Tak Kasasi Kasus Pinangki, Lokataru Foundation : Kejagung Sudah Tak Punya Rasa Malu

Ilustrasi Kejagung tak kasasi terkait pengurangan hukuman Pinangki, di kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa bebas MA untuk terpidana kasus cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra.

JAKRATA, NusantaraPosOnline.Com-Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang mati-matian mempertahankan diskon tercela atas vonis ringan kepada mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dalam kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa bebas Mahkamah agung (MA) untuk terpidana kasus cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra. Hal ini membuktikan bahwa korps Adhyaksa diduga kembali melindungi eks jaksa tersebut.

Keputusan Kejagung ini, terus menuai kecaman, dari kalangan masyarakat. Kali ini kritikan muncul, dari direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, menyebut keputusan Kejagung khususnya Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut jelas mencoreng kampanye pemberantasan korupsi yang digaungkan Presiden Jokowi. Bahkan dirinya menilai kejaksaan sudah tak punya rasa malu

“Menurut saya tindakan tidak kasasi itu memang tidak mengherankan karena Kejaksaan pasti berdalih bahwa putusan tersebut sudah sesuai dengan tuntutan JPU. Namun tanpa disadari, keputusan kejaksaan itu sudah menggagalkan komitmen Presiden Jokowi memberantas korupsi. Karena memang sejak awal institusi Kejaksaan Agung terlihat nyata sangat melindungi Pinangki dan menurut saya mereka sangat tidak tahu malu,” ujar Haris kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/7/2021).

Menurut Haris, Pinangki adalah wajah buruk institusi dan penegakan hukum di Indonesia. Bahkan ia menduga pembakaran gedung Kejaksaan Agung merupakan sedikit cerita dari institusi tersebut untuk mengelabui publik dengan mengatasnamakan penegakan hukum.

“Kondisi ini menyedihkan. Menambah deret panjang cerita ketidakberesan lembaga penegak hukum di negeri ini. Alhasil Jaksa Agung ST Burhanuddin semakin tidak populis di mata masyarakat,” kata Haris.

Untuk diketahui, Dr. Pinangki Sirna Malasari, S.H., M.H adalah seoarang jaka, saat ia menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung. Jaksa Pinangki, terjerat kasus suap, dan gratifikasi pengurusan fatwa bebas Mahkamah agung (MA) untuk terpidana kasus cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra.

Pada Senin 8 Februari 2021, Ketua Majelis Hakim Ignasius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara, dan membayar dan dendah Rp 600 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Dalam amar ptusan hakim Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menyatakan Jaksa Pinangki terbukti menerima suap, melakukan pencucian uang dan melakukan pemufakatan jahat terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung untuk boronan Djoko Tjandra. Pinangki terbukti menerima duit US$ 500 ribu, lalu menggunakannya untuk membeli mobil, pembayaran apartemen dan operasi kecantikan di luar negeri.

Hukuman tersebut lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yaitu 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim menilai tuntutan jaksa itu terlalu rendah dibandingkan dengan perbuatan yang dilakukan Pinangki.

Atas vonis tesebut, Pinangki mengajukan banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Pada Selasa 8 Juni 2021. Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan terdakwa Pinangki. Dalam putusan Hakim PT DKI Jakartapusat, Pinangki dijatuhi pengurangan hukuman dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara, dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Hal itu tertuang dalam Putusan nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa 8 Juni 2021.

Atas putusan banding, Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, JPU memastikan tidak mengajukan permohonan kasasi ke MA, karena  tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan PT.  kata Riono, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat Riono Budisantoso. Senin (5/7/2021).

Akibat keputusan JPU, dan Kejaksaan Agung memutuskan tak mengajukan kasasi atas vonis ringan Pinangki Sirna Malasari. Hal itu membuat korps Adhyaksa, menuai berbagai kecaman dan kritikan dari kalangan masyarakat luas, terutama dari pegiat anti korupsi. Termasuk korps Adhyaksa mendapat kecaman keras dari direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar. (Bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!