Sejak KPK Berdiri, Wakil Rakyat Paling Banyak Yang Ditangkap KPK

Derama Setya Novanto saat menjabat ketu DPR RI dalam menghadapi proses hukum oleh KPK

PADANG, NusantaraPosOnline.Com-Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  berdiri hingga saat ini, kasus suap yang mendominasi perkara korupsi, yang ditangani KPK, ironisnya perkara suap tersebut didominasi oleh kalangan anggota Dewan perwakilan rakyat (DPR). Yang paling banyak ditangkap oleh KPK adalah Wakil rakyat di DPR.

“Setelah diidentifikasi paling banyak penyuapan terkait dengan fee proyek dan anggaran antara pemerintah dengan DPRD,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah usai workshop kolaborasi antikorupsi lewat radio yang diselenggarakan Kanal KPK Radio/TV dan Indonesia persada.id di Padang, Kamis (17/10).

Ulah Setya Novanto, saat masih menjabat ketua DPR RI dalam menghadapi peroses hukum oleh KPK

Febri menyebutkan hingga saat ini ada 1.064 perkara korupsi yang sudah diproses KPK dan pelaku terbanyak dari kalangan anggota DPR dan DPRD 255 perkara, kepala daerah 121 orang dan eksekutif eselon I sampai III ada 208 orang.

“Memang kalau ditotal kepala daerah dengan pejabat eselon I bisa mencapai sekitar 318 orang,” ujarnya.

Ia melihat hal ini bisa dicegah jika kepala daerah memiliki komitmen kuat tidak melakukan korupsi. “Caranya jangan kumpulkan vendor, menyuruh tim sukses bergerilya pada pengusaha mencari fee proyek,” kata dia.

Febri menilai jika hal itu masih dilakukan sia-sia pencegahan yang dilakukan walaupun kepala daerah berdiri bersama pimpinan KPK meneguhkan komitmen. Ia menceritakan di satu daerah di Sumatera ada pimpinan KPK yang duduk bersama dengan kepala daerah memperkuat komitmen pencegahan korupsi.

Ulah wakil rakyat yang korup,

“Namun sebaliknya, di belakang istri kepala daerah malah mengumpulkan vendor untuk menagih fee proyek dan menyerahkan kepada istri sebagai wakil dari kepala daerah, ini artinya komitmen belum sama,” katanya.

Kemudian ia menilai perlu memperkuat aparatur pengawasan internal di jajaran pemerintah pusat dan daerah. Ia meyakini jajaran pengawasan internal di daerah pasti sudah bisa memetakan persoalan soal korupsi.

“Akan tetapi kendalanya adalah aparatur internal akan sulit mengawasi kepala daerah,” Imbuh Febri. (bd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!