Proses Hukum Mandek, KPK Diminta Ambil Alih Kasus Jembatan Rp 42 Milyar

PROSES HUKUM MANDEK : Jembatan dan Jalan Pulorejo-Blooto (Rejoto), milik dinas Pekerjaan Umum Kota Mojokerto. Nampak pada gambar, jembatan tidak dipasang Buk sandaran

MOJOKERTO, NUSANTARAPOSONLINE.com-Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Jawa Jawa Timur meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi proyek Pembanguan Jembatan dan Jalan Pulorejo-Blooto (Rejoto), milik dinas Pekerjaan Umum Kota Mojokerto.

Hal ini muncul setelah, penanganan kasus proyek Pembanguan Jembatan dan Jalan Pulorejo — Blooto (Rejoto), yang ditangani kejaksaan negeri Mojokerto, jalan ditempat.

Koordinator Lsm Arak, Safri nawawi, kasus dugaan korupsi  pada proyek Jembatan dan Jalan Pulorejo — Blooto (Rejoto), pada awal 2017 lalu pihak Kejaksaan setempat, sudah menelusuri kasus ini. Namun sampai sekarang tidak jelas tindak lanjutnya. Sementara masyarakat, saat ini menunggu-nunggu hasil kinerja Kejaksaan dalam pengusutan kasus tersebut.

“Penanganan kasus ini oleh kejaksaan terkesan madek, kami tidak paham apa yang menjadi kendala Kejaksaan dalam mengusut kasus ini. Kami sangat kecewa karena proses hukum kasus ini jalan ditempat. Oleh karena itu, kami meminta Komisi pemberantasan korupsi, mengambil alih penanganan kasus ini.”  Ucap Safri.

Ia juga menjelaskan, indikasi penyimpangan pada proyek tersebut. Kami menduga ada praktek mark-up anggaran pada proyek tersebut. dan juga ada permainan pada saat proses pelelangan. Indikasi penyimpangan ini berpotensi merugikan keuangan Negara. Indikasi penyimpangan juga bisa terlihat dari adanya selisih yang cukup besar, antara harga penawaran pemenang lelang. dan penawaran terendah.

Misalnya pada saat pelelangan bulan Desember 2015 lalu. Proyek Pembanguan Jembatan dan Jalan Pulorejo — Blooto (Rejoto) tahap II, besar HPS Rp 41.887.376.000, ada 6 perusahaan yang mengajukan penawaran yaitu : (1) PT Lingkar persada penawaran Rp 33.397.317.000, (2). PT Yatchs barokah, penawaran Rp  36.561.496.000, (3). Mina fajar abadi penawaran Rp 38.183.856.000, (4). PT Brahmakerta adiwira, penawaran Rp 40.204.142.000, (5). PT Tangga batujaya abadi, penawaran Rp  40.421.000.000, dan (6). PT Logo nusantara penawaran Rp 40.560.500.000.

Yang ditetapkan sebagai pemenang yakni PT Brahmakerta adiwira (PT BA), yang mengajukan penawaran tertinggi urutan ke empat, dengan nilai penawaran Rp 40.204.142.000. Sementara tiga perusahaan yang menawar dibawah PT BA, dinyatakan kalah dengan alasan-alasan yang klasik. Selisih penawaran PT BA selaku pemenang, dengan perusahean yang menawar dibawahnya terdapat selisih cukup besar yaitu selisih Rp 6.806.825.000. “Sehingga ada potensi kerugian Negara hampir Rp 6.806.825.000, kami mendapat kabar dari beberapa kontraktor, bahwa proyek tersebut ada pengondisian atau pengaturan siasat untuk memenangkan PT BA. Oleh karena itu, aparat penegak hukum, harus melakukan pengusutan kasus ini.” Terang Safri.

Dari pantauan kami (Lsm Arak) dilapangan pengerjaan proyek tersebut amburadulnya, misalnya dipangkal jembatan seharusnya dipasang Buk sandaran, sebagai pengaman agar orang maupun kendaraan yang melintas di jembatan.  Namun dijembatan tersebut tidak dipasang Buk sandaran. Besi-besi yang dipasang pada kanan kiri sandaran jembatan sudah banyak yang lepas, dan patah, sehingga sandaran jembatan terlihat amburadul. Saluran air yang ada di jalan tidak berfungsi, air hujan mengalir melalui badan jalan.

Bukan hanya itu, pada pekerjaan jalan yang panjangnya sekitar 1 Km, berkualitas buruk, aspal jalan sudah bergelombang. Hal itu sangat terlihat saat hujan turun air hujan mengalir ditengah-tengah badan jalan, tidak mengalir melalui saluran air, dan bahu jalan. “Kalau jalan tersebut berkualitas baik, air hujan pasti akan mengali melalui tepi jalan, atau bahu jalan. tapi ini yang terjadi boro-boro air akan mengalir kesaluran air, mengalir kearah bahu jalan saja tidak. Malah air hujan mengalir melalui tengah badan jalan. Artinya badan jalan aspal itu yang menjadi saluran air, akabat kualitas badan jalan buruk.” Kata Safri.

Amburadul juga terlihat pada trotoar yang berada di jalan, dan trotoar jembatan, trotoar tidak tertutup rapi, bahkan bak control air yang ada ditrotoar tidak ditutup. “Jadi pengerjaan jembatan tersebut amburadul. Anehnya meski amburadul, kontraktor dibiarkan mengerjakan proyek ini secara asal-asalan oleh Pemkot Mojokerto. Ada apa dengan Pemkot Mojokerto, yang melakukan pembiaran ? semua  pihak termasuk Dewan, dan penegak hukum di Mojokerto, semua diam.” Kata mantan aktifis PRD tersebut.

Masih menurut Safri, dari catatan kami untuk membangun proyek tersebut dalam rencana umum pengadaan (RUP) pembangunan jembatan jalan Pulorejo – Bluto,  Pemkot mojokerto, tahun 2014 lalu pernah menganggarkan dalam RUP sebesar Rp 24.870.929.000, pada RUP tahun 2015 diangarkan lagi sebesar 44.247.000.000, dan pada RUP tahun 2016 dianagarkan Rp 42.000.000.000. “Sejauh ini kami masih menelusuri, realisasi anggaran yang pernah diangarkan dalam RUP tahun 2014 – 2016. Karena kalau memang anggaran yang ada dalam RUP tersebut betul-betul diangarkan dalam APBD Kota Mojokerto, lalu dikemanakan uang sebanyak itu.” Tegas Safri.

Saat dimintai konfermasi dikantornya kepala Dinas Pekerjaan umum (Sekarang jadi PU dan Penataan Ruang) Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto. sedang tidak ada ditempat, karena sedang ditahan oleh Komisi pemberantasan korupsi. Wiwiet pun kini sudah berstatus terdakwa.

Sebagai informasi pengerjaan Proyek Jembatan Pulorejo-Blooto (Rejoto) tahap II tersebut, pernah  terhenti. Karena jembatan mengalami ambruk pada saat pengerjaan dilakukan, pada hari Jumat 11 Nopember 2016 lalu.

Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang, Wiwiet Febryanto, ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat malam, 16 Juni 2017 hingga Sabtu dini hari lalu. Karena diduga telah melakukan penyuapan (menyuap) Tiga Pimpinan DPRD Kota Mojokerto, yakni Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Wakil Ketua DPRD Umar Faruq dari Partai Amanat Nasional (PAN). Dan Wakil Ketua DPRD Abdullah Fanani dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Total uang suap yang diamankan penyidik KPK pada saat OTT Rp 470 Juta (16/6/2017).

Diduga uang senilai Rp 300 juta adalah pembayaran atas total komitmen fee senilai Rp 500 juta.

Sementara Rp 170 juta sisanya diduga terkait komitmen setoran triwulan yang telah disepakati sebelumnya.

Uang pelicin itu diduga diperuntukan agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai Rp 13 Miliar. Sekarang Wiwiet Febryanto, dan tiga pimpinan DPRD Kota Mojokerto, sudah menjadi terdakwa, dalam kasus Suap. (Rin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!