JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Isu dugaan markup harga beras impor 2,2 juta ton, beras Bulog senilai Rp 2,7 triliun menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia, dan ramaia menjadi sorotan dari berbagai kalangan masyarakat. Misalnya, lembaga Center of Reform on Economic (CORE) menilai isu penggelembungan atau markup harga beras impor harus diusut secara tuntas.
Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, menyebut perlu adanya pembentukan tim khusus untuk membuktikan kebenaran kabar penggelembungan harga beras impor tersebut.
Menurut Eliza, lembaga-lembaga yang terkait dalam pengadaan impor beras, seperti Perum Bulog, perlu diperiksa lebih lanjut.
“Bagaimana pun publik mengendus adanya ketidakwajaran dalam proses penyediaan beras impor, dimulai dari isu harga beras yang tidak sebanding dengan standar kualitas dan juga tata kelola impor yang kurang baik, sehingga berpotensi merugikan negara,” jelas Eliza kepada para awak media. Jumat (12/7/2024).
BACA JUGA :
Lebih lanjut ia mengtakan, selain merugikan negara, penggelembungan harga juga akan berdampak negatif ke masyarakat. Hal ini karena kualitas beras yang diterima tidak sebanding dengan harganya.
“Selain digunakan untuk bantuan, beras impor tersebut juga dialokasikan untuk operasi pasar atau menjadi beras SPHP. Sehingga, masyarakat membeli beras tidak sebanding dengan kualitasnya,” kata Eliza.
Eliza menandaskan, rente impor pangan ini bukan merupakan hal baru yang terjadi di Indonesia. Hal ini amat menggiurkan karena disparitas harga internasional dan di dalam negeri yang cukup jauh.
“Hal tersebut akan mendorong para rent seeker untuk terus mengupayakan agar dapat mengimpor dan menjual di dalam negeri dengan harga lebih tinggi.
Perusahaan Vietnam Angkat Bicara Soal Dugaan Markup Beras Impor Bulog-Bapenas
Sebelumnya perusahaan asal Vietnam, Tan Long Group (TLG) buka suara terkait keterlibatan dalam dugaan markup beras impor Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Isu markup beras impor 2,2 juta ton beras Bulog senilai Rp 2,7 triliun tidak saja menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia, tapi juga di Vietnam karena kasus ini disebut-sebut melibatkan TLG.
Direktur Utama TLG, Truong Sy Ba mengklaim tidak pernah memenangkan tender atas impor beras Bulog sejak 2023 lalu hingga saat ini. “Dalam sejarah tender beras Bulog, dari tahun 2023 sampai sekarang, kami tidak pernah memenangkan tender langsung apapun dari Bulog,” ujar Truong Sy Ba saat sesi wawancara dengan media Vietnam CAFEF dikutip, Jumat (12/7/2024).
Dia mengatakan paket tender 22 Mei yang diumumkan Bulog, di mana Loc Troi dan anak perusahaannya berencana untuk menawarkan 100.000 ton beras, namun namun Tan Long menawar dengan harga USD15 per ton lebih tinggi, sehingga tidak memenangkan tender.
“Pada bulan Mei, kami pernah menawarkan penjualan 100.000 ton beras dengan harga USD538 per ton, harga FOB. Namun, dibandingkan dengan harga dari perusahaan Loc Troi harga dari TLG lebih tinggi sehingga kami tidak jadi ikut,” paparnya.
Menurutnya, Indonesia membeli beras melalui tender Bulog dan membeli dengan harga CNF bukan harga FOB, dan harga CNF dari perusahaan Loc Troi, Thuan Minh, Quang Phat sekitar USD568 per ton atau dengan harga FOB sekitar USD530 per ton, lebih rendah dari penawaran TLG sebesar USD538 per ton. “Harga FOB kami lebih tinggi USD5-8 per ton,” beber dia.
Penjelasan Tan Long Group sekaligus merespon isu markup beras impor Bulog. Disisi lain, ditakutkan bila isu markup beras bisa berdampak pada kelancaran pembelian beras Indonesia dari Vietnam hingga akhir tahun 2024. Bahkan mempengaruhi hubungan bilateral perdagangan kedua negara.
Bulog Beri Penjelasan
Sebelumnya, Perum Bulog telah membantah isu mark up harga beras impor yang disebut dipasok dari Vietnam bernama Tan Long Group. Perusahaan juga membantah adanya kontrak antara Bulog dan Tan Long Group terkait dengan impor ini.
Mokhamad Suyamto, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog menyatakan bahwa isu penggelembungan harga beras impor tidak benar.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,” Katanya.***
Editor : BUDI W