JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Kepala desa Tejo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa timur, H Untung SH, diduga melakukan persekongkolan dengan warganya sendiri yaitu H Moch Kholil, untuk menjual Tanah aset desa (TKD) setempat, seluas 6200 M2.
Dari penelusuran NusantaraPosOnline.Com, pada tanggal 31 Desember 1997 lalu, pemerintah desa Tejo membeli tanah seluas 6.200 M2 milik H Moch Kholil, warga setempat, dengan harga Rp 25 juta. Lokasi tanah di Dusun Tejo Selatan. Sejak tanah tersebut di beli oleh Pemerintah desa Tejo, tanah digunakan untuk lapangan sepak bola milik desa.
Menurut KR (50) warga Tejo, saat ini tanah asset desa (lapangan sepak bola) sudah dijual kaplingan oleh H Moch Kholil.
“Lapangan sepak bola milik desa tersebut dikapling menjadi 36 kapling, satu kapling luasnya 15 M x 7M. Oleh H Kholil, dijual kemasyarakat Rp 60 juta / kapling. Saya dengar-dengar tanah tersebut sudah laku 13 kapling. Ini kan aneh tanah asset desa bisa dijual Kaplingan, inikan tidak benar.” Ujar KR kepada NusantaraPosOnline.Com, Senin (5/3/2018).
Bukan hanya itu, saya dengar-dengar Kepala desa Tejo, diduga mendapatkan uang fee dari punjualan tanah tersebut.
“Jika tanah 36 Kapling tersebut laku semua, Kades dapat fee Rp 200 juta, dan setiap penjualan satu kapling, Kades Dapat fee Rp 3 juta. Saya dengar-dengar informasinya begitu. Untuk lebih jelasnya tanyakan saja ke Kades dan H Kholil.” Terang KR.
Kepala desa Tejo, H Untung SH, saat dikonfermasi ia menjelaskan, bahwa tanah asset desa seluas 6200 M2 tersebut (lapangan bola kaki), telah dilakukan tukar guling dengan tanah milik H Kholil seluas 700 M2, lokasinya tanahnya juga di dusun Tejo Selatan. Terang untung.
Awalnya saya (Kades) dimintai tolong oleh H Kholik, ia minta tolong agar tanah asset desa (lapangan sepak bola desa), ditukar guling lagi dengan tanah milik H Kholik.
“H Kholik, ini terlilit hutang di bank, rumahnya akan disita bank. Ia butuh uang, lalu K Kholik bermaksud menjual tanahnya yang luasnya 700 M2, tapi kesulitan menjualnya. Lalu ia (H Kholik) minta tolong kesaya agar tanah asset desa seluas 6200 M2, ditukar guling lagi sama tanah miliknya (Milik H Kholik). Lalu terjadilah tukar guling.” Kata Untung, dikediamanya, Senin (5/3/2018).
Terkait adanya uang fee yang diterima kepala desa, Untung membantah, hal tersebut. Itu tidak benar adanya fee Rp 200 juta kesaya. Yang benar adalah jika tanah kaplingan (ex lapangan sepak bola) tersebut laku semua. H Kholik, akan memberikan uang ke Pemerintah desa Rp 100 juta.
“Uang Rp 100 juta, tersebut bukan untuk saya, tapi untuk pemerintah desa. Saat ini Kholik, sudah memberikan Rp 50 juta ke desa. Jadi tidak benar, kalau saya terima fee dari H Kholik.” Katanya.
Sementara itu H Moch Kholik (52), saat dikonfermasi ia mengatakan ia kesulitan menjual tanah miliknya yang luasnya 700 M2. Lalu saya minta adanya tukar guling dengan tanah asset desa (lapangan bola kaki).
Saat ditanya apakah tanah 700M2 milik nya (H Kholik) sudah ada sertifikatnya ? “Serifikat tanah milik saya (tanah 700 M2) sekarang masih dijaminkan di bank.” Ucap H Kholik.
Saat ditanya lagi, apa tanah kaplingan (Lapangan sepak bola milik desa) tersebut ada izin pengeringan lahan, Izin Pemanfaatan Tanah (IPT), dan keterangan rencana kota (KRK) ? “Ya tidak ada, tanah itu tidak saya jual kaplingan. Orang-orang itu ada yang nempil (mintak bagi) tanah dikit-dikit saja kasih (jual). Jadi bukan saya jual kaplingan.” Kata H Kholik, Senin (5/3/2017).
Terkait hal tersebut, menurut koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Safri Nawawi, SH, dari hasil infestigasi kami, dan dari keterangan beberapa warga yang kami temui. Bahwa penjualan tanah asset desa (lapangan bola kaki) seluas 6200 M2, tersebut ada indikasi persekongkolan antara Kepala desa dengan H Kholik.
Menurut Safri, dari temuan kami, berdasarkan data-data yang ada, pada Rabu 31 Desember 1997 lalu pemerintah desa Tejo, telah menjual TKD seluas 700 M2 kepada H Kholik, dengan harga Rp 26,5 juta. Lokasi tanah di dusun Tejo Selatan dekat mesin selep (Mesin giling padi) milik H Kholik. Setelah dibeli, tanah tersebut digunakan oleh H Kholik, untuk lokasi pengeringan (menjemur) padi.
Selanjutnya, Pemdes Tejo, pada hari yang sama membeli tanah milik H Kholik, seluas 6200 M2, dengan harga Rp 25 juta. Setelah dibeli, oleh pemerintah desa Tejo, tanah dijadikan lapangan sepak bola milik desa. Itu semua akatnya adalah jual beli, bukan tukar guling. Jual beli tersebut dituangkan masing-masing dalam surat jual beli diatas segel.
Nah akhir-akhir ini kami menemukan adanya dugaan persekongkolan antara kepala desa Tejo, dengan H Kholik. Pada tanggal 14 Januari 2018, muncul surat pembatalan tukar guling tanah lapangan sepak bola desa, dengan tanah selep.
“Jadi sangat aneh, tanah-tanah tersebut dalam akatnya semua adalah jual beli. Tidak ada yang tukar guling. Kemudian muncul surat pembatalan tukar guling tanggalnya 14 januari 2018. Yang aneh tukar guling yang mana dibatalkan. Ini kan akal-akalan, kami berharap orang-orang yang terlibat dalam pembuatan surat pembatalan tukar guling tersebut harus diproses hukum. Itu perbuatan pidana.” Terang Safri.
Masih menurut Safri, tanah lapangan sepak bola desa Tejo, adalah jelas-jelas tanah milik asset desa Tejo, karena didapatkan dari membeli bukan tukar guling. Tapi kok bisa-bisanya Kepala desa Tejo, melepaskan TKD tanpa persetujuan Bupati. “Ini Kepala desanya yang ngawur. harus diseret keranah hukum. Yang lebih parah lagi pelepasan tanah asset desa untuk dijual kaplingan. Dan tanah kaplinganyapun dijual ke masyarakat secara bodong (tanpa mengantongi izin) .” Tegas Safri.
Perlu diketahui bersama dalam Pasal 15 Permendagri No : 4 tahun 2007, dalam hal tanah TKD tidak boleh dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali untuk kepentingan umum. Dan pelepasan pun bisa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Dan Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa sebagaimana diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Hal ini juga ditegaskan dalam dalam Pasal 32 sampai 45 dalam Peraturan Mendagri No 1 Tahun 2016.
“Lalu pelepasan TKD (lapangan bola kaki) desa Tejo, yang digunakan untuk kepentingan pribadi, yaitu jadi tanah kaplingan. Itu mengacu keaturan yang mana. Jadi kadesnya Ngawur, kami berharap Kades dan orang-orang yang terlibat itu harus ditangkap. Kalau dibiarkan bisa-bisa mereka jual kantor desa.” Tegas Safri. (rin/yan)
Bagaimana desa Tejo bisa maju kalau lurahnya saja NGAWUR!!