Lsm Arak Sebut Putusan Gugatan Praperadilan Bupati Nganjuk Sesat Dan Menyesatkan

PRAPERADILAN : Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jombang Ita Triwibawati (istri Taufiqurahman) dalam suatu acara.

JAKARTA (NusantaraPosOnline.Com) – Kecewa dengan putusan hakim yang memenangkan  Gugatan Praperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman. Lsm Aliansi Rakyat anti korupsi (Lsm Arak) menuding Hakim PN Jakarta Selatan, I Wayan Karya, memberikan putusan sesat dan menyesatkan,  pada sidang putusan pra peradilan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari 2017.

Menurut Kordinator Lsm Arak, Safri Nawawi, SH, putusan yang dibacakan Hakim Pra Peradilan, tidak objektif dengan alasan, karena I Wayan Karya, menggunakan dasar hukum yang telah daluarsa demi membela kepentingan hukum tersangka koruptor.

Hakin, menggunakan dasar hukum yang sudah daluarsa, yaitu Surat keputusan bersama (SKB) atau MoU antara Jaksa Agung, Basrie Arief, Kapolri Jendral Timur Pradopo dan Ketua KPK, Abraham Samad, yang ditandatangani pada 29 Maret 2012. Padahal SKB yang dijadikan hakim sebagai pertimbangan hukumnya tersebut, masa berlakunya SKB tersebut hanya empat tahun, dan hal itu disebut tegas dalam Pasal 30 SKB tersebut, yang artinya sudah daluarsa, sejak 30 Maret 2016.

“SKB tersebut berlaku 4 tahun, ditandatangani dan diberlakukan mulai 29 Maret 2012, dan akhir berlaku 30 Maret 2016.  Tapi oleh hakim I Wayan Karya, dijadikan pertimbangan hokum untuk memenangkan gugatan paraperadilan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman. Ini jelas-jelah putusan yang sesat dan menyesatkan. Kami berharap KPK tidak tunduk dan patuh terhadap putusan sesat tersebut. Dan bila perlu segera menahan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman.” Kata Safri.

Ini sugguh persidangan dan keputusan PN yang memalukan, yang dipertontonkan oleh hakim PN Jakarta Selatan. Hal ini akan membuat masyarakat muak dan menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan pada dunia peradilan.

“Rakyat indonesia harus memastikan hakim  Wayan Karya tidak lagi berada di dunia peradilan Indonesia. Dia sudah daluarsa, kita tidak butuh hakim seperti dia,” Tegas Safri.

Sebagaimana diketahui, hakim tunggal, I Wayan Karya mengabulkan permohonan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, yang keberatan atas pengambilalihan penangana kasusnya oleh KPK dari Kejaksaan Negeri Nganjuk.

“Penyidikan yang dilakukan Termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan Pemohon (Taufiqurahman) harus dihentikan,” kata Hakim Wayan saat membacakan putusan, di PN Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari 2017.

Putusan tersebut dibuat Wayan dengan menjadikan Pasal 8 SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Kejaksaan Agung-Polri-KPK tanggal 29 Maret 2016 sebagai dasar hukumnya, yang pada pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa, apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal.

Dan perkara korupsi Taufiq, awalnya memang ditangani Kejaksaan Negeri Nganjuk, namun karena tidak ada progres, dan status Taufiq tetap sebagai saksi, maka kemudian diambil alih KPK, dan KPK pun menetapkan Taufiq sebagai tersangka pada 5 Desember 2016.

Persoalanya adalah, SKB tersebut masa berlakunya hanyalah empat tahun, dan hal itu secara jelas dan tegas dinyatakan dalam Pasal 30 ayat (1) SKB tersebut. Artinya, sejak tanggal 30 Maret 2016 SKB tersebut telah tidak berlaku.

Menurut teori perundang-undangan, sebuah UU atau peraturan dinyatakan tidak lagi berlaku apabila, dicabut, ditentukan waktunya, dan telah tercapainya tujuan dari UU dan peraturan tersebut.

Menurut Safri, Secara formil, sudah cukup kelas pada  Pasal 30 ayat (1) SKB tersebut,  tertulis dengan jelas, berlakuanya hanya SKB itu hanya empat tahun. Maka sejak tanggal 30 Maret 2016, SKB itu absolutely, sudah tidak berlaku. Sedangkan KPK, secara resmi baru menyatakan Bupati Nganjuk sebagai tersangka pada tanggal 5 Desember 2016. Jadi apa yang salah. Lalu, apa kepentingan dia (I Wayan Karya) memenangkan gugatan Taufiqurahman??

Menurur Safri, I Wayan Karya, layak dicurigai menerima imbala, atas putusan tersebut. Dan kepentingan hukum bagi Wayan sebagai hakim, jika kasus korupsi Taufiqurahman diperiksa kejaksaan atau ditangani KPK.

“Kasus Taufiqurahman, sejak ditangani Kejaksaan Negri Nganjuk, Jalan ditempat. Lalu untuk apa Hakim I Wayan Karya, nekat mengunakan SKB yang sudah tidak berlaku, untuk melayani kepentingan tersangka korupsi. Ini jelas putusan yang sesat dan menyesatkan. Kami berharap Komisi Yudisial,  segera memeriksa secara terbuka I Wayan Karya. Agar pablik tidak disuguhi dengan sirkus penegakah hukum yang bobrok.” Tegas Safri.

Untuk diketahui, Taufiqurrahman ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 6 Desember tahun lalu. Dia adalah Bupati Nganjuk dua periode yang menjabat pada 2008-2013 dan 2013-2018. Ia terjerat kasus di lima proyek yang terjadi pada 2009.

Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan Jembatan Kedung Ingas, proyek rehabilitasi saluran Melilir Nganjuk, proyek perbaikan jalan Sukomoro sampai Kecubung, proyek rehabilitasi saluran Ganggang Malang, dan proyek pemeliharaan berkala Jalan Ngangkrek ke Blora di Kabupaten Nganjuk.

Taufiqurrahman disangkakan dua pasal, yaitu pasal penyalahgunaan wewenang dan pasal penerimaan gratifikasi. Ia dinyatakan turut serta dalam proyek pemborongan dalam lima proyek tersebut.

Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan Pasal 12B UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Taufiqurrahman belum menyandang status tersangka dalam penanganan kasus oleh Kejaksaan Negeri Nganjuk. (*)

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!