JAKARTA- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, berharap agara pemerintah lebih serius dalam membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, bersama-sama dengan DPR.
“Kita harus serius melakukan pembahasan Perppu ini, agar jangan sampai ada anggapan Pemerintah menjadi otoriter,” kata Mardani Ali Sera dalam rilis, Sabtu (7/10/2017)
Menurut dia, Perppu Ormas memiliki landasan yang lemah sehingga pemerintah perlu lebih serius dalam membahasnya dengan DPR, karena berkaitan dengan masyarakat luas.
Mardani juga berpendapat bahwa UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) sebelum ada Perppu lebih maju dalam mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Paradigma Perppu Ormas sekarang ini seyogyanya seperti ketika mengelola negara pada zaman Orde Baru,” ujarnya.
Ia berpendapat selain Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Komunikasi dan Informasi, lembaga lainnya yang juga perlu diundang untuk dilibatkan dalam pembahasan ini adalah Kementerian Agama, TNI dan Polri.
Sebagaimana diwartakan, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan dinamika pembahasan Perppu Ormas bisa berubah setiap saat, sehingga dirinya tidak bisa memastikan apakah diterima atau ditolak.
“Saya tidak berani memastikan apakah Perppu disetujui atau tidak, kalau pemerintah sudah berani memutuskan optimis ya itu menjadi hal yang luar biasa karena perkembangan politik setiap saat berubah,” kata Taufik di Jakarta, Selasa (3/10) lalu.
Menurut dia, semua pihak berharap pembahasan Perppu berjalan dengan baik sehingga jangan sampai menimbulkan isu-isu yang membuat masyarakat lelah.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Jateng, Profesor Suteki, menilai ketentuan pidana dalam Perppu Ormas perlu dikritisi lebih lanjut.
“Dalam Pasal 82A ayat (2) Perppu Ormas ditentukan sanksi pidana penjara seumur hidup atau sanksi pidana minimum berupa pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal dua puluh tahun, ini perlu dikritisi,” kata Suteki di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (2/10) lalu.
Suteki kemudian mempertanyakan ancaman hukuman pidana dalam Perppu Ormas, yang menurut dia tidak sesuai dengan maksud Pasal 28 E UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat secara lisan maupun tertulis.