MUARAENIM (NusantaraPosOnline.Com)-Puluhan wartawan baik dari media cetak, elektronik dan online, Kabupaten Muara enim, Sumatra selatan, menggelar aksi unjuk rasa dihalaman parkir hotel Gran sintesa Muara enim. Jum,at (12/5/2017) sekitar pukul 14.30.
Aksi unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum anggota Polda Metro Jaya, terhadap jurnalis Tribun Sumsel Sri Hidayatun, saat melaksanakan tugas peliputan. Telepon seluler atau telepon genggam, milik Wartawati dari Koran Tribun Sumsel, diminta secara paksa oleh oknum polisi karena telah mengambil gambar dan video penggrebekan gembong judi oleh aparat Polda Metro Jaya.
Dan oknum tersebut melakukan penghapusan semua gambar dan foto terkait kegiatan peliputan tersebut.
Para wartawan ini pun menggelar orasi secara bergiliran. Orasi para wartawan ini intinya berisikan tentang kecaman kepada oknum Polisi, yang telah menghalang-halang wartawa saat melaksanakan tugas peliputan berita. Mereka menerikan agar oknum Polisi tersebut ditindak tegas. Sesuai dengan UU yang berlaku. Karena akan mengancam kebebasan Pers.
Dalam aksi tersebut dihadiri sedikitnya 50 jurnalis yang berasl dari media cetak, maupun elektronik dan online.
Bahkan Ketua PWI Sumsel, H Oktav Riadi dan Ketua PWI Muaraenim, Andi Candra, melakukan orasi yang intinya mengecam tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum polisi dan meminta untuk di proses sesuai hukum yang berlaku yakni UU Pers No 40 tahun 1999.
Menurut Ketua PWI Sumsel Oktaf Riadi, jika mendengar kronologis dan kesaksian dari korban Sri, dimana oknum Polisi yang menghapus foto dan video hasil karya jurnalistik tersebut, maka ini jelas sekali oknum Polisi tersebut telah melanggar pasal 4 ayat (2) UU Pers No 40 tahun 1999, disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelanggaran penyiaran.
Apalagi beberapa waktu yang lalu pada kegiatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, Indonesia di percaya oleh UNESCO sebagai tuan rumah.
“Kita ingin bekerja aman. Jadi saya meminta hentikan kekerasan terhadap jurnalis,” tegas Oktaf.
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua PWI Muaraenim Andi Candra, bahwa apapun alasannya tidak dibenarkan lagi adanya tindakan kekerasan terhadap wartawan.
Untuk itu, pihaknya mendukung aksi solidaritas ini, dan bila perlu untuk dikawal sehingga permasalahan ini benar-benar tuntas dan tidak lagi terjadi dengan wartawan lain dimanapun berada ketika bertugas melakukan kegiatan kejurnalistikan.
Sementara itu Ketua Dewan Pers Indonesia Yosep Adi Prasetyo, menegaskan bahwa jika benar oknum aparat tersebut mengambil HP dan menghapus foto dan videonyan itu jelas-jelas sekali telah menghalangi tugas jurnalis.
Untuk itu, segera dilaporkan ke Kepolisian dan tembuskan ke Dewan Pers biar dikawal dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
Atas pelanggaran ini, bisa dikenakan pasal 18 ayat (1) yang berbunyi (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja dan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta rupiah.
“Tindakan ini tidak bisa dibiarkan karena melawan hukum dan mengancam kebebasan pers. Harus ada diproses hukum terhadap pelaku, supaya ada efek jera,” tegas Yosep.
Ditempat terpisah, Safri Nawawi, penangung jawab koran Nusantara Pos dan NusantaraPosOnline.Com. ia mengataka kami sangat mengutuk keras tidakan oknum Polisi tersebut. Wartawan ataupun media adalah mitra kepolisian dalam melayani masyarakat. Wartawan bukan musuh Polisi.
“UU No : 40 Th 1999 tetang Pers, sampai hari ini masih berlaku diseluruh Indonedia, temasuk di Sumatra selatan, dan Polisi merupakan instrument hukum, wajib untuk menegakkan UU tersebut. Oleh karena itu siapapun yang melangar UU tersebut. Harus ditindak tegas, tidak perduli itu oknum Polisi. Kapolda Sumsel, memang wajib melindungi anak buat dan lembaga Polri. Tapi tidak boleh melindungi oknum Polisi yang melangar hukum. Oleh karena itu oknum Polisi yang telah melakukan intimidasi, dan menghalang-halangi, Sri Hidayatun, saat melakukan peliputan, Kapolda harus menindak tegas oknum tersebut.” Kata Safri.
Ia menambahkan, Polisi yang seharusnya merupakan penegak hukum, sebagai pengayom masyarakat. Jangan sampai berubah menjadi pagar makan tanaman. Polisi yang seharusnya melindungi kebebasan pers. Bukan malah menjadi monster yang mengacam kebebasan pers.
“Jadi oknum Polisi tersebut harus ditindak tegas, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Supaya kasus serupa tidak terjadi kembali” Terang Safri.
Sebagai informasi, pada 10 Mei lalu Sekitar pukul 10.00 wib wartawan Polresta mendapatkan info adanya pengerebekan di Jl bungaran I Kecamatan SU I Palembang. Lalu, wartawan dari MNC TV bernama David, menghubungi salah satu anggota dan membenarkan adanya pengerebekan tersebut.
Kemudian, sebanyak enam wartawan yakni dari Sri Tribun Sumsel, David MNC, Dian Sumeks, Deni Korkit, Aji Pal TV, Yudi Kompas TV dan Sadam Rmolsumsel mendatangi TKP mengendarai mobil. Tiba di TKP sekitar pukul 12.00 wib wartawan pun mencoba merekam dan mengambil foto dari dalam mobil.
Lalu, datanglah oknum anggota polisi yang menghampiri mobil sambil marah-marah dan meminta menghapus gambar dan video milik Sri Tribun Sumsel. Kemudian oknum anggota Polisi yang mengaku dari Polda Metro Jaya pun langsung menghapus paksa foto dan video yang direkam saat di TKP.
Sempat terjadi ketegangan antara Polisi dan Wartawan, sembari menyuruh wartawan untuk menunggu di Polresta saja. Para Wartawan pun menuju ke Polresta dan sekitar pukul 13.00 wib datanglah mobil tersebut.
Ketegangan antara wartawan dan Polisi kembali terjadi, ketika wartawan hendak mengambil foto di Polrest, karena oknum Polisi Polda Metro Jaya, sempat menghalangi wartawan dan juga sempat bersitegang. Dan akhirnya wartawan pun tetap melakukan peliputan sebagai tugasnya. (Jun)