JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), M Nur Sholikin berpendapat bahwa pengungkapan dugaan suap perizinan yang melibatkan Bupati dan sejumlah pegawai di Kabupaten Bekasi harus ditindaklanjuti oleh pemerintah, hal ini bertujuan untuk memperbaiki proses perizinan usaha di Indonesia.
“Terbongkarnya kasus suap di Bekasi oleh Komisi pemberantasan korupsi (KPK) ini menambah daftar panjang kasus suap yang bersumber dari penyalahgunaan kewenangan dalam memberikan izin usaha. Selama ini kasus suap perizinan tak hanya terkait dengan usaha pengembangan kawasan tapi juga perizinan di sektor tambang dan insfrastruktur, dan lain-lain.” Kata Sholikin.
Fenomena tersebut sebenarnya menunjukkan adanya persoalan serius dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah terkait perizinan yang sering menjadi kendala dalam memulai usaha di Indonesia.
“Kasus dugaan suap Meikarta dan kasus suap perizinan lainnya menunjukkan ada masalah administrative governance dalam birokrasi kita. Biaya yang ditimbulkan akibat penyakit birokrasi perizinan menjadi beban besar bagi masyarakat dalam memulai usaha. Di sisi lain, dapat menimbulkan peluang penyimpangan pemberian izin yang tidak akuntabel sehingga dapat merugikan masyarakat,” terangnya.
Sholikin mengatakan, apa yang terjadi di lapangan ini bertolak belakang dengan tujuan perizinan usaha untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat. Penyalahgunaan kewenangan pemberian izin ini juga tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menciptakan kemudahan berusaha di Indonesia melalui Penerbitan Perpres No : 91 tahun 2017. Oleh karena itu, menurut Sholikin, pemerintah saat ini perlu lebih serius lagi untuk memperbaiki birokrasi perizinan mengurangi transaksi izin antara swasta dengan birokrat.
“Tentunya tak cukup hanya menyusun pedoman melalui regulasi, tapi pemerintah juga harus serius turun tangan membenahi birokrasi perizinan. Presiden juga perlu mengoptimalkan kembali kebijakan pemberantasan pungli yang pernah dicanangkan dalam paket revitalisasi hukum tahun 2016 yang lalu. Pungli kelas kakap juga harus ditertibkan,” Paparnya.
Paktor perizinan sebagai penghambat dunia usaha, khususnya penyediaan hunian bagi masyarakat hal ini diakui oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR). Dalam rilisnya yang dikeluarkan Direktur Jenderal Penyediaan Rumah Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid proses perizinan yang tidak mudah, hal ini salah satu penghambat dunia usaha dalam menyediakan hunian bagi masayarakat. Padahal Kementerian PUPR sudah menargetkan untuk memangkas kekurangan pasokan perumahan (backlog) dari 7,6 juta pada tahun 2015 menjadi 5,4 juta pada tahun 2019.
“Sedangkan dari sisi perizinan, prosesnya di beberapa daerah tidak lah mudah sehingga memerlukan waktu yang lama. Kondisinya semakin sulit ketika menghitung harga bahan bangunan yang terus naik tiap tahunnya,” Kata Abdul.
Terkait kondisi itu, menurut Abdul, pihaknya pun tak berdiam diri, melalui PP No: 64 tahun 2016, regulasi dibuat untuk mendorong dipermudahnya perizinan perumahan oleh pemerintah daerah. Kerja sama pemerintah dengan badan usahapun dilakukan untuk mendorong pembangunan kota-kota baru. (bd)