JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Jawa timur, mempertanyakan kinerja Kejaksaan tinggi (Kejati) Jawa timur. Pasalnya lembaga tersebut dituding tutup mata terhadap kasus penyimpangan proyek pengendalian banjir kali gunting, yang menyedot APBN 2016 – 2018 sebesar Rp 130.003.759.000.
“Jangan salahkan rakyat, kalau mereka apatis dan tidak percaya terhadap keseriusan Kejati Jatim terhadap pemberantasan Korupsi, di wilayah hukum lembaga tersebut. Misalnya pada kasus penyimpangan proyek pengendalian Banjir Kali Gunting, di Jombang, yang jelas-jelas terjadi penyimpangan, namun Kejati Jatim, tidak bertindak tegas. Bahkan terkesan tutup mata.” Kata Safri. Jum’at (12/1/2018).
Menurutnya, kami sangat kecewa atas sikap Kejati, Jatim yang terkesan tutup mata terhadap kasus tersebut. Karena kasus tersebut sudah kami publikasikan kepablik, baik melalui media cetak maupun media online. dan itu kami kirim ke Kejati Jatim.
“Jadi sangat tidak mungkin kalau mereka tidak mengetahui, atau pihak Kejati memang pura-pura tidak tahu. Apalagi proyek tersebut berada dibawah pengawalan dan pengamanan tim TP4D (Tim Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pemerintah Daerah) Kejati Jatim.” Ujar Safri.
Menurutnya, kalau kasus proyek pengendalian banjir kali Gunting, tersebut tidak segera ditangani oleh pihak Kejati, Kami bakalan melaporkan Kajati Jatim, dan asisten Pidana Khusus, ke Kejaksaan agung (Kejagung). Kata Safri.
Proyek pengendalian banjir kali gunting, adalah milik Kantor Balai besar wilayah sungai (BBWS) Brantas. Dibiayai dari APBN 2016 – 2018, dengan nilai pagu dan HPS sebesar Rp 131.003.759.000. dikerjakan oleh PT. Brantas Abipraya (Persero), Jo PT Tirta restu ayunda, dengan nilai kontrak Rp 124.165.315.000 (mendekati HPS Masa pengerjaan 720 hari kalender, mulai dikerjakan pada akhir tahun 2016, sampai saat ini proyek sedang dalam pengerjaan).
Diberitakan sebelumnya, hasil temuan Lsm Arak, menyebutkan penyimpangan, pekerjaan dilapangan, yaitu pada pekerjaan pembuatan Parapet, seharusnya mengunakan cor beton manual atau ready mix mutu K-175, tapi kenyataan beton yang digelar untuk parapet tersebut, jauh dibawah K-175. Yang lebih parah lagi cara mengaduk semen hampir semuanya mengunakan mesin molen.
Dugaan Parapet, tersebut tidak sesuai spesifikasi, muncul dari hasil pemantauan Lsm Arak, saat pengerjaan pengecoran Parapet yang mengunakan mesin molen. Komposisi campuran material (split, pasir, semen, dan air) dibawah takeran (ukuran) mutu K-175. Karena adanya pengurangan atau pencurian bahan material semen.
Dari hitungan Lsm Arak, setiap 12 meter (per 12 meter) Parapet, yang tingginya 100 Cm, diduga ada pencurian atau pengurangan 12 Zak semen kemasan 40 Kg. Sedangkan parapet yang tingginya 150 Cm, ada pengurangan sekitar 16 zak semen kemasan 40 Kg, dan untuk parapet yang tingginya 200 Cm, ada dugaan pengurangan sekitar 22 zak semen kemasan 40 Kg.
Jadi tinggal dihitung, berapa panjang dan ketinggian Parapet yang dibangun. Semakin panjang dan tinggi parapet yang dibangun, semakin banyak pengurangan campuran semen. Pengurangan semen pasti akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas mutu beton Parapet.
Hal itu bisa kita buktikan secara kasap mata dilapangan, secara kuantitas hasil pekerjaan Parapet, yang sudah selesai dikerjakan berkualitas sangat buruk, bentuk Parapet tersebut, banyak yang bengkok-bengkok, kayak ular. Secara kwalitas juga sangat buruk, permukaan Beton Parapet, banyak yang berlubang mirip sarang semut, rontok, dan retak-retak. Hal tersebut, disebabkan karena buruknya mutu atau kualitas beton Parapet, sehingga terpaksa harus diplester atau di aci. Agar permukaan Parapet terlihat agak mulus.
Proyek tersebut bukan hanya bobrok dalam pelaksanaanya. Tapi sejak dalam kandungan (perencanaan) BBWS Brantas, proyek itu sudah cacat. Kuat dugaan adanya praktek Mark-up anggaran pada proyek ini. untuk membuktikan dugaan mark-up, tersebut bisa dilihat dari hasil pekerjaan dilapangan. Anggaran besar pekerjaan sepele.
Secara kuantitas hasil pekerjaan Parapet, yang sudah selesai dikerjakan tersebut sangat buruk, bentuk Parapet tersebut, banyak yang bengkok-bengkok, kayak ular. Secara kwalitas juga sangat buruk, permukaan beton Parapet, banyak yang berlubang mirip sangkar semut, pretel, dan retak-retak.
Karena buruknya kualitas beton Parapet, sehingga parapet terpaksa harus diplester atau di aci. Agar permukaan beton terlihat agak mulus.
Yang lebih parah lagi metode pengerjaan parapet, yang seharusnya saat pengecoran berlangsung harus dilakukan pemadatan campuran beton dengan Vibrator hingga pengecoran selesai. Tapi kenyataannya pemadatan cor cuman mengunakan potongan bambu.
Jadi pekerjaan parapet tersebut sudah dicuri (dikurangi) campuran semenya. Metode pengerjaanya parapet juga tidak sesuai dokumen kontrak. Proyek bernilai Rp 136,989 milyar, pemadatan cor mengunakan potongan bambu. Ini namanya pengerjaan asal-asalan. (ris/wahy)