KPK Belum Menyerah Tangani Kasus Korupsi Bupati Nganjuk

TERANGKA : Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus gratifikasi dan juga korupsi pada 5 proyek infrastruktur di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada tahun 2009

JAKARTA (NusantaraPosOnline.Com)– Gugatan Praperadilan yang dilakukan oleh tersangka kasus korupsi Taufiqurrahman ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuahkan hasil. Sidang Praperadilan yang dipimpin oleh Hakim tunggal I Wayan Karya memutuskan untuk mengabulkan gugatan Bupati Nganjuk dan menyatakan  untuk mengembalikan penangan kasus korupsi tersebut dari KPK kepada Kejaksaan.

Taufiqurrahman sendiri yang menjabat sebagai Bupati Nganjuk selama dua periode ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 6 Desember 2016. Ia menjadi tersangka terkait kasus gratifikasi dan juga korupsi pada 5 proyek infrastruktur di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur  pada tahun 2009.

Dalam pertimbangannya berdasarkan SKB atau MoU antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK disebutkan oleh Wayan kasus tersebut pada awalnya telah ditangani oleh Kejaksaan pada tahun 2009. Sehingga KPK dinyatakan tidak berwenang untuk mengusut kasus tersbut dan hanya melakukan koordinasi saja.

Tentu saja putusan PN Jakarta Selatan yang mengembalikan penangan kasus korupsi kepada Kejaksaan membuat KPK kecewa. Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya akan melakukan langkah-langkah hukum terkait putusan tersebut.

“Tentu saja KPK kecewa dengan putusan tersebut dan kami akan pelajari lebih lanjut apakah putusan tersebut dapat ditindaklanjuti sesuai hukum yang ada,” ujar Febri di gedung KPK, senin (6/3).

Dikatakan oleh Febri Hakim I Wayan Karya menggunakan SKB atau MoU antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK pada tahun 2012 sebagai dasar hukum mengabulkan gugatan Taufiqurrahman. Padahal menurutnya berdasarkan Pasal 30 SKB atau MoU  itu dikatakan ketentuan tersebut hanya berlaku 4 tahun kedepan.

“Itu artinya habis (masa berlaku) pada 29 Maret 2016,” ucapnya kepada awak media.

Sedangkan dalam Pasal 50 Undang-Undang KPK ditegaskan koordinasi pengurusan perkara dilakukan bukan pada tingkat penyelidikan tetapi di tingkat penyidikan. Sehingga Febri mengatakan alasan Hakim menjadikan SKB atau MoU tersebut untuk mengabulkan gugatan Taufiqurrahman tidak tepat.

“Jadi ada dua hal yang kami pelajari, pertama terkait MoU yang sebenarnya per tanggal 29 Maret 2016 kalau mengacu pasal 30 MoU tersebut tidak berlaku karena diatur 4 tahun setelah MoU tsb diterbitkan. Yang kedua adalah pasal 50 Undang-Undang KPK tegas bahwa kalau Kepolisian dan Kejaksaan melakukan penyidikan bukan penyelidikan maka koordinasi akan dilakukan. Tapi tentu kami akan pelajari terlebih dahulu putusan tersebut,” jelasnya kepada awak media. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!