Pedoman Implementasi UU ITE Tak Selesaikan Masalah, Perlu Segera Dilakukan Revisi UU ITE

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Menkominfo Johnny G Plate, menandatangani SKB Pedoman Kriteria Implementasi UU ITE. Rabu (23/6/2021).

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE menegaskan bahwa pedoman implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak menyelesaikan masalah. 

Koalisi menilai, masih terdapat permasalahan dalam implementasi UU ITE yang tidak dapat diselesaikan dengan pedoman.

Mereka menyebut Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (UU ITE) telah ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepala Kepolisian RI, Serta resmi berlaku pada hari Rabu, tanggal 23 Juni 2021.

Yang menjadi salah pokok permasalahannya adalah, ada ketidakjelasan atau kekaburan norma hukum yang tercantum dari pasal-pasal yang selama ini lebih sering digunakan penguasa untuk mengkriminalisasi warga negara

Dan karenanya melanggar UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Tak hanya itu, Koalisi juga menyayangkan bahwa draft SKB tersebut belum pernah dibuka ke publik. Sehingga, minim partisipasi publik dan menunjukan proses penyusunan tidak terbuka serta tidak partisipatif.

“Padahal, partisipasi publik yang bermakna, efektif dan inklusif merupakan bagian yang sangat penting dalam penghormatan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM). Kemudian, tidak bisa hanya bersifat formal, akan tetapi harus berkelanjutan dan memasukan opini serta kekhawatiran masyarakat dalam setiap keputusan.” Kata Damar Juniarto perwakilan koalisi, dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (25/6/2021).

Koalisi juga mengingatkan, bahwa pedoman adalah bentuk penegasan bahwa UU ITE penuh masalah dan ini tidak boleh dianggap sebagai proses pengganti revisi UU ITE, penerbitan pedoman ini harus dianggap sebagai aturan transisi sebelum adanya revisi UU ITE.

Kualisi mendesak agar praktek pembuatan pedoman untuk menjawab revisi sebuah Undang-Undang bermasalah tidak menjadi kebiasaan di Indonesia. “Pemerintah harus tetap berkomitmen untuk merevisi UU ITE. Sesuai dengan amanat Pasal 28 J UUD 1945 yang menegaskan bahwa Pembatasan HAM haruslah oleh Undang-Undang.” Ujarnya.

Atas dasar hal tersebut, Koalisi juga mendesak pemerintah untuk tetap memprioritaskan dan menjaga komitmen Revisi UU ITE. Salah satu langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah adalah segera melakukan pengajuan revisi dan pembahasan dengan DPR RI.

“Koalisi itu juga mendorong pemerintah untuk lebih terbuka dan partisipatif dalam proses penyusunan revisi UU ITE, dengan sungguh-sungguh melibatkan masyarakat terdampak regulasi.” Tegasnya.

Mereka juga mengingatkan bahwa proses regulasi UU ETE atau merevisi UU ITE juga dapat memakan waktu yang lumayan panjang. Oleh karena itu, moratorium kasus UU ITE menjadi penting untuk pemerintah dan dalam hal ini untuk tidak memproses kasus-kasus yang berhubungan dengan pasal-pasal karet tersebut.

Lanjutnya, pemerintah juga dapat mengentikan semua proses yang sedang berlangsung, apa lagi negara tahu dan mengerti bahwa adanya pasal-pasal karet UU ITE yang bermasalah dan dapat melanggar hak kebebasan berpendapat dan berkespresi.

“Selain itu, perlu memulihkan korban yang sudah terbukti dijerat pasal-pasal karet UU ITE adalah sebuah bentuk hak asasi yang harus dipenuhi dan dilakukan oleh negara, sesuai dengan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang juga sudah diratifikasi oleh Indonesia” Pungkas Damar Juniarto.

Sebagai informasi, anggota yang tergabung dalam Koalisi Serius Revisi UU ITE ini antara lain Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), ELSAM, Greenpeace Indonesia, Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), ICJR, ICW, IJRS, Imparsial, Koalisi Perempuan Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, KontraS, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers Jakarta, LeIP, Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), PBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), PUSKAPA UI, Remotivi, Rumah Cemara, dfan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). (Bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!