JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Proyek Pematangan Lahan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan (kode tender 3910116), berlokasi di Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito Jombang, Jawa timur, yang ditangani Dinas Perdagangan dan perindustrian, Jombang, diduga serat penyimpangan.
Pasalnya pekerjaan pengurugan diduga dikerjakan tidak sesuai spesifikasi dan nilai hasil pekerjaan dilapangan diperkirakan hanya sekitar 50 persen dari nilai kontrak.
Proyek ini dibiayai dari Dana alokasi khusus (DAK) tahun 2020, dikerjakan oleh CV Bintang sakti utama (CV BSU) yang beralamat di Buduran RT 008 RW 003 Buduran, Wonosari Madiun, dengan nilai kontrak Rp 941.818.114, dan konsultan CV Haniv Konsultan.
Menurut HN, salah seorang kontraktor, yang pernah mengikuti tender/lelang proyek itu, mengatakan pekerjaan dilapangan berupa pematangan lahan landscape dan jalan operasional, berupa pekerjaan pengurugan mengunakan Sirtu lokal.
“Menurut Spek (spesifikasi) pekerjaan pengurugan seharusnya mengunakan material Sirtu lokal. Volume pekerjaan urugan yaitu 4904,33 M 3 tapi kenyataan dilapangan oleh CV BSU urugan Sirtu diganti urugan tanah. Sedangkan harga tanah urug lebih murah dari harga Sirtu. Tak hanya itu, dengan adanya pengantian Sirtu dengan tanah urug, ini jelas mengurangi kualitas hasil pekerjaan. Dan berpotensi merugikan keuangan negara. Kerugian tersebut timbul dari selisih harga Sirtu dengan tanah urug, yang harganya lebih murah.” Kata HN, kepada NusantaraPosOnline.Com, Senin (21/6/2021).
HN Menyebutkan, hasil pekerjaan dilapangan pada Proyek Pematangan Lahan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan, diperkirakan hanya kisaran Rp 500 juta, itu sudah termasuk PPN 10 % dan biaya pekerjaan persiapan, juga biaya pekerjaan RK3K. “Jadi untung yang diraup oleh CV BSU bisa mencapai hampir 50 % dari nilai kontrak.” Ucap BN.
Masih menurut BN, kalau pengurangan spek pekerjaan urugan dari Sirtu, diganti dengan tanah urug, diusut penegak hukum, itu PPK (Pejabat pembuat komitmen), dan konsultan pengawas CV Haniv Konsultan kena masalah. “Ini yang terlibat bukan hanya PT BSU selaku pelaksana, tapi CV Haniv Konsultan, selaku konsultan, dan PPK juga ikut terlibat dalam masalah ini.” Ujarnya.
Sementara itu, Menurut Koordinator Lsm Arak (Aliansi rakyat anti korupsi) Safri Nawawi, mengatakan, untuk proyek Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan. Bukan hanya proyek pematangan lahan tahun 2020 bermasalah, tapi proyek Pembangunan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan tahun 2021 (Kode Tender : 4605116) ini juga bermasalah.
Safri menyebutkan, tender / lelang proyek Pembangunan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan yang dibiayai DAK tahun 2021 yang dimenangkan oleh PT Dwi Mulia Jaya, dari Mojokerto, dengan nilai kontrak Rp 19.786.482636. Juga bermasalah.
“Kita (Lsm Arak) menemukan dalam tender yang dilakukan melalui LPSE Pemerintah Kabupaten Jombang, ada kejanggalan. Kejanggalan tersebut yaitu adanya dugaan permainan dalam tender.” Tegas Safri, Senin (21/6/2021).
Safri membeberkan, temuan mereka yaitu adanya dugan persekongkolan peserta tender (persekongkolan PT peserta tender). Diman kontraktor asal Mojokerto yang merupakan Direktur PT Dwi Mulia Jaya, mengunakan 5 perusahaan untuk mengikuti tender proyek ini. Lima PT tersebut yakni PT Dwi Mulia Jaya; PT W; PT E; PT D, dan PT I. Lima PT ini berbeda badan hukum, tapi dibawah satu kendali yaitu dibawah kendali (kontraktor asal mojokerto).
“Dengan adanya dugaan Persekongkolan dalam tender yang merupakan salah satu kegiatan yang dilarang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, karena dapat menghambat persaingan usaha dan merugikan kepentingan umum.” Tegas Safri.
Safri mengaku, pihaknya juga mencium adanya permainan tender ini melibatkan pejabat dilingkungan pemkab Jombang. “Pengumuman pemenang tender proyek Pembangunan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan, di LPSE Kabupaten Jombang, sempat tertunda tanpa alasan yang jelas.” Ujar Safri.
“Kami mendapat laporan, bahwa sebelum lelang/tender dilakukan di LPSE, pemenang tender sudah melakukan loby-loby terlebih dahulu, dengan pejabat Pemkab Jombang, agar pekerjaan dimenangkan PT DMJ. Jadi sebelum tender dilakukan diduga kuat sudah ada calon pemenang tender.” Kata safri.
Sebagai informasi, proyek Pematangan Lahan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan tahun 2020 yang dibiayai DAK 2021 Rp 941.818.114, dan proyek Pembangunan Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan yang dibiayai DAK 2021 sebesar Rp 19.786.482636, untuk membantu 35 orang kaya (pengusaha yang sudah kaya) di Jombang, yang memiliki usaha dibidang pengolahan limbah, yang menghasilkan limbah B3 (Bahan berbahaya dan beracun). 35 Pengusaha / orang kaya ini tergabung dalam Koperasi Semar.
Terkait hal ini, Ahmad Jazuli, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jombang, saat dimintai konfermasi, mengtakan bahwa proyek Sentra IKM Slag Alumunium Desa Bakalan tidak ada masalah lagi.
“Proyek tidak ada masalah, dan itu sudah dikoodinasikan sama Kejaksaan, dan Polres Jombang, dan kalau ada yang ingin ditanyakan lain bisa lasung ke Dinas Perdagangan dan perindustrian, Kab Jombang, karena saya buru-buru masih ada kegiatan.” Kata Jazuli, singkatnya, saat ditemui diruang kerjanya. (Rin/Why)
Pemerintah Bantu Orang Kaya Di Jombang
Koordinator Lsm Arak, Safri Nawawi, berpendapat, bahwa proyek Pembangunan Sentra IKM Slag Alumunium yang memakai dana APBN /DAK 2020 – 2021, di Desa Bakalan, Kecamatan Sumobito, adalah jawaban dari Pemerintah Kabupaten Jombang, setelah kabupaten Jombang menjadi tempat Penampungan Ilegal Limbah B3 Terbesar di Jatim.
Diperkirakan lebih dari 100 juta ton limbah B3 berupa abu slag alumunium dibuang secara sembarangan di lahan terbuka, dekat permukiman, area sawah, perkebunan, serta sekitar sungai irigasi di Jombang, selama lebih dari 40 tahun.
“Pelaku pembuangan limbah ini adalah pengusaha yang mengolah limbah B3 abu slag alumunium menjadi bahan kebutuhan rumah tangga atau dilebur kembali menjadi batangan alumunium.” Ujarnya.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi, menyebutkan aktivitas pembuangan limbah secara sembarangan pasti mencemari lingkungan, dan membahayakan kesehatan masyarakat. Dampak limbah tidak hanya dirasakan masyarakat Jombang tapi juga masyarakat di daerah-daerah lain karena senyawa beracun yang terkandung dalam limbah abu slag alumunium telah mencemari sungai.
“Masyarakat akan merasakan dampaknya, kalau kita lihat bagaimana kemudian bahan berbahaya dan beracun itu ditimbun di perairan, ada di sumber-sumber mata air, kemudian di pematang sawah, bahkan juga yang menjadi kita khawatir itu untuk bendungan saluran air irigasi. Hal ini juga membahayakan, karena memang di dalam asalum, abu slag alumunium ini, ini kan mengandung senyawa-senyawa yang beracun. Bahkan kita juga menengarai ada semacam yang sifatnya karsinogen, dan itu dia akan bereaksi dengan air, dan yang menjadikan kita cemas adalah limbah kemudian lari ke Kali Surabaya,” kata Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton, dalam keteranganya, yang dikutip. Kamis (27/5/2021) lalu.
Dan pada tahun 2016 lalu, Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, telah melakukan penelitian dampak kesehatan di lokasi yang terdapat timbunan limbah B3, dan menemukan adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh warga. ISPA khususnya di Sumobito, Kesamben, ada peningkatannya cukup signifikan. Kemudian dari pemeriksaan ibu hamil, juga ditengarai sudah ada yang livernya terganggu, jadi ditengarai dari limbah abu tersebut.
Pembuangan limbah B3 abu slag alumunium terjadi karena banyaknya industi kecil pengolahan limbah alumunium. Menurut catatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Timur, tahun 2018 tercatat ada 88 industri kecil dan sedang, di Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Sumobito. Sementara menurut catatan Ecoton tahun 2018, ada 136 pengusaha tingkat kecil, sedang, dan besar di Sumobito dan Kesamben, yang menerima limbah dari 11 industri besar di Surabaya, Gresik, Mojokerto, Bandung, Bekasi, Tangerang dan Karawang.
Sedangkan menurut data dari KLHK tahun 2018, menyebutkan kegiatan peleburan tersebut telah beroperasi secara turun-temurun sejak tahun 1970 dimana saat ini terdapat 136 lokasi peleburan dan jumlah tenaga kerja yang terlibat lebih kurang 700 orang. Produksi ingot (batang baja) mencapai 408 ton per bulan dengan omzet lebih kurang Rp10 Miliar per bulan. Dari kegiatan peleburan tersebut, estimasi timbunan limbah B3 yang dihasilkan kurang lebih 1.000 ton per bulan tanpa pengelolaan yang sesuai dengan peraturan perundangan.
Menurut Safri, salah satu upaya Pemkab Jombang untuk penanganan limbah B3 abu slag alumunium yang dibuang secara ilegal itu, Pemkab Jombang, menjalankan gagasan tahun 2020 dan 2021 membangun sentra IKM abu aluminium di Desa Bakalan, yang dibiayai anggaran negara dari DAK tahun 2020 dan 2021.
“Langkah Pemkab Jombang, membangun sentra IKM abu aluminium, mengunakan anggaran negara, sangat tidak tepat, karena para pengusaha tersebut, selama ini sudah kaya dan banyak meraup untung, dari usaha nya. Jadi pengusaha-pengusaha ini sudah membuang limbah B3 Sembarangan, dan mencemari lingkungan. Nah untuk mengatasi pencemaran lingkungan dari perbuatan mereka rakyat harus menangung biaya pembangunan sentra IKM abu aluminium di Desa Bakalan melalui anggaran DAK tahun 2020 dan 2021, uang DAK inikan hasil keringat rakyat.” Ujar Safri.
Safri menegaskan, kami sangat menyayangkan kebijakan Pemkab Jombang membangun sentra IKM abu aluminium, mengunakan uang DAK. “Mengingat masih banyak rakyat Jombang, yang miskin butuh perhatian pemerintah. Kami (Lsm Arak) bukan tak setuju pembangunan sentra IKM abu aluminium. Kami tak setuju pembangunanya mengunakan dana DAK atau uang rakyat.” Tegas Safri.
“Jadi proyek sentra IKM abu aluminium ini, untuk membantu sekitar 35 orang pengusaha, untuk dijadikan tempat membuangan atau mengelola limbah B3, yang dihasilkan dari aktivitas pengusaha yang mengolah limbah B3 abu slag alumunium. Ironisnya pengusaha yang dibantu ini adalah orang-orang yang sudah kaya.” Kata Safri.
Ia menambahkan, seharusnya Pemkab Jombang, dan penegak hukum mengusut secara hukum perbuatan para pengusaha ini, selama puluhan tahun menjalankan usaha tidak memiliki izin pengelolaan limbah B3. “Jadi selama puluhan tahun pengusaha ini membuang limbah B3 kemana, itu perlu diusut.” Ujarnya.
Tapi sayang penegakan hukum kasus pembuangan limbah limbah B3 secara ilegal di Jombang yang dilakukan para pengusaha ini, bagaikan jauh dari panggangan api. Boro-boro mereka diproses hukum, justru mereka dapat bantuan dari rakyat (APBN/DAK), sudah merusak lingkungan dapat bantuan pala.
Yang lebih ironis lagi, setiap kasus limbah B3 yang sudah P21 (lengkap) tapi penanganan di Kejaksaan Jombang, sangat lambat.
Sebagai contoh, dalam catatan (Lsm Arak) pada Senin 12 April 2021 ada 3 orang tersangka kasus pengolahan limbah B3 tanpa izin di Jombang, yang berkas perkaranya sudah P21 dan telah dilimpahkan oleh penyidik Balai Gakkum KLHK wilayah Jabalnusra, ke Kejari Jombang. Tapi proses hukum di Kejari Jombang, sampai sekarang tidak jelas.
Tiga orang tesangka tesebut yakni RO (Pemilik CV SS2), JA (Pemilik CV MJS), dan WA (Pemilik PT MLA). Boro-Boro Kejari Jombang, segera menyeret 3 tersangka ini kepersidangan (menyidangkan kasus ini), justru Kejari Jombang, sibuk besama Pejabat Pemkab Jombang, ke desa-desa melauncinhing program “Jaksa Masuk Desa” dan Kasi Intel Kejari, sibuk mengurus pelaksanan fisik Dana Desa. (Redaksi)