Tangkapan Koruptor Sepi, Kenerja Komjen Firli Direndahkan Senior

Ketua KPK Komjen Firli Bahuri

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Hampir setahun KPK dipimpin Komjen Firli Bahuri, KPK sepi tangkapan koruptor. Nggak heran, kalau kemudian Firli direndahkan beberapa eks pimpinan KPK sebelumnya.

Kemarin, genap 1 tahun UndangUndang KPK yang baru disahkan. Sejumlah pimpinan KPK dan aktivis anti korupsi menggelar diskusi bertajuk “Refleksi Satu Tahun Pengundangan UU KPK Baru: Menakar Putusan Akhir Uji Materi UU KPK” di Jakarta.

Yang hadir dalam acara itu, ramai-ramai menyorot kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli. Salah satunya Wakil Ketua KPK M. Jasin. Menurutnya, kinerja Firli saat ini tidak seperti di era pimpinan KPK Jilid I sampai IV.

Kata dia sekarang KPK mengalami turning down dari usaha maksimal dalam menangani kasus korupsi, baik di bidang pencegahan maupun bidang penindakan.

“Memang satu tahun ini masyarakat menilai kinerja KPK tidak bagus,” ujar Jasin dalam acara diskusi tersebut. Melempemnya kinerja penindakan KPK dapat dilihat dari sepinya Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Tercatat, Firli cs baru tiga kali melakukan OTT. Yakni terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Bupati Sidoarjo Saifullah, dan terakhir, Bupati Kutai Timur Ismunandar pada 2 Juli lalu.

Selain itu, kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK tidak lagi menyasar aktor-aktor kelas kakap. “Skalanya kecil ke bawah. Paling tinggi adalah tingkat bupati dan walikota, tidak seperti periode I sampai dengan IV,” ujarnya.

Kinerja di sektor pencegahan juga dinilai tidak memuaskan. Sebab, menurut Jasin, belum ada perbaikan sistem secara menyeluruh untuk mencegah terjadinya korupsi. Khususnya, di sektor perizinan.

Reformasi birokrasi juga baru dilakukan oleh beberapa instansi saja di tingkat pemerintah pusat. Menurut Jasin, tidak efektifnya pencegahan yang dilakukan KPK itu turut dipengaruhi kinerja penindakan KPK yang tidak tegas.

“Jadi khawatir instansi itu apabila tidak melaksanakan rekomendasi saran-saran KPK untuk melakukan perubahan sistem,” tuturnya.

UU KPK baru, disebut Jasin juga jadi biang kerok penghambat bagi kinerja komisi superbody itu. Proses administrasinya jadi berbelit. Dia mencontohkan Dewas harus memberikan izin maksimal 1×24 jam untuk penyadapan.

“Jangankan 24 jam, 10 menit saja berpengaruh. Tidak efisien sekali, makanya penanganan kasus korupsi menjadi tumpul,” kritik eks Irjen Kemendikbud ini.

Dia pun berharap MK akan mengabulkan gugatan tentang UU KPK baru yang dilayangkannya bersama sejumlah pihak. Di antaranya eks pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Busyro Muqaddas dan Agus Rahardjo.

Kritikan keras juga datang dari Saut Situmorang, eks Pimpinan KPK. Kata dia, sudah kinerja turun, citra KPK saat ini makin buruk. “Saya melihat KPK sudah karatan benar,” sindirnya.

Bahkan, Saut menyebut, publik tidak peduli dengan yang dikerjakan atau menimpa KPK. Dia menuturkan turunnya kinerja KPK tidak terlepas dari dinamika kepemimpinan. Saut mengaku tak bisa berharap lebih dengan pimpinan saat ini.

“Masalahnya kita punya tanggung jawab untuk ikut menjaga KPK,” tutur dia. Busyro Muqaddas menyorot kehadiran UU KPK yang baru.

Eks Ketua KPK ini menilai, UU KPK baru sebagai biang kerok kerapuhan integritas komisi superbody itu.

“Iklim korupsi tercermin dalam kemewahan birokrasi. Saya berkabung dengan KPK, produk UU KPK hasil revisi yang cacat dan ringkih secara moral itu,” tutur Busyro merujuk pada rencana pengadaan mobil dinas untuk pimpinan KPK.

Mantan Waka KPK Bambang Widjojanto alias BW menyebut, mobil dinas, meski dengan cc tinggi, tidak berpengaruh langsung pada upaya percepatan dan peningkatan kualitas pemberantasan korupsi.

Eks Ketua KPK Abraham Samad juga senada. Dia menyarankan, anggaran mobil dinas itu lebih naik digunakan untuk memperkuat upaya penindakan dan pencegahan KPK yang saat ini melempem.

Misalnya, menambah jumlah SDM untuk menuntaskan tunggakan perkara. Laode Muhammad Syarif juga menyayangkan pengadaan mobil dinas itu. Pimpinan KPK dan seluruh jajaran, mestinya berempati pada masyarakat miskin.

Apalagi, saat ini Indonesia masih dirundung pandemi Covid-19 yang mengakibatkan bertambahnya masyarakat miskin. Syarif menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut, ada penambahan kemiskinan baru akibat Virus Corona sebanyak 26,41 juta.

“Sehingga kurang pantas untuk meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin seperti sekarang,” kritik Syarif.

Sebelumnya, ICW juga membeberkan kinerja KPK di semester I tahun 2020. Hasilnya, kinerja semester I ini cenderung menurun dibanding tahun semester yang sama pada tahun sebelumnya.

“Dari semester I-2019 dibandingkan semester I-2020, kinerja KPK terjun bebas. Terjun bebas ya dalam konteks yang negatif,” kata Peneliti ICW Wana Alamsyah.

Namun, Ketua Komisi III DPR Herman Hery punya penilaian berbeda. Kata dia, kinerja KPK di bawah Firli mengalami peningkatan dalam sinergi dan koordinasi dengan lembaga negara lainnya.

Karena itu, menurut Herman, kesuksesan KPK tidak bisa dinilai hanya berdasarkan ukuran-ukuran kuantitatif, tetapi juga kualitatif.

“Suksesnya KPK tidak bisa hanya diukur dengan ukuran-ukuran kuantitatif seperti berapa banyak orang ditangkap. Tapi suksesnya KPK juga harus diukur dengan ukuran kualitatif seperti upaya-upaya pencegahan korupsi,” ujarnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!