Menyesatkan Hakin Gunakan SKB Daluarsa, Menangkan Gugatan Praperadilan Bupati Nganjuk

PUTUSAN ANEH : Inilah Hakim Tunggal, I Wayan Karya, yang menyidangkan gugatan praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman.

JAKARTA (NusantaraPosOnline.Com)-Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, atas termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin 6 Maret 2017.

Hakim Tunggal, I Wayan Karya, dalam putusanya memerintahkan KPK agar mengembalikan penanganan perkara dugaan korupsi Taufiqurahman dikembalikan kepada pihak kejaksaan sebagai pihak yang pertama kali menangani perkara Taufiq, dan juga melarang KPK membuat putusan-putusan yang dapat merugikan Pemohon (Taufiqurahman).

“Penyidikan yang dilakukan termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan pemohon harus dihentikan,” kata Hakim Wayan saat membacakan putusan.

“Kami kecewa dengan putusan itu,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (6/3/2017).

Tidak hanya kecewa, Febri mengatakan KPK juga menyesalkan, karena putusan tersebut dalam pertimbangan hukumnya menggunakan SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, yang sudah daluarsa.

SKB Daluarsa

SKB yang dimaksud Febri adalah MoU antara Jaksa Agung, Basrie Arief, Kapolri Jendral Timur Pradopo dan Ketua KPK, Abraham Samad, yang ditandatangani pada 29 Maret 2012.

Memang dalam pasal 8 ayat 1 SKB disebutkan, yang pada pokoknya menyepakati bahwa apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal.

Dan perkara korupsi Taufiq, awalnya memang ditangani Kejaksaan Negeri Nganjuk, namun karena tidak ada progres, status Taufiq tetap sebagai saksi, maka kemudian diambil alih KPK, dan KPK menetapkan Taufiq menjadi tersangka pada 5 Desember 2016.

Hanya saja SKB yang dijadikan hakim sebagai pertimbangan hukumnya tersebut, masa berlakunya hanya empat tahun, dan hal itu disebut tegas dalam Pasal 30 SKB tersebut,, yang artinya sudah daluarsa, sejak 30 Maret 2016.

“Karena SKB itu masa berlakunya hanya empat tahun, Apakah SKB tersebut dapat menjadi dasar untuk memutus,” kata Febri. Dan lagi, lanjut Febri, kepolisian, kejaksaan, dan KPK cukup melakukan koordinasi untuk melakukan penyelidikan dalam kasus yang sama.

Selain itu, menurut Febri, Pasal 50 Ayat 3 pada UU KPK juga memberikan keleluasaan bagi KPK mengambil alih penanganan kasus yang tengah ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian. KPK akan berkordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Adapun pasal tersebut berbunyi, “Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.”

Namun, kata Febri, KPK akan mempelajari keputusan hakim PN Selatan atas praperadilan Taufiq sebelum mengambil langkah hukum lainnya.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Taufiq sebagai tersangka karena diduga melakukan atau turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan di lima proyek, yakni proyek pembangunan Jembatan Kedungingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, dan proyek perbaikan Jalan Sukomoro sampai Kecubung.

Selain itu, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Mblora di Kabupaten Nganjuk.

Taufiq yang merupakan Bupati Nganjuk periode 2008-2013 dan 2013-2018, diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Mengenai sumber gratifikasi, penyidik KPK telah menemukan sejumlah pemberi yang diduga memiliki kepentingan dengan jabatan Taufiq sebagai Bupati Nganjuk. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!