Ekobis  

3 Tersangka Kasus KSP Indosurya Ditangkap, Kerugian Rp 15,9 Triliun Lebih

FOTO : Ilustrasi kasus gagal bayar KSP Indosuya

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Bareskrim Polri dikabarkan telah menahan tiga orang petinggi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Inti yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, serta pencucian uang.

Sejumlah para petinggi Indosurya yang dikabakan telah ditangkap dan ditahan yakni pendiri KSP Indosurya sekaligus Ketua KSP Indosurya, HS; Direktur Keuangan KSP Indosurya, JI; dan Direktur Operasional KSP Indosurya, SA. Ketiga petinggi KSP Indosurya tersebut dikabakan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim.

Kabar yang beredar dikalangan para korban kasus dugaan investasi bodong KSP Indosurya Inti, menyebutkan Bareskrim Polri menangkap sejumlah petinggi KSP Indosurya. Hal itu dilakukan pada Jumat 25 Februari 2022 lalu.

Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan, membenarkan penangkapan itu. Kendati demikian, ia belum banyak memberikan keterangan perihal tersebut. “Sudah ditahan. Nanti rilis lengkap Selasa 29 Februari 2022,” tutur Whisnu kepada awak media. Sabtu (26/2/2022).

Sebelumnya, kuasa hukum korban kasus gagal bayar KSP Indosurya, Alvin Lim, menyebutkan ada 3 yang harus bertanggung jawab atas kasus KSP Indosurya yang hingga Sabtu (12/2/2022) belum ditahan.

Tiga orang tesebut, yakni : berinisial HS, SA, dan JI masih berstatus tersangka. Bahkan Alvin dengan lantang menyebut salah satu tersangka malah leluasa pelesiran ke Bali.

“Saat para korban stress, sakit dan ada yang bunuh diri, tersangka malah pelesiran di Bali,” Ungkap Alvin kepada wartawan melalui pesan singkat. Sabtu (12/2/2022).

Alfin membuatkan, yang membuat para korban kecewa, ketiga tersangka tersebut sudah menyandang status tersangka selama 2 tahun namun tak ditahan. Menurutnya, waktu 2 tahun sebagai tersangka tidak ditahan ini terlalu lama. “Padahal kasus KSP Indosurya Cipta sudah mencuat sekitar Februari 2020, ketika pengembalian dana yang dijanjikan kepada anggota koperasi dinilai tidak dilaksanakan atau gagal bayar.

Para nasabah yang dananya di atas Rp 50 miliar hanya dicicil sekitar Rp 300.000, jauh di bawah angka yang dijanjikan, yakni Rp 50 juta per bulan. Untuk membayar pulsa saja, dana yang diterima itu dinilai tidak cukup, dan banyak dari sekitar 5.700 anggota koperasi simpan pinjam itu kecewa.

Alvin menyebutkan, bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP jelas mengatur 2 syarat penahanan, yaitu objektif dan subjektif. Ia mengatakan, syarat objektif sudah terpenuhi, yaitu ancaman pidana 5 tahun ke atas.

“Kan Pasal yang dikenakan dalam kasus Indosurya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ancaman pidana 20 tahun.” Ujarnya.

Selanjutnya syarat subjektifnya, yaitu kekhawatiran melarikan diri, mengulangi perbuatan, dan menghilangkan barang bukti. Dengan mengemplang dana Rp15 triliun, kata Alvin, tersangka HS punya resource untuk melarikan diri.

“Apalgi saat ini ada indikasi dia mengulangi perbuatan karena membuat BPR baru untuk himpun dana masyarakat (mengulangi perbuatan). Jadi baik syarat objektif maupun subjektif telah terpenuhi dalam kasus Indosurya, jadi aneh kalau tersangka belum ditahan.” ujarnya.

Dalam kasus dugaan tindak pidana penipuan penggelapan pada KSP Indosurya, polisi menyatakan telah menerima sebanyak 22 laporan masyarakat yang terseber di sejumlah Polda.

Banyaknya laporan masyarakat di berbagai Polda tersebut, Bareskrim Polri kemudian mengambil alih penanganan kasus tersebut. Dari puluhan laporan itu, sebanyak 181 pengaduan dilakukan oleh 1.262 orang dengan jumlah kerugian mencapai Rp 4.067.546.465.223 (Rp 4 triliun lebih).

Sedangkan totol kerugian semua investor yang jumlahnya mencapai 14.500 ditaksir mencapai Rp15,9 triliun. Bareskrim pun dikabarkan telah memeriksa ratusan orang dan menetapkan 3 orang tersangka, yakni HS, SA, dan JI.

Penyidik Bareskrim Polri menyangka HS, SA, dan JI diduga melakukan tindak pidana Perbankan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana penipuan/perbuatan curang dan tindak pidana pencucian uang.

Perbuatan ketiganya diduga melanggar Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 serta Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kasus ini bermula, adanya penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.

Tersangka HS diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8–11%, kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia tanpa mengantongi ijin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kasus ini mencuat, karena KSP Indosurya Inti/Cipta itu berakibat gagal bayar.

HS yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta memerintahkan tersangka lainnya JI dan tersangka SA untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum KSP Indosurya Inti/Cipta. (Bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!