BANYUASIN (NusantaraPoaOnline.Com)-Baru beroperasi sekitar 5 bulan, lima unit Bus Rapid Transid (BRT) bekas (bus bekas), yang berasal dari bantuan Kementrian perhubungan (Kemenhub), yang melayani rute Kota Pangkalan Balai Kabupaten Banyuasin, menuju Terminal Alang-Alang Lebar Palembang, menghentikan operasi sejak Mei 2017 lalu.
Penghentian operasi tersebut, diduga akibat bobroknya perencanaan proyek pengadaan BRT, dan adanya indikasi korupsi yang dilakukan oleh pejabat Kemenhub RI.
Hernawan, warga Kabupaten Banyuasin, ia mengatakan lima BRT tersebut, adalah mobil bekas, milik Pemkan Banyuasin, yang berasal dari bantuan hibah Kemenhub RI. Tahun perakitan 2015, didatangkan dari Bandung, dengan kondisi bekas. Saat 5 BRT tersebut diterima Pemkab Banyuasin, plat nomor (Nopol) kendaraan sudah kuning dengan seri D (Bandung).
Menurutnya, Pemkab Banyuasin hanya menerima manfaat dari BRT tersebut. “Pemkab Banyuasin, cuma terima manfaat, sedangkan operasional BRT ini seluruhnya dikendalikan pihak Perum Damri. BRT tersebut mulai beroperasi pada pertengahan November 2016. Berhenti beroperasi sekitar Mei 2017. Sampai sekarang bus tersebut tidak beroperasi lagi di Kab Banyuasin.”kata Hernawan, kepada NusntaraPosOnline.Com.
“Saat dioperasikan 5 bus besebut , sering mogok. Kondisi badan Bus sudah rusak parah, kursi penumpang sudah banyak yang rusak, diganti pakai kursi plastik biasa, bukan kursi untuk bus. Dan sekarang 5 BRT bekas tersebut, sudah tidak terlihat lagi di Kab Banyuasin, mungkin oleh Kemenhub RI, bus tersebut dipindahkan lagi ke daerah lain.” Tambah Hernawan.
Menurut Koordinator, Lsm Aliansi rakyat anti korupsi, Safri nawawi, SH, dari pantauan kami, bahwa 5 bus bekas yang diterima oleh Kabupaten Banyuasin, adalah bus yang dibeli tahun 2015 oleh Kemenhub RI.
Tahun 2015 Kemenhub membeli 1025 BRT besar, namun bus tersebut banyak ditolak oleh daerah. Kemudian oleh Kemenhub, diserahkan ke PT Damri di Bandung, sebanyak 825 unit. Namun 825 BRT tersebut mangkrak. “Karena mangkrak, 5 BRT bekas tersebut ada yang diberikan ke Pemkab Banyuasin. Jadi ini proyek bobrok dari Kemenhub RI.” Terang Safri.
Proyek pembelian BRT tersebut, sangat dipaksakan oleh Kemenhub, pembelian bukan berdasarkan usulan dan kebutuhan daerah. “Pembelian BRT tersebut, dipaksakan oleh pejabat Kemenhub.yang hanya menguntungkan oknum-oknum pejabat dilingkungan Kemenhub dan rekanan. Bukan untuk kemakmuran rakyat. Bahkan ada dugaan kuat proyek tersebut hasil konfirasi pejabat kemenhub, dengan prusahan produsen Bus.” Ucap Safri.
Seperti kita ketahui bersama, tahun 2015 lalu, Kemenhub, melalui Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan (BSTP), Dirjen perhubungan darat (Dirjen PHD), meluncurkan program pengadaan 3.000 unit BRT untuk periode 2015-2019. Proyek tersebut dibiayai dari APBN, yang bersumber dari alokasi anggaran hasil penghematan subsidi BBM.
Menurut rencana pengadaan tahap awal dilakukan tahun 2015 sebanyak 1000 unit BRT ukuran besar, tahap kedua sebanyak 500 unit tahun 2016, tahap tiga tahun 2017 sebanyak 500 unit, tahap empat tahun 2018 sebanyak 500 unit, dan tahap akhir tahun 2019.
Namun rencana tersebut ternyata berubah, tahap awal tahun 2015, Kemenhub malah membeli 1.020 unit BRT ukuran besar. Melalui proses lelang e-catalog, dimenangkan tujuh perusahaan karoseri, sebagai berikut : (1) Karoseri laksana 350 unit BRT, (2). Rahayu Santosa 200 unit, (3). Tenterem 150 unit BRT, (4) New Armada 100 unit BRT, (5). Tri Sakti 100 unit BRT, (6). Restu Ibu Pusaka 50 unit BRT, dan (7). Piala Mas 50 unit BRT.
Namun baru pengadaan tahap awal sebayak 1025 unit BRT tersebut sudah bermasalah, mulai dari adanya penolakan bantuan BRT, ada juga daerah yang menerima bantuan BRT karena terpaksa lantaran sudah terlanjur diberi bantuan sampai sekarang BRT mangkrak. Ada juga Daerah penerima bantuan yang memaksakan mengoperasikan BRT tanpa didukung dengan kondisi jalan, dan fasilitas kelengkapan halte yang memadai.
Dan pengadaan tahap awal, seharusnya BRT dibagikan kepada kota-kota di seluruh Indonesia, tidak termasuk Jakarta dan Bandung. Tapi kenyataanya, 1025 unit BRT besar, tersebut malah dibagikan ke : Jagotabek 600 unit BRT, ke PT Damri 825 unit BRT, yang kini mangkrak dimana-mana. Sedangkan yang 200 unit BRT, diberikan ke 8 daerah, yaitu Aceh, Lampung, Kota Pekan Baru, Kota Batam, Kota Palembang, Kota Semarang, dan Kota Sorong.
“Lima unit BRT bekas, plat nomer polisi D, yang diberikan ke Kab Banyuasin, tersebut, adalah BRT yang dibeli tahun 2015 oleh Kemenhub, diserahkan kepada Perum DAMRI Bandung, tahun 2015 lalu. Karena mangkrak di Bandung, lalu oleh Kemenhub, pada bulan 10 lalu, dialihkan ke Kab Banyuasin. Dipaksakan dioperasikan dibanyuasin hanya sekitar lima bulan. Sudah mangkrak lagi. Kini 5 bus, bekas tersebut dipindah lagi kedaerah lain” Tegas Safri.
Kondisi 5 unit BRT bekas, yang diterima Kab Banyuasin, tersebut. Kondisinya sudah memprihatinkan, kondisi badan mobil sudah banyak yang rusak, tempat duduk penumpang sudah rusak, dan sudah dirubah, sehingga jauh dibawah standar keamanan penumpang. Bahkan kursi penumpang sudah banyak yang diganti dengan kursi plastik biasa, yang seharusnya bukan untuk kursi BRT.
“Satu unit BRT ukuran besar, harganya kisaran Rp 1,4 milyar, perunit (tidak termasuk ongkos kirim). Jadi kalau dikalikan 3000 BRT x Rp 1,4 milyar = Rp 4,2 triliun, uang Negara hanya dihambur-hamburkan oleh Kemenhub.Waktu pengadaan tahap awal, para pejabat Kemenhub, berkoar-koar sosialisasi, pidato dimana-mana, tentang program pembelian BRT 3000 unit. Namun setelah pengadaan tahap dua tahun 2016, dan tiga tahun 2017, pihak Kemenhub sangat tertutup dari akses pablik. Pengadaan dilanjutkan dengan sembunyi-sembunyi” Terang Safri.
Ironisnya meski 1020 BRT tahun 2015, masih mangkrak dimana-mana, tahun anggaran 2016 Kemenhub kembali, membeli 500 unit BRT, dan tahun 2017 ini pengadaan bus masih dilanjutkan oleh Kemenhub. Bus yang dibeli tahun 2016 dan 2017 ini menambah daftar panjang bus bantuan Kemenhub, yang mangkrak. Ini semua bisa terjadi bukti buruknya pengawasan internal Kemenhub RI.
Jadi kalau proyek 3000 BRT tersebut, betul-betul usulan dari daerah, tidak mungkin BRT yang sudah dibeli mangkrak dimana-mana. Jadi secara structural yang harus bertanggung jawab adalah, pejabat Kemenhub dibawah ini :
- Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, DR. Ir, Djoko sasono, MSc (2014 – 2015) Saat ini Djoko sasono, sedang menjabat sebagai Staf ahli Bidang logistic, multimoda dan keselamatan perhubungan, Kemenhub RI.
- Direktur BSTP Ir. Juju Endah Wahjuningrum, MT (2015 -2016), Saat ini Juju Endah Wahjuningrum, menjabat basah yaitu Direktur prasarana perhubungan darat.
- Kabag perencanaan Setditjen Perhubungan Darat, Ir Djamal subastian, MSc
- Kasubdit Angkutan Perkotaan DIT. BSTP,
- Kasubdit Jaringan Transportasi Perkotaan DIT. BSTP.
- Direktorat Angkutan dan Multimoda, Cucu Mulyana (menjabat 2016 – sampai sekarang)
Jadi secara structural, pejabat-pejabat yang menduduki jabatan tersebut diataslah yang harus betangung jawab atas proyek 3000 BRT. (Rin/yan)
Inilah para pejabat Kemenhub RI, yang harus bertanggung jawab, atas bobroknya proyek pengadaan 3000 unit BRT, untuk preode 2015 – 2019.