Tanah Negara Bekas Waduk Di 9 Desa Di Jombang Diduga Dikapling Dibuat Bancaan PNS

WADUK : Waduk Betek, didesa Betek Kecamatan Mojoagung, yang berada lokasi strategis disekitar kawasan Ringrud Mojoagung, yang diapit jalan kabupaten dan jalan nasional. Sampai sekarang belum ada perumahan PNS. Selasa (25/8/2020).

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Sejumlah tanah negara bekas waduk yang berlokasi disembilan desa Dikabupaten Jombang, Jawa timur, diduga sudah dibuat bancaan oleh sekitar 226 orang Pegawai negeri sipil (PNS) yang pernah berdinas di Dinas Pengairan  

Koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Safri Nawawi, SH, mengatakan, menurut data yang kami dapatkan, dikabupaten Jombang ada sekitar sembilan lokasi tanah bekas waduk, dikapling dibuat bancaan oleh oknum PNS yang pernah berdinas didinas pengairan di Jombang. Tanah negara bekas waduk tersebut berlokasi di Kecamatan Mojoagung, Sumobito, Mojowarno, dan Kecamatan Bareng.

“Untuk dikecamatan Mojoagung ada 6 lokasi tanah bekas Waduk, yakni : Waduk  Tejo, didesa Tejo ; Waduk Gambiran, didesa Gambiran; Waduk Betek didesa Betek; Waduk Tragal didesa Kedungpapar; Waduk Penagalan didesa Dukuhdimoro; dan Waduk Janti di Desa Janti.” Terang Safri, Rabu (26/8/2020).

Selanjutnya, waduk Plosokerep, berlokasi didesa Plosokerep Kecamatan Sumobito; Waduk Gempol didesa Japanan, kecamatan Mojowarno; Waduk Sukoharjo di Desa Banjaragung, Kecamatan Bareng; dan waduk Menganto di Desa Menganto, Kecamatan Mojowarno.

“Jadi total semuanya 9 lokasi tanah bekas waduk milik negara, yang diduga telah dibuat bancaan atau dikapling, dan menjadi tanah hak milik perorangan. Total luas tanah bekas sembilan waduk ini diperkirakan lebih dari 10 Ha. Menurut data dari Kantor cabang dinas pekerjaan umum pengairan daerah Brantas, Mojoagung, yang dibuat tahun 1996, tanah bekas 9 waduk tersebut dikapling menjadi 238 kapling. Termasuk salah seorang kepala dinas Pengairan kabupaten Jombang juga mendapatkan jatah tanah kapling tersebut.” Ujar Safri.

Safri menjelaskan, beralihnya kepemilikan tanah eks waduk tersebut dari tanah milik negara menjadi hak milik perorangan berawal dari rencana kepala Kantor cabang dinas pekerjaan umum pengairan daerah Brantas, Mojoagung, tahun 1996 lalu, untuk membuat perumahan PNS golongan 1 dan 2 dilingkungan dinas Pengairan.

“Jadi bancaan tanah bekas waduk tersebut berdalih untuk pembangunan perumahan sangat sederhana (Perumahan SS) untuk PNS dilingkungan cabang dinas PU  pengairan daerah Brantas Mojoagung. Kemudian tahun 1997 Kepala kantor wilayah BPN provinsi Jawa timur, mengeluarkan SK  No 1726/HM/35/1997 tentang peberian hak milik atas tanah negara. Kemudian pada tahun 1998 meneribitkan Buku tanah ada juga yang berupa sertifikat tanah (Tanda bukti Hak) yang intinya tanah bekas waduk tersebut dari milik negara menjadi hak milik perorangan yakni ratusan oknum PNS pengairan.” Terang safri.

Ia menjelaskan, meski tanah bekas waduk ini sudah berubah menjadi hak  milik ratusan  oknum-oknum PNS pengairan (Sekarang sudah pensiun) tapi tanah-tanah bekas waduk ini sampai hari ini belum dibangun perumahan PNS.

“Contohnya Waduk Betek, yang yang berlokasi di wilayah strategis dikawasan jalan Kabupaten, Jalan Nasional, dan jalan ringrod kecamatan Mojoagung. Waduk Betek yang diapit jalan Kabupaten dan jalan nasional Ringrood Mojogung, sampai hari ini belum dibangun perumahan. Artinya pelepasan tanah negara untuk perumahan PNS ini tidak sesuai untuk peruntukanya. Jadi patut diduga alasan pelepasan hak tanah negara menjadi milik perorangan, dengan dalih untuk membangun perumahan tipe RSS untuk PNS adalah modus untuk menjadikan bancaan tanah negara (Tanah bekas waduk) tersebut, karena buktinya sampai hari ini perumahan diatas waduk tersebut tidak ada. Oleh karena itu kami minta aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara teliti.” Pungkasnya.

Ia menambahkan, sejak puluhan tahun belakangan ini beberapa kecamatan diwilayah Jombang, selalu menjadi langganan banjir, yang memakan banyak korban harta. Bisa jadi salah satu penyebab banjir tersebut, diakibatkan oleh bancaan tanah waduk.

 “Salah satu fungsi waduk untuk menampung kelebihan air dimusim hujan. Jadi kalau sejak tahun 90 waduk  tersebut sudah tidak diurus selanjutnya terjadi pendangkalan, dan tahun 1998 tanah bekas waduk dibuat bancaan (Dikapling untuk memperkaya oknum-oknum PNS Pengairan. Ini bisa jadi penyebab banjir, dibeberapa kecamatan di Jombang.” Tegasnya.

Logika sederhananya, kalau 9 waduk ini tidak berfungsi kelebihan air hujan bisa meluap keperkampungan warga. “Oleh karena itu kami minta aparat terkait, mengambil langkah nyata mengembalikan fungsi 9 waduk itu kefungsi semula.! Yaitu lakukan reklamasi waduk ! Kembalikan kefungsi semula.! Dan kalau ada oknum-oknum PNS atau pensiunan PNS yang bermain dalam kasus ini harus diseret ke Bui (Penjarakan).” Kata dia.

Saya mengajak kepada semua pihak yang perduli dengan kasus ini, yang perduli dengan penderitaan masyarakat Jombang, yang menjadi langganan korban banjir. Untuk perbaikan Jombang kini dan masa depan, untuk sama-sama mempertanyakan kasus ini, dan mendesak pihak yang berwenang untuk bertindak tegas dan nyata, termasuk penegak hukum.

“Kabupaten Jombang yang sampai hari ini belum punya hari jadi, butuh partisipasi masyarakat untuk mempertanyakan kasus alih funsi waduk tersebut. Karena tidak menutup kemungkinan alih funsi waduk tersebut mengandung unsur pidana, dan bisa jadi alih fungsi waduk itu salah satu penyebab bencana banjir, dibeberapa desa di Jombang.” Imbuh mantan aktifis PRD tersebut. (Rin/Why)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!