Astaga ! Program Prona Di Jombang Warga Dipungli Untuk Biaya Servis Pemdes

Kantor Kepala Desa Pucangro, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa timur. Kamis (15/3/2018)

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Warga Desa Pucangro, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Jawa timur, mengeluhkan program sertifikat gratis melalui Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria). Pasalnya, dalam prateknya, program tersebut masih menarik biaya bervariasi antara Rp500 hingga 700 ribu, bahkan lebih.

Menurut PJ (40) warga Desa Pucangro, mengatakan, waktu sosialisasi dikantor  desa Pucangro, biaya Prona ditetapkan Rp 150 ribu. Pungutan Rp 150 ribu, tersebut untuk biaya pembelian patok tanda batas tanah, biaya materai, foto copy, dan biaya transpot panitia didesa. Tapi kenyataanya dilapangan berbeda, malah saya mengajukan pemecahan sertifikat menjadi 4 sertifikat dipungut biaya Rp 2,8 juta.  Jadi satu sertifikat Rp 700 ribu. Pungutan tersebut ditarik langsung oleh Kepala dusun Berjel.

“Katanya biaya Rp 150 itu bohong. Nyatanya kami warga dipungut pungli Rp 700 ribu / pemohon. Saya bayar Rp 700 ribu, patok tanah beli sendiri, materai juga beli sendiri. Saya sangat kecewa, bayar Rp 700 ribu hanya untuk biaya servis pemerintah desa Pucangro. Masak untuk mendapat pelayanan pemerintah desa Pucangro, masyarakat harus bayar biaya pelayanan Pemdes.” Kata PJ, kepada NusantaraPosOnline.Com, Kamis (15/3/2018).

Masih menurut PJ, pungutan liar tersebut berdalih untuk pengurusan surat-surat tanah didesa. Padahal Pemerintah desa tidak punya kewenangan untuk memungut biaya surat-surat tanah didesa. Jadi pungutan Rp 700 ribu tersebut, jelas-jelas Pungli alias maling. Ujarnya.

Hal senada dikatakan SR (55), warga lainnya. mengaku mengeluarkan uang Rp1,5 juta untuk mengurus pemecahan satu sertifikat menjadi tiga sertifikat.

“Bayar uang tersebut kepada Kepala Dusun. Meski sudah bayar Rp 1,5 juta, untuk biaya patok tanah, dan materai beli sendiri. Saya terpaksa membayar, kalau tidak mau bayar Rp 1,5 juta, saya tidak boleh ikut program Prona. Saya tidak habis fikir, waktu sosialisasi di kantor desa katanya cuma bayar Rp 150 ribu. Tapi kenyataan saya dipungut Rp 1,5 juta.” Tandasnya.

Selain membayar, lanjutnya, dia juga diminta membeli patok untuk digunakan sebagai tanda  batas tanah.

“Bukan hanya saya yang dipungut biaya selangit, tapi semua warga yang mengajukan sertifikat Prona di desa  semua dikenakan Pungli kisaran Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu / sertifikat  bahkan lebih. Pungutan tersebut ditarik melalui kepala dusun masing-masing.”  Kata SR, Kamis (15/3/2018).

Koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Cabang Jombang, Rianto, ia mengatakan tidak ada alasan pemerintah desa Pucangro, untuk memungut biaya Prona sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu bahkan lebih. Karena Pemdes pucangro tidak punya hak dan tidak punya kewenangan memungut pajak Biaya perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB) kepada masyarakat. Jadi kalau pungutan tersebut berdalih untuk pemecahan sertifikat hak waris itu dilakukan oleh desa, dan wewenanganya ada di desa.

“Memang untuk pemecahan sertifikat, hak waris memang butuh surat-surat dari Pemerintah desa, tapi pemerintah desa tidak punya hak untuk memungut biaya kepada masyarakat (jual beli pelayanan), dan tidak punya hak memungut pajak BPHTB. Jadi pungutan Prona sebesar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu, didesa Pucangro, itu jelas-jelas Pungutan liar. Jadi aparat penegak hukum harus menangkap para pelaku Pungli tersebut.” Ujar Rianto, Kamis (15/3/2018).

Menurut Rianto, pungutan berdalih biaya surat-surat didesa, itu cuma modusnya saja, intinya tetap Pungli, atau pemalakan terhadap warga, karena itu tidak ada dasar hukumnya. Tambah Rianto.

Terkait hal tersebut Kepala Desa Pucangro, Sirat, ia mengatakan untuk pelaksanaan Prona, warga cuman dipungut biaya Rp 150 ribu. Dan itu sudah disosialisasikan kepada masyarakat, biaya tersebut untuk beli patok tanah, materai, biaya foto copy, dan transpot panitia Prona didesa.

“Pelaksanaan Prona dilaksanakan oleh kepala dusun masing-masing. Jadi kalau ada pungutan diatas Rp 150 ribu, saya malah tidak tahu kalau ada pungutan hingga Rp 700 ribu/ sertifikat. Kalau ada pungutan diatas Rp 150 ribu, itu tangung jawab Kepala dusun masing-masing, karena saya tidak pernah memerintahkan pungutan diatas Rp 150 ribu.” Kata Sirat, Selasa (13/3/2018).

Dari penelusuran NusantaraPosOnline.Com, pelaksanaan Prona di desa Pucangro, dilaksanakan oleh kepala dusun masing-masing. Di desa Pucangro, terdapat 8 dusun Gemongan, Pucangro, Cangkring malang, Sidomukti, Sidomulyo, Sidodadi, Brejel, dan dusun Kuwayungan. Jumlah pemohon sertifikat Prona mencapai 460 pemohon. Jika dihitung 460 x Rp 500.000 = maka uang haram hasil pungli yang dikumpulkan 8 kepala dusun tersebut bisa mencapai Rp 230 juta bahkan lebih. (Rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!