JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Pernyataan yang menghebohkan pablik dan terduga dilontarkan dari Kubu Ferdy Sambo dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi di PN Jakarta Selatan, pada Selasa (24/1/2023).
Ferdy Sambo merupakan salah satu dari 5 terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, sebagaimana dimaksud dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kubu tim pengacara Sambo mengklaim bahwa selama persidangan Sambo tak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan, sehingga pantas bebas dari tuntutan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Atas dasar klaim sepihak itu, pengacara Sambo, Arman Hanis, meminta majelis hakim memberikan putusan bebas ke kliennya dari tuntutan penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
“Maka dengan segala kerendahan hati, kami selaku tim penasihat hukum terdakwa yang mengajukan permohonan kepada majelis hakim Yang Mulia kiranya dapat mengabulkan dan memutuskan perkara ini dengan amar putusan sebagai berikut,” kata Arman.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kesatu primer, dakwaan kedua pertama, dakwaan kedua pertama subsider, dakwaan kedua primer, dakwaan kedua subsider,” sambungnya.
Arman juga meminta hakim menolak dakwaan atau tuntutan jaksa. Mereka juga meminta kliennya dinyatakan tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer dan subsider jaksa.
“Membebaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa Ferdy Sambo dari segala tuntutan hukum, Memulihkan nama baik terdakwa Ferdy Sambo dalam harkat, martabat, seperti semula,” kata Arman.
Sebelumnya, dalam pembacaan pledoi, Sambo sempat kembali menyinggung skenario pemerkosaan istrinya Putri Candrawathi oleh Brigadir J. Ia seakan tidak peduli meski pihak jaksa sudah mematahkan skenario tersebut, sekaligus menyatakan bahwa peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah merupakan perselingkuhan antara Putri Candrawathi dengan Brigadir J, bukan pemerkosaan.
“Penderitaan yang menimpa saya dan keluarga hari ini diawali dari peristiwa yang dialami oleh istri saya Putri Candrawathi pada tanggal 7 Juli 2022. Pada tanggal 8 Juli 2022, istri saya yang terkasih Putri Candrawathi tiba dari Magelang dan menyampaikan bahwa dirinya telah diperkosa oleh almarhum Yosua sehari sebelumnya di rumah kami di Magelang,” kata Sambo di PN Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023).
Sambo jadi naik pitam kala mendengar sang istri menangis tersedu-sedu, menceritakan bagaimana kejadian asusila yang telah dialami. Pengakuan Sambo, tidak ada kata-kata yang bisa dia ungkap, seakan dunia berhenti berputar. Darahnya pun mendidih, tak bisa lagi berpikir jernih.
“Membayangkan harkat dan martabat saya sebagai seorang laki-laki, seorang suami yang telah dihempaskan dan diinjak-injak, juga membayangkan bagaimana kami harus menghadapi ini, menjelaskannya di hadapan wajah anak-anak kami, juga bertemu para anggota bawahan dan semua kolega kami,” sambung dia.
Tuntutan JPU Terhadap Ferdy Sambo
Untuk diketahui, dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup, dan JPU menyatakan tak ada hal meringankan bagi Sambo.
“Sambo terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sambo juga diyakini melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal meringankan tidak ada,” ucap JPU saat membacakan tuntutannya di PN Jaksel, Selasa (17/1/2023).
Hakim Tak Terikat Tuntutan JPU, Ferdy Sambo Bisa Divonis Hukuman Mati
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai majelis hakim berpeluang menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo. Pernyataan Azmi merespons tuntutan penjara seumur hidup yang dilayangkan JPU kepada Ferdy Sambo terkait status terdakwanya dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J.
“Hakim tidak terikat dengan tuntutan Jaksa. Semua kembali pada pertimbangan hukum majelis dan musyawarah majelis hakim. Sebab putusan hakim yang berkualitas akan mengacu pada proses pembuktian, surat dakwaan, pertimbangan hukum dan keyakinan hakim serta diterima dengan akal sehat serta guna menjaga marwah peradilan ditengah masyarakat,” kata Azmi dikutip dari halaman Inilah.com, Selasa (17/1/2023).
Ia menilai, surat tuntutan JPU terhadap Ferdy Sambo sudah, memenuhi unsur pidana yang dilanggar Ferdy Sambo sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan JPU.
Menurut Azmi, tuntutan penjara seumur hidup menghilangkan kemerdekaan dan kekuatan Ferdy Sambo sebagai mantan perwira tinggi Polri. Sebab, hukuman penjara seumur hidup merupakan tuntutan alternatif yang menimbulkan efek jera.
Kendati begitu, Azmi berujar, hakim diharapkan dapat menangkap aspirasi masyarakat yang menginginkan keluarga Brigadir J memperoleh keadilan. Salah satunya melalui vonis Hakim yang dapat melampaui tuntutan jaksa terhadap Ferdy Sambo.
“Kiranya hakim dapat menggunakan sensitivitas hakim terhadap rasa keadilan dengan menguatkan tuntutan jaksa guna menjaga perlindungan hukum dan memberi makna adil atau keadilan bagi masyarakat,” terang Azmi.
Azmi menyebutkan, di sinilah letak benang merahnya penegakan hukum yang berkualitas bila hakim menguatkan tuntutan jaksa dalam perkara ini guna menjaga marwah peradilan ditengah masyarakat. Imbuhnya.
Lalu Kategori Kejahatan Apa Yang Bisa Dijerat Hukuman Mati Pasal 340 KUHP ?
Hukuman mati merupakan salah satu hukum yang ada di Indonesia. Pidana mati menjadi suatu pilihan sanksi terakhir, dengan maksud pemberian efek jera atau deterren effect dan sebagai sarana menjaga ketenteraman secara normatif.
Mengutip publikasi di ejournal.unsrat.ac.id, fungsi pidana mati dalam sistem pemidanaan di Indonesia merupakan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat dari perbuatan jahat pelaku kejahatan berat, dan untuk memberikan rasa takut kepada masyarakat agar tidak melakukan kejahatan berat yang diancam dengan pidana mati itu.
Seseorang yang terbukti melakukan pembunuhan dapat dijatuhi hukuman pidana mati. Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Pangestu Jiwo Agung dalam bukunya Tindak Pidana Pembunuhan Berantai mengungkapkan perbuatan pembunuhan merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
Hukuman mati pada Pasal 340 KUHP
Karena besarnya dampak negatif pembunuhan, menurut Pangestu, maka tidak heran bila tindak pembunuhan secara tegas dilarang oleh hukum. Bahkan terhadap pembunuhan berencana, oleh ketentuan pasal 340 KUHP, pelaku diancam dengan hukuman mati.
Merujuk Jurnal Yudisial yang diterbitkan oleh jurnal.komisiyudisial.go.id, tindak pidana pembunuhan memiliki beberapa bentuk atau kualifikasi, di antaranya adalah tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana pembunuhan berencana.
Berdasarkan buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 340 KUHP tertuang dalam Bab XIX tentang tindak pidana pembunuhan berencana, yang berbunyi:
“Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”.
Kategori tindakan terjerat hukuman mati pada Pasal 340 KUHP
Pasal 340 KUHP mengatur tentang hukuman mati untuk kategori kejahatan terorisme. Dalam pasal tersebut, ditentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan dengan paksaan melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian besar bagi negara dan/atau masyarakat dan/atau menyebabkan kepanikan di dalam masyarakat, akan dihukum mati.
Tindakan yang dimaksud dalam pasal 340 KUHP meliputi seperti membuat dan/atau menyebarluaskan virus, bakteri, racun, bahan peledak, senjata biologi, senjata kimia dan senjata nuklir serta menyebarkan berita bohong yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi negara dan/atau masyarakat dan/atau menyebabkan kepanikan di dalam masyarakat.
Hukuman mati dalam pasal 340 KUHP hanya dapat diterapkan atas tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan dengan paksaan, dan harus dibuktikan dengan jelas melalui proses pengadilan yang baik dan benar. (Red)