, bus yang diterima harus di operasikan paling lambat tiga bulan setelah penandatanganan berita acara serah terima oprasional.

Menurut Nabelo Kadarusman, warga Sorong,  ia mengatakan proyek bantuan BRT ukuran besar, bantuan dari Kemenhub RI, tidak singkron dengan Pemkot Sorong, sebagai penerima bantuan. Hal ini terlihat jelas saat bantuan diterima tidak ada kesiapan dari Pemkot Sorong. Misalnya infrastruktur pendukung seperti halte tempat menaikan dan menurunkan penumpang. Dan kondisi jalan di kota Sorong yang kecil belum memungkinkan beroperasinya BRT ukuran besar. Ujar Kadarusman.

Ia menambahkan, jadi proyek ini bantuan 10 BRT ini tidak senegi dengan daerah. Kalau terjadi mangkrak bukan kesalahan daerah. Tapi akibat prencanaan proyek ini yang bobrok, dan dipaksakan oleh Kemenhub. “Jadi yang ngotot untuk pembelian 10 unit BRT ini kan Kemenhub. Kalau daerah (Pemkot Sorong) diberibantuan pasti akan diterima. Namanya dibantu sayangkan kalau ditolak. Kita patut curiga kepada pihak Kemenhub, jangan-jangan proyek ini adalah proyek pesanan hasil kong-kalikong antara pejabat kemenhub dengan pabrik mobil BRT.” Kata Nabelo Kadarusman.

“Kecurigan ini sangat beralasan, kalau di Pemkot Sorong, belum memungkinkan beroperasinya BRT ukuran besar. Kenapa Kemenhub, tiba-tiba memberi bantuan ke Pemkot Sorong berupa BRT ukuran besar. Akhirnya BRT yang dibeli dengan harga puluhan milyar tersebut tidak bisa berfungsi secara maksimal. Akhirnya BRT tersebut mangkrak. Kemenhub harus bertanggungjawab atas mangkraknya BRT tersebut.” Tegas Nabelo Kadarusman.

“Coba bayangkan BRT tersebut, 1 unit harganya mencapai kisaran Rp 1,2 milyar. dibeli tahun 2015 sampai sekarang belum dioperasikan. Bisa-bisa nanti pada saat dioperasikan BRT sudah rusak. Karena karatan. Kondisi ini bakal memicu kendaraan bisa rusak, karena tidak pernah dioptimalkan.”  Tambahnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Sorong melalui Kepala Bidang Perhubungan Darat, Zikri Helmi mengatakan, BRT bantuan pemerintah pusat tersebut sudah berada di halaman kantor sebanyak, dalam kondisi baik dan siap beroperasi namun masih menunggu pengurusan surat kelengkapan kendaraan sesuai ketentuan yang berlaku.

“Perlu dibangun infrastruktur pendukung seperti halte tempat bus terhenti mengangkut dan menurunkan penumpang serta dokumen kelengakapan kendaraan seperti STNK, BPKB dan lainnya masih diurus,” ujarnya.

Menurut Zikri, menurut ketentuan perhubungan darat, menaikan dan menurunkan penumpang BRT harus melalui pintu tengah dan di halte yang telah ditentukan, tidak bisa berhenti di sembarang tempat. Setelah pembangunan halte selesai dan berkas lengkap barulah, BRT beroperasi melayani masyarakat Kota dan Kabupaten Sorong.

“Pembangunan halte bus tidak memakan yang waktu lama. Kalau berkas ini yang lama karena untuk yang 10 unit BRT yang besar per unit itu Rp 50 juta sehingga dananya mencapai ratusan juta. Halte nanti di sepanjang jalan nasional sebanyak 16 halte dan poolnya atau tempat penyimpanan sudah sementara dibangun sehingga dipastikan sebelum akhir tahun ini, BRT sudah beroperasi melayani masyarakat,” Jelasnya.

Ia menghimbau warga bersabar, pihaknya dari Dinas Perhubungan sudah mengusahakan agar secepatnya BRT dioperasikan karena BRT ini dapat membantu atau malayani masyarakat dalam hal transportasi. “Kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengoparasikan BRT ini untuk masyarakat karena BRT ini terjadwal, nyaman dan ber-AC, kemudian harga hanya Rp 5.000 saja,” katanya.

Terkait hal tersebut menurut Koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Arak), Safri nawawi, ia mengatakan, proses usulan proyek 10 BRT tersebut, diusulkan dari Subdit angkutan perkotaan seharusnya berdasarkan permintaan dari daerah (Kota Sorong). Lalu usulan ini disampaikan ke tingkat Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP) melalui Subdit jaringan transportasi perkotaan ke bagian perencanaan Setditjen Perhubungan Darat. Setelah dibahas bersama dengan Derjen Perhubungan darat, baru proyek diusulkan ke biro perencanaan Kemenhub. Terang safri.

Safri menambahkan, oleh biro prencanaan Kemhub dibahas dan dimintakan persetujuan Mentri. Setelah proyek disetujui Mentri perhubungan, barulah diangarkan dan Pekerjaan pengadaan bus dilakukan oleh Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Direktur BSTP selaku KPA dan PPK yang ditunjuk.  “Kalau peroyek pembelian 10 bus tersebut, betul-betul usulan dari Pemkot Sorong, tidak mungkin 10 bus tersebut akan mangkrak sejak 2015 sampai sekarang. Ini membuktikan bahwa Kemenhub asal-asalan dalam mengangarkan proyek tersebut, ini jelas pemborosan angaran.” Papar Safri.

Jadi berkaitan dengan perencanaan pengadaan 10 unit BRT bantuan untuk kota Sorong, tahun 2015 lalu, yang saampai saat ini mangkrak. Secara structural yang harus bertanggung jawab adalah, :

(1) .Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,

(2). Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP),

(3). Kabag perencanaan Setditjen Perhubungan Darat,

(4). Kasubdit Angkutan Perkotaan DIT. BSTP,

(5). Kasubdit Jaringan Transportasi Perkotaan DIT. BSTP.

“Pejabat yang menduduki jabatan tersebut yang harus bertanggung jawab, atas mangkraknya 10 unit BRT di kota Sorong. Mentri perhubungan harus memberi sangsi tegas kepada pejabat yang menduduki jabatan tersebut. Karena merekalah otak dibalik pengadan 10 unit BRT tersebut. buat apa mempertahankan pejabat yang tidak bisa bekerja. Kecuali kalau Pak mentri dapat setoran dari mereka. Sehingga pejabat yang tak bisa kerja selalu dipertahankan.” Tegas Safri.

Sebagai informasi, saat pengadan 10 unit BRT tahun 2015 lalu, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dijabat oleh DR. Ir, Djoko sasono, MSc (2014 – 2015). Saat ini Djoko sasono, sedang menjabat sebagai Staf alhli Bidang logistic, multimoda dan keselamatan perhubungan, Kenhub RI.

DR. Ir, Djoko sasono, MSc

Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP), saat pengadan pernah dijabat oleh Ir. Juju Endah Wahjuningrum, MT. Saat ini Juju Endah Wahjuningrum, menjabat basah yaitu Direktur prasarana perhubungan darat.

Ir. Juju Endah Wahjuningrum, MT
Ir Djamal subastian

Sedangkan Kabag perencanaan Setditjen Perhubungan Darat, dijabat oleh Ir Djamal subastian, MSc, sampai sekarang. (yan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!