Kasus BLBI, Mantan Wapres Boediono Diperiksa KPK

JAKARTA, NuisantaraPosOnline.Com-Mantan Wakil Presiden (‎Wapres) Boediono, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kamis (28/12). Wapres ke-11 ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang telah menjerat mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsjad Temenggung.

Boediono tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.50 WIB ‎terlihat didampingi dua  ajudan. Untuk memenuhi panggilan penyidik.

Kepada awak media, Boediono mengaku belum mengetahui materi pemeriksaan yang bakal dijalaninya. “Saya belum mengetahui, nanti akan ditanya masalah apa, sayakan baru datang.” katanya.

Informasi yang beredar di kalangan wartawan menyebutkan Boediono diperiksa penyidik terkait posisinya sebagai menteri keuangan yang juga anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) saat BPPN menerbitkan SKL BLBI. Saat itu, KKSK diketuai Menteri Koordinator Bid, Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Selain Boediono, anggota KKSK lainnya adalah Kepala Bappenas Kwik Kian Gie, Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soemarno, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.

Saat akan ditahan KPK pada Kamis (21/12), Syafruddin mengklaim penerbitan SKL BLBI kepada BDNI atas persetujuan KKSK. Persetujuan itu tercantum dalam keputusan KKSK nomor 01/K.KKSK/03/2004 tertanggal 17 Maret 2004 yang berisi persetujuan pemberian bukti penyelesaian kewajiban kepada BDNI.

Menurut Syafruddin, salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN. Kewenangan KKSK diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8/2002 yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Syafruddin sempat menggugat penetapannya sebagai tersangka dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, gugatannya ditolak.

Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penerbitan SKL BLBI kepada BDNI. Akibatnya, keuangan negara ditaksir dirugikan hingga Rp 4,58 triliun.

‎Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Syafruddin disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.‎ (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!