TEGAL-Pengerjaan proyek rehabilitasi bendungan Waduk Cacaban yang terletak di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa tengah, disorot berbagai kalangan, pasalnya pengerjan proyek senilai Rp 40 miliar lebih, dinilai tidak transparan.
Proyek yang menelan anggaran Rp 40 miliar lebih untuk membiayai sejumlah pekerjaan penataan di dalamnya, namun proyek ini dinilai seperti sebuah ‘Proyek siluman‘.
Kejanggalan lain yang terlihat adalah ketika sejumlah wartawan hendak meliput proses pengerjaan, menerima perlakuan yang tidak baik, yaitu dihalau oleh petugas dan pelaksana proyek dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana.
Kepala UPTD Waduk Cacaban, Ahmad Abdul Khasib, yang turut mendampingi wartawan sangat menyesalkan sikap pelarangan bagi rekan-rekan media yang hendak meliput.
“Kepala Dinas Pariwisata sudah mengizinkan, tapi mohon maaf pelaksana dari BBWS tetap tidak memberi izin masuk, lebih baik rekan-rekan mengajukan surat ke BBWS,” paparnya ketika ditemui sejumlah wartawan didepan pintu masuk OW Waduk Cacaban. Senin (5/4/2021).
Terkait hal tesebut, Lazarus Sandya Wella salah seorang wartawan di Tegal, sangat menyayangkan sikap pihak BBWS maupun Kementerian PUPR karena tidak memberikan akses kepada jurnalis yang seluas-luasnya, untuk melakukan peliputan.
“Padahal kita tidak hanya datang sekali dua kali, namun sudah lebih dari tiga kali dan sudah melayangkan surat secara resmi kepada Dinas Pariwisata, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Kami heran, jangan-jangan pengerjan proyek tesebut memang bermasalah. Kalau tidak bermasalah kenapa pihak pihak BBWS Pemali-Juana, dan pelaksana proyek, melarang wartawan melakukan liputan, tanpa alasan yang yang jelas.” Ujarnya.
Lazarus mengaku, sampai saat ini pihaknya telah melakukan komunikasi dan sharring dengan rekan-rekan wartawan yang ada di wilayah lain supaya tercipta solidaritas sesama wartawan dan hal tersebut mendapatkan respon positif dari rekan-rekan media.
“Saya sudah melayangkan komplain lewat e-mail kepada Kementerian PUPR, BBWS maupun Ombudsman,” tandasnya.
Lazarus, menegaskan sekarang sudah tidak jamannya lagi pejabat melarang wartawan meliput proyek pemerintah, dan rakyat punya hak untuk mengetahui penggunaan uang negara. “Kami curiga mereka melarang wartawan meliput, sengaja ingin menghindari kontrol langsung dari media dan masyarakat, untuk melancarkan praktek korupsi mereka.” Tegasnya.
Ia menambahkan, tidakan BBWS Pemali-Juana, dan rekanannya telah melarang sejumlah wartawan untuk melakukan peliputan, itu merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pungkasnya. (Min)