PONOROGO, NusantaraPosOnline.Com-Sudah sejak lama Pemerintah melaksanakan program sekolah gratis. Namun yang terjadi di SMPN 6 Ponorogo, Jawa timur, malah sebaliknya, sekolah ini justru diduga melakukan pungutan liar (Pungli) jutaan rupiah yang memberatkan para wali murid.
Dalam melakukan pungutan tersebut, SMPN 6 Ponorogo ini, berdalih untuk pembangunan musholla Hos Cokroaminoto tahap ke-2, dengan mematok tarif hingga Rp 1,5 juta kepada wali murid.
Tak hanya itu, murid SMPN 6 Ponorogo, juga meminta membayar dana peningkatan mutu Rp 100.000 per-bulan, dan pungutan pembelian air minum Aqua untuk minum murid Rp 16 ribu per-bulan. Hal ini tertuang dalam surat pemberitahun Kepala SMPN 6 Ponorogo, Sri Iswantini, nomor : 422/76/405.07.3.06/2022 tertanggal 11 Oktober 2022. Dan surat ini, viral di media sosial, karena dikeluhkan para wali murid.
Salah seorang wali murid SMPN 6 Ponorogo mengaku terkejut dengan adanya iuran tersebut. Pasalnya, saat putranya dulu kelas VII juga sudah membayar uang bangunan.
“Seharusnya sekolah negeri sudah digeratiskan, tapi ada-ada saja alasan SMPN 6 ini untuk menarik iyuran dari wali murid. Dalam menarik iyuran mereka berdalih sukarela, tapi kenyatannya, nominalnya sumbangan ditentukan. Ini sudah tidak bener, apalagi nilainya jutan rupiah, sangat memberatkan kami, terlebih pungutan ini dilakukan saat harga BBM naik dan semua harga barang naik.” Ungkapnya, Kamis (13/10/2022).
Ia menyebutkan, yang lebih parah lagi dalam menetapkan iuran itu wali murid sama sekali tidak dilibatkan. Kami, sama sekali tidak ada undangan, tahu-tahu ada pemberitahuan dari kepala sekolah.
“Kami berharap program sekolah gratis betul-betul diterapkan di SMPN 6 Ponorogo ini. Pihak sekolah, jangan maen-maen jangan kibuli walimurid. Karena Pemerintah sudah sejak lama mengangkan program sekolah gratis untuk pemerataan akses pendidikan. Hal ini juga merupakan upaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD.” Ujarnya.
Kebijakan sekolah gratis oleh pemerintah, tujuannya untuk menyelesaikan masalah mahalnya biaya pendidikan yang banyak dikeluhkan masyarakat terutama dari golongan menengah ke bawah. Biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang dulunya ditanggung oleh sekolah dari beberapa sumbangan pendidikan (pungutan liar) dari masyarakat, sekarang sudah diganti dengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dari APBN, dan BOSDa dari APBD.
“Jadi tidak ada alasan lagi bagi SMPN 6 Ponorogo, untuk melakukan berbagai pungutan kepada wali murid, apalagi sampai mematok uang sumbanga hingga jutan rupiah seperti ini. Itu sama saja Pungli.” Imbuh sang wali murid.
Sementara itu, Kepala SMPN 6 Ponorogo Sri Iswantini berdalih, surat yang beredar di Media Sosial (Medsos) itu bukan surat edaran untuk wali murid.
“Surat itu merupakan hasil rapat antara pihak sekolah dan komite pada Sabtu 1 Oktober 2022 kemarin. Itu adanya kesalahan redaksi dalam penulisan sehingga menimbulkan kegaduhan. Sebetulnya tidak seperti itu yang terjadi hanya mungkin karena redaksi kurang tepat saja sehingga menyebabkan surat itu sampai viral,” ujarnya, Rabu (12/10/2022).
Realitanya menurut dia, iuran sukarela untuk pembangunan Musholla itu hanya dibebankan pada wali murid kelas VII, sedangkan untuk iuran peningkatan mutu Rp 100.000 per bulan dan uang air minum Rp 16.000 per bulan dibebankan untuk siswa kelas VII hingga IX. Di SMPN 6 sendiri siswa kelas VII berjumlah 240, sedangkan kelas VIII dan IX berjumlah 460 siswa.
“Sebetulnya itu hasil musyawarah, dari Ketua komite dengan orang tua kemudian disepakati bersama bahwa ada sumbangan sukarela berupa infaq untuk pembangunan masjid di SMPN 6 tahap ke-2. Orang tua menulis di lembaran, ada yang menulis Rp 300 ribu, Rp 200 ribu, ada yang menulis Rp 1 juta, Rp 1,5 juta. Itu hanya pemberitahuan ke wali murid kelas VIII dan IX,” Katanya.
Menurut dia, dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di SMPN6 ini, pihaknya membutuhkan sokongan dari wali murid. Karena dana BOS yang diterima SMPN 6 hanya Rp 900 juta, sulit untuk mewujudkan hal tersebut.
“Olehkarena itu, butuh support dari orang tua, dan murid tidak mampu mengajukan keringanan dengan melampirkan KIP dan KIS. Jadi tidak kita pukul rata semua murid harus bayar.” Terangnya. (Eny)