Investigasi

Diduga Pungli Prona, Pemdes Pucangro Terancam Dilaporkan Ke Penegak Hukum

×

Diduga Pungli Prona, Pemdes Pucangro Terancam Dilaporkan Ke Penegak Hukum

Sebarkan artikel ini
Camat Gudo, Thomson Pranggono

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Ulah tidak terpuji yang dilakukan oleh 8 Kepala dusun (Kasun) di Desa Pucangro, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa timur.

Proyek operasi nasional agraria (PRONA) yang seharusnnya diberikan secara gratis oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Jombang, dimanfaatkan oleh para kepala dusun di Desa Pucangro, untuk memperkaya diri. Para Kepala dusun tersebut meminta uang kepada warga yang akan menerbitkan sertifikat dengan jumlah bervariasi mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu / sertifikat.

“Saya mengajukan pemecahan sertifikat menjadi empat sertifikat. Lalu oleh kepala dusun Berjel bernama Bekti, saya dipungut biaya Rp 700 ribu / setifikat. Jadi Rp 700 ribu x 4 = Rp 2,8 juta. Yang mengambil uangnya kepala dusun Berjel, Bekti. Dan Pungli Prona tahun 2017  di Desa Pucangro, merata dikenakan Pungli besarnya bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu.”  Ujar KT (40) warga desa Pucangro.

Sekertaris desa Pucangru, Imam Sujarwo

Menurut KT, memang waktu sosialisasi di kantor desa, yang dihadiri perwakilan Polres Jombang, Kejaksaan negeri, pengadilan, dan tiga Pilar. Disebutkan bahwa program Prona Gratis, cuman untuk persiapan pengajuan, warga ditarik biaya Rp 150 ribu. Uang Rp 150 ribu, tersebut perincianya untuk biaya patok tanda batas tanah, materai, phot copy, dan honor panitia didesa. Dan pemerintah desa tidak boleh memungut diatas Rp 150 ribu. Ujarnya.

“Ternyata praktek dilapangan itu bohong, buktinya warga dipungut biaya diatas Rp 150 ribu. Saya dipungut Rp 700 ribu. Itupun patok tanah dan materai beli sendiri. Inikan bohong namanya, dan inikan jelas Pungli. Saya berharap pemerintah Kecamatan selaku Pembina, Pemkab Jombang, dan penegak hukum, jangan purah-purah tidak tau masalah ini.” Tambah PJ.

Hal senada juga diungkapkan PJ (42) warga desa setempat, ia mengatakan pelaksanaan Prona 2017 didesa Pucangro, memang dipungut biaya besarnya bervariasi kisaran Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu. Saya termasuk pemohon 2017 yang dipungut biaya Rp 700 ribu. Baru-baru ini kasus Pungli ini mulai diberitakan media, perangkat desa Pucangro pun, mulai bergerilia mendatangi warga, bahkan mengumpulkan warga yang mengajukan sertifikat Prona. Intinya meminta warga tidak memceritakan Pungli ini ke wartawan ataupun LSM yang masuk kedesa Pucangro.

“Bahkan Sekertaris desa Pucangro, Imam Sujarwo, sempat mendatangi warga dan sambil menakut-nakuti warga, sambil gembar-gembor mengatakan bahwa wartawan yang menulis Pungli Prona 2017, akan dilaporkan Polisi, Imam Sujarwo, mengatakan Pungli Prona itu tidak benar itu fitnah. Saya tertawa mendengarnya, kalau wartawannya nulis di Polisikan, malah kebetulan.  Nanti bisa terlihat berita itu benar atau tidak.” Kata PJ kepada NusantaraPosOnline.Com, Rabu (21/3/2018).

Terkait hal tersebut Sekertaris desa Pucangro, Imam Sujarwo, saat dikonfirmasi ia menampik tudingan adanya pungli dari warganya tersebut.

“Tidak benar adanya Pungli pelaksanaan Prona 2017 tersebut. Pemerintah desa mengratiskan kepada warga, dan tidak memungut biaya sepeserpun dari warga pemohon sertifikat. Karena perangkat desa Pucangro sudah ada Penghasilan Tetap (Siltap) dan dapat tanah Bengkok”.   Kata Imam Sujarwo, dengan percaya diri. Selasa (20/3/2018).

Camat Gudo, Thomson Pranggono, saat dikonfermsi ia mengatakan setahu saya tidak ada pungutan sepeserpun, untuk pelaksanaan Prona didesa Pucangro, saya baru tahu dari anda (Wartawan NusantaraPos). Saya berterima kasih diberi informasi, nanti akan saya cek dulu benar atau tidak Pungutan tersebut. Ujar Thomson.

Kasi Hak tanah dan Pendaftaran (H2P) Kantor Badan pertanahan Jombang, Agus purwanto, SH

Dan Thomson malah balik mempertanyakan kepada wartawan “Terus apa ada Jupnisnya, bahwa pemerintah desa hanya boleh memungut Rp 150 ribu?” Kata Thomsom.

Saat wartawan NusantaraPosOnline.Com, menunjukan Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri Agraria dan tata ruang, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal, dan Transmigrasi. Nomor : 25/SKB/V/2017, Nomor : 590-31674 tahun 2017, dan Nomor : 34 Tahun 2017, Tertanggal 22 Mei 2017. Tentang pembiayaan persiapan tanah sistematis. Pemerintah desa diwilayah Pulau Jawa hanya diperbolehkan memungut biaya dari masyarakat sebesar Rp 150 ribu. Uang tersebut untuk biaya patok tanah, materai, biaya foto copy, dan transpot  panitia didesa.

“Sekarang apa peraturan SKB tiga menteri tersebut, langsung ujuk-ujuk berlaku ?” Kata Thomson, yang malah aneh kembali balik bertanya ke wartawan NusantaraPosOnline.Com.

NusantaraPosOnline.Com  selajutnya menyebutkan SKB tiga menteri tersebut sudah dijadikan acuan pada saat sosialisasi program Prona kantor Balai desa Pucangro, sosialisasi tersebut juga dihadiri perwakilan Polres, Kejaksaan negeri, Pengadilan Negeri, dan tiga pilar. Masak Camat Gudo (Thomson Pranggono)  tidak tau ?

“O ya saya lupa, karena yang hadir waktu sosialisasi didesa Pucangro, diwakili anak buah saya. Makanyah saya tidak tau. Terkait adanya dugaan Pungli tersebut, saya akan panggil Kepala Desa Pucangro, dan perangkatnya, akan ditelusuri benar atau tidak. Tunggu hasilnya nanti akan saya beritahu.” Ujar Thomson, dikantornya, Selasa (20/3/2018).

Sementara itu, Kasi Hak tanah dan Pendaftaran (H2P) Kantor BPN Jombang, Agus purwanto, SH,  mengatakan jika program nasional atau pengukuran tanah pembiayaannya telah ditanggung atau disubsidi oleh Negara, mulai dari kegiatan penyuluhan, pengumpulan data yuridis, pengukuran, hingga pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat sudah ditanggung negara.

“Memang ada pembiayaan persiapan pelaksanaan Prona, pemerintah desa hanya diperbolehkan memungut paling tinggi Rp 150 ribu, biaya tersebut untuk patok tanah, materai, foto copy, dan honor panitia di desa, itu telah diatur oleh SKB tiga menteri. Dan pada saat sosialisasi di kantor desa Pucangro, SKB tersebut kami sosialisasikan. Acara sosialisasi juga dihadiri unsur Polres, Kejaksaan, Pengadilan, dan Tiga pilar.” Terang Agus. Kepada NusantaraPosOnline.Com, Selasa (20/3/2018).

Agus juga menambahkan, menurut SKB tiga menteri tersebut, untuk pemerintah desa diwilayah pulau Jawa, dan Bali, hanya diperbolehkan memungut biaya dari masyarakat Rp 150 ribu.

“Tapi kalau Pemerintah desa memungut biaya lebih dari Rp 150 ribu. Itu tangung jawab Pemerintah desa. Karena menurut SKB tiga menteri, dan BPN hanya memperbolehkan Rp 150 ribu. Makanya kalau lebih dari Rp 150 ribu, BPN tidak bertangunggjawab.” Pungkas Agus.

Koordinator Lsm Aliasi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Cabang Jombang, Rianto,  ia mengatakan, tidak ada alasan bagi Pemdes Pucangro, untuk menarik pungutan Prona hingga mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu.

“Kalau Pemerintah desa Pucangro memungut dengan alasan biaya pengukuran, biaya pemecahan sertifikat, atau biaya pengurusan surat-surat tanah didesa, itu adalah bentuk pungutan liar dan bisa dipolisikan, karena Prona adalah kegiatan pengukuran tanah gratis, kalau terbukti pungli oknum perangkat desa itu terancam penjara. Dan kasus dugaan Pungli didesa Pucangro, harus dibawa keranah hukum, agar tahu benar atau salah.” kata Rianto.

Dari penelusuran NusantaraPosOnline.Com, pelaksanaan Prona di desa Pucangro, dilaksanakan oleh kepala dusun masing-masing. Di desa Pucangro, terdapat 8 dusun Gemongan, Pucangro, Cangkring malang, Sidomukti, Sidomulyo, Sidodadi, Brejel, dan dusun Kuwayungan. Jumlah pemohon sertifikat Prona mencapai 460 pemohon. Jika dihitung 460 x Rp 500.000 = maka uang haram hasil pungli yang dikumpulkan 8 kepala dusun tersebut bisa mencapai Rp 230 juta bahkan lebih. Sungguh jumlah yang fantastis. (rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!