MUARA ENIM (NusantaraPosOnline.Com)- Jembatan gantung milik Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Muara Enim, yang terletak di wilayah Desa Muara gula lama, kecamatan Ujanmas baru, Kabupaten Muara enim, Sumatera selatan. Belum genap setahun sudah rusak parah. Pasalnya proyek tersebut diduga dikerjakan asal-asalan.
Jembatan tersebut dibangun dengan dana APBD Kabupaten Muara enim tahun 2016, yang dikerjakan oleh CV.Tania Surya Abadi (CV TSA), dengan nilai kontrak Rp 1.860.731.000.
Menurut Sukir, warga setempat, ia mengatakan pada saat sosialisasi yang dilakukan pihak CV TSA, di balai desa Muaragula lama, yang intinya pihak pemerintah desa dan CV TSA mengajak masyarakat, agar bersama-sama mengawasi pelaksanaan pembangunan proyek tersebut. “Tapi kenyataanya, setelah proyek dikerjakan, justru sebaliknya CV TSA sangat tertutup, dengan warga. Dilokasi proyek sejak mulai pengerjaan, sampai jembatan selesai dibangun, CV TSA, tidak memasang papan proyek. Bukan hanya itu, yang lebih parah lagi CV TSA tidak memasang Shop Drawing atau gambar teknis lapangan yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan. Padahal setiap proyek yang didanai dari APBD atau duit rakyat, kontraktor wajib memasang papan proyek, dan Shop Drawing, dilokasi pekerjaan.” Kata Sukir.
“Bagaimana kami rakyat mau tahu dan mengawasi kalau papan proyek dan Shop Drawing tidak dipasang dilokasi kerja. Jadi rakyat setempat banyak yang tidak tahu dana dari mana proyek tersebut, dan perusahaan yang mengerjakan masyarakat tidak tahu. Jadi pembangunan tersebut tidak transparan.” Ucap Sukir, yang didampingi rekanya yaitu Ali samat.
Saya berharap, kepada wartawan dan Lsm, yang pandai bisa mengusut, kasus proyek jembatan tersebut. kalau bisa diurus sampai ke proses hukum. Jembatan tesebut selesai dibangun Desember 2016. Baru sekitar tiga bulan digunakan warga, sekarang sudah rusak parah. “Masak jembatan baru seumur jagung, sudah rusak kan aneh.” Tambah Sukir.
Sementara itu, juru bicara Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak), Rianto, ia mengatakan, tim kami sudah melakukan infestigasi turun kelapangan. Memang kondisi jembatan tersebut sudah rusak berat, misalnya : (1). Bekel penggantung (kabel gantung), yang menyalurkan beban dari Grider pangaku, ke kabel utama, jumlahnya sudah ratusan yang putus, dan posisi kabel gantung sudah amburadul. Perna ada perbaikan oleh CV TSA, tapi perbaikan dilakukan secara asal-asalan. Kabel penggantung, yang berbahan besi behel, tersebut, banyak yang dipotong, kemudian disambung dengan mengunakan mesin las. Seharusnya kabel gantung harus diganti atau dibongkar baru dipasang lagi. Yang lebih parah lagi, diduga kuat kabel gantung tersebut tidak mengunakan besi SNI. (2). Kabel utama yang berbahan seling (tali kawat), ketinggian sudah tidak seimbang, sehingga pada bagian tengah bentangan jembatan jadi miring. Sampai saat ini jembatan masih miring, sehingga membahayakan masyarakat. Namun sampai masa perawatan 6 bulan selesai, bahkan saat ini, jembatan masih miring belum dilakukan perbaikan. (3). Pada bagian besi dudukan kabel utama yang terdapat pada “Paylon” (tiang jembatan/tower), sudah bengkok bahkan nyaris patah. Padahal dudukan kabel utama yang ada di “Paylon” adalah untuk menyalurkan beban dari kabel utama ke “Paylon”. Pernah ada perbaikan oleh CV TSA, tapi perbaikan hanya dilakukan akal-akalan saja, CV TSA hanya menambahkan sedikit besi dengan cara di las, untuk memperkuat dudukan kabel utama. Sehingga rentangan jembatan masih tetap miring. Dan (4). Lantai jembatan, yang berbahan plat besi, ditemukan banyak mengunakan material plat besi bekas. Bukan hanya itu jembatan tersebut, juga banyak mengunakan besi bekas. Padahal tidak mungkin dalam Rencana angaran belanja (RAB) lantai mengunakan plat, dan besi bekas.
“Masih banyak, indikasi penyimpangan yang kami temukan, bahkan adonan semen yang digelar untuk pondasi jembatan, diduga mengunakan beton yang tidak sesuai dengan spesifikasi, yang ditentukan dalam kontrak. Kami juga menduga, bahwa jembatan tersebut dikerjakan tidak sesuai dengan gambar dan kontrak.” Jelas Rianto.
Masih menurut Rianto, hasil pelaksanan proyek tersebut, sangat amburadul. Dan membahayakan masyarakat. Kami sangat menyayangkan ini bisa terjadi, Kepala DPUTR Muara enim, selaku kuasa penguna anggaran (KPA), Pejabat pembuat komitmen (PPK), Direktur CV TSA, dan konsultan pengawas, harus bertangung jawab, baik secara moral maupun secara hukum.
“Kasus ini pasti kami bawa kerana hukum. Kasus ini belum kami laporkan, ke aparat penegak hukum, karena kami masih menunggu masa perawatan selesai. Sekarang masa perawatan sudah selesai tapi DPUTR dan rekananya, tidak melakukan perbaikan secara maksimal. Jadi wajib bagi kami melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum.” Tegas Rianto.
Terkait hal tersebut PPK DPUTR, Ari Jonathan, ST saat hendak diminta konfermasi masih sulit untuk ditemui. (Akr)