Kejari Tidak Ada Rencana, Ambil Alih Kasus Korupsi Bupati Nganjuk

Bupati Nganjuk Taufiqurrahman

NGANJUK (NusantaraPosOnline.Com)-Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk, memastikan bahwa hingga saat ini lembaga tersebut tidak ada rencana untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan korups Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.

Kejaksaan masih menunggu sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah Taufiqurrahman memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan, pada 6 Maret 2017 lalu.

Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Nganjuk Wahyu Heri, mengatakan sampai saat ini Kejaksaan negri Nganjuk, belum menerima salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dan sampai sekarang tidak ada perintah dari Kejaksaan agung untuk menyidik Bupati Taufiqurrahman.

“Karena tidak ada perintah, kami juga tidak akan melakukan apa-apa, sebab kami bekerja berdasarkan undang-undang.” kata Wahyu Heri kepada NusantaraPosOnline.Com, Kamis (20/4/2017) siang.

Dia menegaskan dugaan korupsi yang dilakukan Taufiqurrahman hingga penetapan tersangka oleh KPK, dilakukan secara mandiri oleh lembaga KPK, tanpa melibatkan kejaksaan. Bahkan selama ini Kejaksaan Negeri Nganjuk, tidak pernah memeriksa Bupati Ngajuk Taufiqurrahman, dalam kasus apa pun.

Lalu ketika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Taufiqurrahman atas penetapan tersangka KPK, dan mengembalikan kasusnya kepada Kejaksaan negri Ngajuk, Wahyu Heri mengaku tidak paham. Atas putusan para peradilan tersebut “Kami tidak pernah memeriksa Bupati (Nganjuk), kasus yang ditangani KPK juga kami tidak tahu,” katanya.

Kami sudah memeriksa berkali-kali, nomer regerter perkara yang ditangani Kejari Nganjuk, hasilnya adalah : Kejaksaan negri Nganjuk, tidak pernah mengeluarkan surat perintah penyelidikan, maupun penyidikan. Terdapa Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, dalam kasus apapun.

Dan sejak proses persidangan sampai putusan, gugatan praperadilan Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, kami juga tidak pernah dipangil oleh pengadilan Negri Jakarta selatan.

“Kalau hakim Pengadilan negeri, Jakarta Selatan, beranggapan bahwa kasus dugaan korups Bupati Ngajuk Taufiqurrahman, sudah terlebih dahulu ditangani Kejari Ngajuk. Biasanya kami dihadirkan sebagai saksi, dalam persidangan. Tapi pihak Kejari Ngajuk, tidak pernah dipanggil untuk dijadikan saksi, oleh hakim Pengadilan negri Jakrta selatan.” Terang Wahyu.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, atas termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (6/4/ 2017) lalu.

Dalam putusan hakim Tunggal, I Wayan Karya, memutuskan, memerintahkan KPK agar mengembalikan penanganan perkara dugaan korupsi Taufiqurahman, dikembalikan kepada pihak kejaksaan sebagai pihak yang pertama kali menangani perkara Taufiq, dan juga melarang KPK membuat putusan-putusan yang dapat merugikan Pemohon (Taufiqurahman).

“Penyidikan yang dilakukan termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan pemohon harus dihentikan,” kata Hakim Wayan saat membacakan putusan. Senin (6/3/2017) lalu.

Putusan hakim Tunggal, I Wayan Karya, tersebut dalam pertimbangan hukumnya menggunakan SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, yang sudah kadaluarsa, alias tidak berlaku lagi.

Yang dimaksut SKB adalah MoU antara Jaksa Agung, Basrie Arief, Kapolri Jendral Timur Pradopo dan Ketua KPK, Abraham Samad, yang ditandatangani pada 29 Maret 2012.

Memang dalam pasal 8 ayat 1 SKB disebutkan, yang pada pokoknya menyepakati bahwa apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal.

Hanya saja SKB yang dijadikan hakim sebagai pertimbangan hukumnya tersebut, adalah SKB yang sudah tidak berlaku lagi, alias kadaluarsa. Masa berlakunya SKB tersebut hanya empat tahun yaitu sejak tangal 29 Maret 2012 sampai 30 Maret 2016). Padahal SKB yang sudah tidak berlaku tidak bisa dijadikan dasar hokum dalam memutus perkara.

KPK menetapkan Taufiqurrahman, sebagai tersangka, pada 5 Desember 2016 lalu. dalam dua kasus yakni dugaan korupsi terkait dengan pelaksanaan sejumlah proyek di Kabupaten Nganjuk dan penerimaan gratifikasi atau hadiah.

Taufiqurrahman dijerat Pasal 12 Huruf i dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Untuk kasus dugaan korupsi proyek di Kabupaten Nganjuk, Taufiqurrahman diduga baik secara langsung maupun tidak, dengan sengaja dan turut serta dalam pemborongan, pengadaan dan penyewaan terkait dengan lima proyek yang dikerjakan Pemerintah Kabupaten Nganjuk sepanjang 2009. Kelima proyek itu adalah pembangunan jembatan Kedung Ingas, rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, rehabilitasi saluran pembuangan Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala jalan Ngangkrek ke Mblora.

Sedangkan untuk dugaan gratifikasi, Bupati Taufiqurrahman diduga telah menerima hadiah selama menjabat dua periode, yakni 2008-2013 dan 2013-2018.(Rurin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!