MUARA ENIM (NusantaraPosOnline.Com)-Selasa (31/1/2017) lalu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muara enim, Sumatra selatan, mendapatkan penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) tahun 2016 untuk kategori, bidang lalu lintas dan angkutan umum Kota Kecil.
Kabupaten Muara enim, dinilai oleh Kementerian Perhubungan RI, mampu mewujudkan pengelolaan tata kota Lalu lintas (Lalin), dan angkutan umum yang baik. Namun sayang, penghargaan ini dinilai oleh masyarakat belum pantas bila masuk dalam angkutan umum kota terbaik.
Penghargaan WTN 2016 tersebut ditanggapi sinis, berikut diungkapkan beberapa warga Kabupaten Muara enim. Safri Nawawi, SH (41), warga Muara enim, mengkritik dan sangat tidak setuju bila penataan lalu lintas, dan pengelolaan angkutan umum di Muara enim, diangap sudah baik. “Kenyataanya selama ini penataan lalu lintas di Kabupaten Muara enim sangat buruk. Contohnya, ditengah kota, angkutan umun pedesaan, secara bebas lalu lalang berputar-putar daerah sekitar areal pasar Muara enim. Sehingga membuat kemacetan ditengah kota. Semua terminal tidak ada yang berfungsi. Pengaturan lalu lintas amburadul model lalu lintas ditengah hutan, siapa cepat berani dan kuat akan jadi raja jalanan.” Ujar Safri.
Bukan hanya itu, Safri, menuding pemerintah Kabupaten Muara enim, selama ini ada dibawah ketiak, pengusaha tambang batu bara. Masyarakat Kabupaten Muara enim, sudah sangat sengsara, akibat banyaknya truk pengangkut batu bara yang melintas dari arah Kabupaten Lahat – Muara Enim, yang telah menyebabkan kemacetan, kerusakan jalan, dan menyebabkan banyak terjadi kecelakan lalu lintas. Yang memakan korban nyawa.
Dengan kondisi lalu lintas demikian, Pemkab Muara enim, dan aparat terkait, tidak mampu berbuat apa-apa, truk pengangkut batu bara, sampai hari ini asik-asik saja mengunakan jalan umum. Sementara rakyat Muara enim, sudah betahun-tahun mengeluhkan masalah ini. Kemacetan ini menyebabkan roda perekonomian masyarakat terganggu. Kerusakan jalan terjadi dimana-mana, misalnya Jl nasional, tepatnya dari mulai masuk Kota Muara Enim, dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Desa Kepur sampai Terminal lama, jalan nasional mirip kubangan babi.
“Kemacetan dan kerusakan jalan nasional dalam kota tersebut, akibat adanya pembiaran, dari Pemkab Muara enim, dan aparat terkait. Ini bukti bahwa Pemkab Muara enim, berada dibawah ketiak, pengusaha tambang batu bara. Jadi kalau Kab Muara enim mendapat penghargaan atas pengaturan lalu lintas yang semrawut, itu aneh. Ini penipuan terhadap pablik.” Terang Safri.
Yang lebih parah lagi, terminal baru atau yang disebut terminal Regional yang merupakan terminal angkutan umum, kini menjadi tempat parkir mobil truk penggakut batu bara. Pemkab dan aparat terkait juga tidak berbuat apa-apa. Pemerintah setempat tumduk dan patuh kepada pengusaha penambang batu bara.
Sedangkan, untuk angkutan, umum dari jaman jebot (dulu) sampai Bupati Muara enim dijabat Muzakir Sai Sohar, tidak ada kemajuan dibidang angkutan umum. Angkutan umum di Kabupaten, Muara enim, jauh sekali dari kenyamanan.
“Jadi aneh kalau Kabupaten Muara enim, dapat penghargaan WTN, tim penilaian dari Kementrian perhubungan, mungkin pakai kaca mata kuda. waktu mengadakan penilaian.” Kata Safri dengan nada sinis.
“Yang lebih mengelikan lagi piala WTN tahun 2016, dari Kementrian Perhubungan, tersebut, pada hari Jumat (3/2/2017) diarak keliling kota oleh Bupati, dan pejabat-pejabat dilingkungan Pemkab Muara enim. Diarak keliling kota.” Katanya.
Untuk diketahui, para pegawai honorer, dilingkungan dinas Perhubungan (Dishub) yang bertugas dilingkungan Kabupaten Muara enim, hanya digaji sekitar Rp 600 ribu, per bulan.
Artinya gaji yang diterima tenaga honorer tidak layak, jauh dibawah upah minimum Kabupaten (UMK), hanya Seperempat dari UMK.
UMK Kabupaten Muara enim tahun 2016 sebesar Rp 2.289.000, sedangkan UMK tahun 2017 sebesar 2.478.374. (Jun/Akr)