Korupsi Seragam Batik, Jaksa Lindungi Bupati Nganjuk ?

TERSANGKA : Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, bersama Istri Ita Taufiqurrahman

NGANJUK (nusantaraposonline.com)–Indikasi kejaksaan melindungi Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dalam kasus korupsi pengadaan seragam batik makin terang. Dalam pemeriksaan terdakwa Sunartoyo, jaksa penuntut umum (JPU) terkesan setengah hati menelusuri aliran uang ke Taufiq, panggilan Taufiqurrahman.

Kesan melindungi bupati yang kini menjadi tersangka di KPK itu tergambar ketika JPU mengajukan pertanyaan dalam pemeriksaan Sunartoyo. Nama tersebut merupakan salah satu terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan seragam batik di Pemkab Nganjuk. Direktur PT Delta Inti Sejahtera itu menjadi sutradara yang mengatur segala proses pengadaan seragam batik.

Dalam pemeriksaan terdakwa tersebut, JPU sebenarnya sempat menanyakan aliran dana yang pernah digelontorkan Sunartoyo selama pengadaan batik. Sayang, pertanyaan yang diajukan hanya setengah hati. Jawaban Sunartoyo yang nglambyar hanya ditelan mentah-mentah dan tidak dikejar.

Misalnya, ketika JPU mempertanyakan barang bukti rekaman telepon. Dalam rekaman itu, Sunartoyo mengakui bahwa bupati ikut menerima aliran uang. Rekaman telepon tersebut, salah satunya, berisi pembicaraan antara Sunartoyo dan guru spiritualnya yang disebut Gus Pur asal Mojokerto.

Dalam rekaman tersebut, Sunartoyo mengaku memberikan Rp 500 juta, tapi disamarkan untuk tim sukses calon bupati Ponorogo. Inilah kutipan percakapan tersebut: ’’Nggih (ya), memang itu saya bantu untuk bupati Rp 500 juta, tapi kulo slimuraken (saya samarkan, Red) untuk pilkada bupati Ponorogo dan wonten tulisane (ada tulisannya, Red) Nganjuk.’’

’’Apa maksud percakapan tersebut?’’ tanya jaksa Eko Baroto di pengadilan tipikor kemarin  Sunartoyo menjawab, uang tersebut diberikan kepada tim sukses bupati incumbent dalam pilkada Ponorogo.

Eko sempat bertanya lagi, siapa bupati Ponorogo yang dimaksud? Menurut Eko, saat itu tidak ada bupati incumbent dalam pilkada Ponorogo. Yang ada adalah Plt bupati. Pertanyaan jaksa itu dijawab seenaknya oleh Sunartoyo.

’’Iya, dari Pak Kiai seperti itu,’’ ucapnya. Sayang, meski jawaban tersebut tidak nyambung, JPU tidak mengejar lebih jauh.

Bukan hanya kepada Gus Pur, Sunartoyo pernah mengungkapkan hal yang sama kepada B. Tutik Arjuno. Percakapan telepon dengan B. Tutik Arjuno itu juga menjadi bukti dalam sidang.

Dalam rekaman itu, Sunartoyo juga mengaku memberikan Rp 500 juta kepada Taufiq. Berikut pernyataan Sunartoyo: ’’Wonten ketemon aliran dana ten bupati. Kulo wau mboten ngakoni. Kulo ngomong lek damel pilkada. Pancene bupatine nrimo (Ditemukan aliran dana kepada bupati. Saya tidak mengakui. Saya bilang kalau dipakai pilkada. Memang bupati menerima, Red).’’

Rekaman itu juga sempat ditanyakan JPU. Sunartoyo tetap mengaku, bupati yang dimaksud adalah bupati Ponorogo. Sayang, JPU cukup puas dengan jawaban tersebut meski tidak nyambung.

Sunartoyo diduga merupakan orang kepercayaan Taufiq yang sering menerima proyek yang bersumber dari APBD. Hal itulah yang terungkap dari rekaman pembicaraan antara Sunartoyo dan rekan perempuannya yang bernama Bunga Pan.

Kepada Bunga, Sunartoyo menyatakan, Taufiq bisa memberikan pekerjaan dalam setahun dengan nilai yang mencapai Rp 30 miliar. Dalam rekaman 13 Maret 2016, Sunartoyo juga sempat mengaku mengeluarkan Rp 12 juta untuk keperluan belanja Taufiq. Di antaranya, membelikan Taufiq celana jins di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya.

Dalam rekaman yang sama itu, Sunartoyo meyakinkan Bunga agar tidak khawatir dengan uang yang dikeluarkan untuk Taufiq. Sebab, Sunartoyo pernah mendapat cerita dari orang yang disebut ’’ibuke’’ bahwa dirinya sudah dianggap keluarga bupati. ’’Kabeh proyeke yo nggonanmu (semua proyeknya ya punyamu, Red). Sampek ngomong gitu,’’ ucap Sunartoyo kepada Bunga.

Hakim sempat kesal karena banyak pernyataan Sunartoyo yang bertentangan dengan BAP dan keterangan saksi lainnya. ’’Tobat Pak, tobat. Jujur. Itu yang menolong Anda sendiri. Ini kesempatan terakhir (untuk jujur, Red). Tepatnya malam ini (tadi malam, Red),’’ kata hakim Kusdarwanto.

Sunartoyo berusaha keras menghilangkan keterlibatan bupati. Salah satu keterangan yang cukup janggal, dia pernah memberikan uang kepada seluruh pimpinan forum pimpinan daerah. Tetapi, dia mengaku tidak pernah memberikan uang kepada Taufiq.

Tidak hanya mengingkari pemberian uang kepada Taufiq, Sunartoyo membantah bahwa dirinya meminjam bendera perusahaan lain untuk mendapatkan proyek pengadaan seragam batik.

Saat akan dimintai konfirmasi soal aliran uang kepada bupati setelah sidang, Sunartoyo emosional. ’’Anda kok ngeyel? Memang uang itu saya berikan kepada tim sukses bupati Ponorogo,’’ tegasnya.

Dalam dakwaan Masduqi terungkap, Sunartoyo memberikan Rp 500 juta kepada Taufiq. Jumlah itu jauh lebih besar daripada yang diberikan kepada Masduqi, Sekda Pemkab Nganjuk yang telah menjadi terdakwa.

Masduqi hanya menerima Rp 20 juta. Meski sama-sama disebut menerima aliran uang, nasib dua pejabat di Nganjuk itu berbeda. Masduqi sudah berstatus terdakwa, sedangkan Taufiq masih bebas. Bahkan, Taufiq tidak pernah sekali pun menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk maupun pengadilan tipikor. (war)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!