Dugaan Korupsi Proyek Pengiriman Bus Rp 7,246 M Kemenhub

OM TULALIT OM : Pahlawan Bus BRT, Kabit Perencanaan Ditjen Perhubungan Darat Ir Djamal subastian, MSc, yang sokses memusatkan pengadan 3000 bus BRT di Kemenhub.

JAKARTA (NusantaraPosOnline.Com)-Proyek pengadaan jasa pengiriman Bus ukuran sedang yang dibiayai dari APBN tahun 2016 sebesar Rp 7.246.032.956 diduga kuat dijadikan ajang korupsi oleh para pejabat dilingkungan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen PHD), Kementrian perhubungan (Kemenhub). Pasalnya banyak sekali kejanggalan pada proyek tersebut.

Anggaran proyek pengiriman Bus sedang (bus kecil) tipe FB130 tersebut diangarkan pada satuan kerja (satker) Direktorat Angkutan dan Multimoda, Ditjen Perhubungan darat, sebesar Rp 7.246.032.956 proyek tersebut ditender pada akhir tahun 2016, melalui proses e-lelang cepat yang memakan waktu hanya 3 hari, yaitu dari tangal 2 – 5 Desember 2016.

Menurut catatan Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak), pengadaan (pembelian) Bus sedang tipe FB130 pada anggaran 2016 tidak transparan. Kemudian tiba-tiba diakhir tahun muncul anggaran pengiriman Bus sedang tipe FB130. Pelelanganpun dilakukan secara abal-abal.

“Kalau tahun 2016 lalu, ada pembelian/pengadaan bus sedang tipe FB130, kenapa kemenhub tidak menyerahkan pengadaan tersebut, kepada daerah (propinsi/kabupaten/kota) penerima bantuan. Supaya biaya pengiriman tidak lagi membebani APBN” kata Safri.

Yang aneh lagi adalah anggaran pengiriman Bus sedang diakhir tahun 2016, dan proses lelang melalui e-lelang cepat, yang memakan waktu hanya 3 hari (2 – 5 desember 2016). Padahal pengadaan Bus sudah dilelang pada bulan Desember 2015 lalu, dan Bus mulai dikerjakan pada bulan Januari 2016 lalu. Seharusnya sebelum Bus dibeli, ada perencanaan yang matang, dengan menyesuaikan kebutuhan, dan kondisi daerah calon penerima bantuan Bus. Tapi justru yang terjadi sebaliknya Bus dibeli terlebih dahulu oleh Kemenhub, baru Kemenhub membuat perencanaan Bus yang sudah dibeli akan dikirim kedaerah mana. Nah oleh karena itulah proyek pengiriman Bus tidak bisa dilelang pada awal tahun atau petengahan tahun 2016.” Terang Safri.

Oleh karena itu, kami menduga proyek pengiriman Bus senilai Rp 7.246.032.956 yang dibebankan pada APBN 2016, ini bukan untuk biaya pengiriman Bus, tapi diduga kuat untuk bancaan para pejabat Kemenhub. Kecurigaan ini sangat beralasan. Apalagi lelang proyek ini dilaksanakan secara abal-abal. Misalnya pada LPSE Kemenhub, lelang paket proyek sudah dilaporkan selesai, tapi perusahaan pemenang tidak diumumkan secara resmi LPPS Kemenhub. “Kan aneh lelang sudah dinyatakan selesai, tapi pengumuman pemenang lelang tidak diumumkan secara resmi di LPSE Kemenhub. Seharusnya perusahaan penyedia jasa yang dinyatakan menang harus diumumkan secara resmi di LPSE Kemenhub. Kuat dugaan ada kesengajaan dibuat abal-abal. Agar tidak diketahui pablik.” Ujar Safri.

Munculnya anggaran pengiriman Bus Rp 7.246.032.956 diakhir tahun 2016, juga layak dicurigai hanya akal-akalan pejabat Kemenhub. Sebagai Contoh : Jika seseorang membeli, 10 unit Bus, disalah satu perusahaan pabrik mobil. Biasaanya sebuah perusahaan/pabrik penjual Bus, pasti dengan senang hati mengantarkan barang tersebut ke pada pemesan/pembeli. Untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pembeli atau kastamer. Disamping untuk memberi pelayanan yang baik kepada pembeli, juga untuk menjamin bahwa Bus yang diserahkan dari perusahaan kepada pembeli dalam keadaan baik.

“Jadi layak dicurigai, bahwa pembelian Bus Kemenhub, tersebut sudah termasuk biaya pengiriman Bus. Tapi oleh Kemenhub masih dianggarkan biaya pengiriman Bus. Dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan demikian Pejabat dilingkungan Ditjen PHB, bisa menikmati keuntungan pribadi, BRT yang terpusat di Kemenhub. Bisa jadi seperti itu.” Kata Safri.

Sebenarnya kalau perencanaan program pengadaan bus tersebut bagus. Bus yang sudah selesai dikerjakan pabrik, bisa dikirim langsung kedaerah penerima bantuan. Tanpa mengulur-ulur waktu sehingga peyerahan Bus bantuan ke daerah bisa tepat waktu bisa diterima daerah sebelum tutup tahun 2016. “Jadi ini sengaja dipermaikan oleh para pejabat Ditjen perhubungan darat. Untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Oleh karena itu pengadaan Bus terpusat di Ditjen perhubungan darat.” Tegas Safri.

Terkait proyek biaya pengiriman Bus sedang tahun 2016, Direktorat Angkutan dan Multimoda, Ditjen Perhubungan darat, Cucu Mulyana. Masih sulit ditemui untuk dimintai konfermasi. Bersambung. (jn/yan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!