Daerah  

Dugaan Korupsi Jalan Muratara Sumsel Rp 72,304 Milyar, Lsm Arak : Kejati Sumsel Sontoloyo

PASILITA MEWAH : Kantor Kejati Sumsel, Jl. Gubernur HA. Bastari, Jakabaring Kota Palembang, Sumatera Selatan. Pasilitas gedung mewah tapi kerjanya kendor.

PALEMBANG (NusantaraPosOnline.Com)-Kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra selatan, dinilai sontoloyo, pasalnya lembaga penegak hukum tersebut, dituding tidak serius dalam melakukan pemberantasan korupsi di wilayah hukum mereka.

“Kasus dugaan korupsi ada diwilayah hukum mereka atau di jidat mereka, masak Kejati akan menangani kasus tersebut, menunggu perintah dari Kejaksaan Agung. Padahal masyarakat Sumatra selatan sudah seringkali mendesak Kejati Sumsel, untuk segera mengusut Kasus dugaan korupsi pada pekerjaan Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara (Muratara) Prov Sumsel”. Kata Safri Nawawi, SH, Koordinator Lsm Alinsi rakyat anti korupsi (Lsm Arak). Jumat (20/1/2017).

Kasus dugaan korupsi pada proyek Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara. Sumatera Selatan (Sumsel) yang dibiayai dari APBD Kabupaten Musirawas utara tahun 2014 – 2015 sebesar Rp 23.304.621.000, dari APBN P tahun 2015 sebesar Rp 49 Milyar. “Pelaksanan proyek ini dari temuan tim kami yang berada di daerah tersebut, banyak terjadi indikasi penyimpangan. Beberapa kali tim kami yang ada didaerah mendatangi Kantor Kejati Sumsel. Tapi laporan itu diangap kentut oleh Pihak Kejati, buktinya sampai hari ini kasus tersebut tidak tersentuh oleh Kejati.” Ujar Safri.

Karena jengkel dengan kinerja Kejati Sumsel, beberapa Lsm setempat, melaporkan kasus Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara, tersebut ke Kejaksaan Agung. Bahkan Kamis (19/05/2016) silam, masyarakan pernah menggelar aksi demo di halaman kantor Kejati Sumsel, Jl. Gubernur A. Bastari Jakabaring Palembang. Saat beberapa Lsm berdemo disana dengan entengnya Jaksa bernama Adi Tyogunawan, SH, MH, dan Oktafiansyah Efendi, SH mengatakan akan menyampaikannya ke Kejaksaan Agung. Karena laporannya ke Kejaksaan Agung, kami menunggu perintah dari Kejaksaan Agung. Terang Safri.

“Seharusnya Kajati malu, dengan masyarakat Sumsel, bagaimana masyarakat akan percaya dengan Kejati Sumsel. Sampai hari ini kasus tersebut, juga tidak jelas jluntrungnya. Kasus itu sampai karatan, tapi Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara Pelebaran Jalan Nasional Musi Rawas Utara masih jalan ditempat. Ini kinerja Kejati Sumsel benar-benar sontoloyo. Jaksa bisa dibayar untuk bekerja, jangan cuman tidur saja.” Kata Safri.
Safri juga menjelaskan, tentang temuan indikasi penyimpangan pada proyek yang dibiayai dari APBD 2014-2015 Kabupaten Musirawas utara, dan APBN 2015 sebesar Rp 72.304.621.000.

Pada paket pekerjaan proyek pelebaran jalan nasional Musirawas utara (Muratara) tahun 2015, dibawah penanganan Pejabat pembuat komitmen (PPK) 9 Lubuk Linggau – Muara Beliti – Tebing Tinggi Lahat, Kantor Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Sumsel. Dikerjakan oleh PT. Feco Konstruksi Utama (PT FKU) dengan Nilai Kontrak sebesar Rp 49.002.127.000, waktu Pelaksanaan 168 hari. Pada pelaksanaan dilapangan dilaksanakan tidak sesuai Rencana Anggaran belanja (RAB) yang sudah ditanda tangani dalam kontrak. Misalnya pada pekerjaan saluran drainase sepanjang 2.890,30 meter, berupa pengadaan dan pemasangan U-Ditch fabrikasi tipe DS 8. Seharusnya yang dipasang pada drainase mengunakan U-Ditch buatan pabrik, tapi kenyataan dilapangan dilakukan pengecoran ditempat, oleh PT FKU.

Kalau dibandingkan Harga U-Ditch fabrikasi, jauh lebih mahal dibanding pengecoran ditempat (buat sendiri). Harga U-Ditch buatan pabrik, bisa lebih mahal 50 persen lebih. “Didalam RAB untuk pekerjaan pengadaan U-Ditch dianggarkan Rp 4.605.366.561,71, harga satuan Rp 1.593.387 (harga U-Ditch perbiji). Jadi ada potensi kerugian negara Rp 2,3 milyar lebih. Pada pekerjaan ini. Harus kita ketahui bersama U-Ditch yang digunakan juga harus sesuai standar SNI. Jadi kualitas dan kuantitas pekerjaan drainase yang dilakukan pengecoran ditempat. Sangat diragukan kualitasnya. Pekerjaan yang dilakukan PT FKU jelas-salah, Tapi Kejati Sumsel, masih buta.” Terang Safri.

Perbuatan curang juga terjadi pada Pekerjaan Tanah, yakni Timbunan Biasa Dari Sumber Galian, Kuantitas /Volume 13.922,04 M3, harga satuan Rp 115.535,61, jumlah harga Rp 1.608.491.383,84, dan Geotekstil Seperator Klas I, Kuantitas/Volume 10.368, harga satuan Rp 46.930,40, jumlah harga Rp 486.574.387,20. Kedua item pekerjaan bernilai Rp 2 Miliar itu Diduga tidak dikerjakan, alias fiktif.

Pekerjaan berbutir, berupa Lapis Pondasi Agregat Klas A, Volume / Kuantitas 9.241,20 M3, Harga Satuan Rp 571.128,00, dengan jumlah harga Rp 5.277.908.073,60 yang seharusnya menggunakan material batu pecah. Tetapi di lapangan megunakan adalah batu bulat /sungai. “Tak hanya kualitas, ketebalan (volume) Aggregat A diduga juga dimanipulasi.

Yang lebih aneh lagi, lokasi proyek Pelebaran jalan Nasional, yang biayai dari APBN P tahun 2015 yang dikerjakan oleh PT. FKU, tersebut sebelumnya sudah dibangun secara bertahap sejak tahun 2014 dan 2015, oleh Pemerintah Kabupaten Muratara, melaui melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan, dan telah menyerap dana APBD Muratara sebesar Rp 23.304.621.000. Dengan perincian APBD 2014 sebesar Rp 18.227.691.000, dan APBD 2015 sebesar Rp 5.076.930.000.

Nama paket pekerjaan yang didanai dari APBD 2014 Kab Musirawas utara, adalah Pelebaran dan Penimbunan Jalan Lintas Sumatera, dari SPBU Rupit menuju ke SMAN Rupit. Pekerjaan juga dikerjakan oleh PT FKU, dengan nilai kontrak Rp 18.227.691.000.

Tahun 2015 pekerjaan dilanjutkan kembali, oleh Pemkab Musirawas Utara, nama paket pekerjaan adalah Pekerjaan Pembangunan Box Culvert Jalan Negara SPBU Simpang 4 SMA Kec. Rupit, dikerjakan oleh PT Alfa amin utama (PT AAU) dengan nilai kontrak Rp 5.076.930.000.

Dari penelusuran wartawan nusantaraposonline.com, diketahui bahwa PT. FKU, dan PT AAU, adalah perusahaan milik pasangan suami istri.

Informasi yang dihimpun dilapangan, menyebutkan dari hasil audit Badan pemeriksa keuangan (BPK) RI, terhadap Pekerjaan Pelebaran Jalan Nasional di Musirawas utara, yang dibiayai dari APBN P tahun 2015 tersebut. Informasi sementara yang kami dapatkan, Hasil Pemeriksaan BPK menemukan ada kerugian Negara (APBN P) tahun 2015 sebesar Rp 3,9 Miliar.

Menurut Undang-Undang (UU) No : 38 tahun 2004 tentang Jalan, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Sudah dituliskan dengan jelas, Pemerintah Kabupaten hanya berwenang menyelenggarakan Jalan Kabupaten, dan Jalan Desa. Penyelenggaraan Jalan Nasional ada adalah kewenangan Pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjan umum dan perumahan rakyat (Kemen PUPR). Artinya pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab Musirawas utara, dengan mengunakan APBD 2014 – 2015 sebesar Rp 23.304.621.000 sudah diluar kewenangan mereka, dan sudah diluar kewajaran.

“Disinilah peran aparat penegak hukum di daerah dibentuk oleh Undang-undang, dan dibutuhkan masyarakat. Kemana peran penegak hukum didaerah Sumsel. Masak Masyarakat Musirawas utara, sudah teriak-teriak, Kejaksaan setempat cuman diam”. Terang Safri. (jun/akl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!