NGANJUK (NusantaraPosOnline.Com)-Kejaksaan negri (Kejari) Kabupaten Nganjuk, menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pengusutan kasus dugan korupsi Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman, dilakukan secara mandiri oleh lembaga antirasuah itu tanpa melibatkan Kejaksaan negri Ngajuk.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Nganjuk Wahyu Heri mengatakan, berkenan dengan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman, mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka oleh KPK. Itu dilakukan secara mandiri oleh lembaga antirasuah tersebut, tanpa melibatkan Kejaksaan negri Ngajuk.
“Selamaini Kejaksan Negeri Nganjuk, tidak pernah melakukan penyelidikan, maupun penyidikan terhadap kasus dugan korupsi Bupati Ngajuk, Taufiqurrahman. Dan pihak Kejaksan juga belum memeriksa orang nomor satu di Kabupaten Nganjuk itu dalam kasus apa pun.” Terang Yahyu. Kamis (20/4/2017) siang.
Wahyu, menambahkan, kami sudah memeriksa kembali, nomer register perkara yang ditangani Kejaksan Negri Ngajuk, hasilnya Kejaksan negri Ngajuk, tidak pernah mengeluarkan surat perintah penyelidikan, maupun penyidikan terhadap Bupati Nganjuk Taufiqurrahman. Terangnya.
Diberitakan sebelumnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wayan Karya memenangkan gugatan praperadilan Taufiqurrahman atas penetapan tersangka oleh KPK.
Dalam putusan yang dibacakan Hakim tunggal Wayan Karya, pada hari senen 6 Februari 2017 lalu, mengabulkan gugatan praperadilan Taufiqurrahman, Hakim memutuskan KPK tidak berwenang menangani kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang menjerat Taufiqurrahman. Hakim Wayan, mengembalikan kasus ini kepada Kejaksaan Negri Kabupaten Ngajuk. Sebab Kejaksaan negri Ngajuk, yang pertama kali mengeluarkan perintah penyelidikan terhadap dugaan gratifikasi lima proyek di Nganjuk.
Hakim tunggal Wayan Karya, menjadikan memorandum of understanding (MoU) antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian. Yang ditandatangani tangal 29 Maret 2012. sebagai pertimbangan hukum, dalam memutus perkara tersebut. Dalam MoU tersebut disebutkan, jika di antara ketiga lembaga tersebut menangani satu perkara yang sama, yang berhak menangani kasus tersebut adalah pihak yang pertama kali mengeluarkan surat penyelidikan.
Namun sayangnya MoU yang dijadikan pertimbangan hukum oleh, hakim Wayan Karya, dalam mengeluarkan putusan gugatan praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman. Tesebut mengunakan MoU yang sudah tidak berlaku lagi. MoU antara KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, hanya berlaku 4 tahun (29 Maret 2012 s/d 29 Maret 2016).
Lembaga antirasuah menjerat Bupati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang menjabat dua periode pada 2008 hingga 2018 mendatang ini dalam dua kasus, yakni dugaan korupsi terkait dengan pelaksanaan sejumlah proyek di Kabupaten Nganjuk dan penerimaan gratifikasi atau hadiah.
Taufiqurrahman dijerat Pasal 12 Huruf i dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Untuk kasus dugaan korupsi proyek di Kabupaten Nganjuk, Taufiqurrahman diduga baik secara langsung maupun tidak, dengan sengaja dan turut serta dalam pemborongan, pengadaan dan penyewaan terkait dengan lima proyek yang dikerjakan Pemerintah Kabupaten Nganjuk sepanjang 2009. Kelima proyek itu adalah pembangunan jembatan Kedung Ingas, rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, rehabilitasi saluran pembuangan Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Mblora.
Sedangkan untuk dugaan gratifikasi, Bupati Taufiqurrahman diduga telah menerima hadiah selama menjabat dua periode, yakni 2008-2013 dan 2013-2018. (Rurin)