MATARAM, NusantaraPosOnline.Com-Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan penahanan terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek jamban Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara, yang dibiayai dari Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)Tahun 2016.
Kedua tersangka yang ditahan tersebut adalah perangkat desa Bayan, yaitu ketua tim pelaksana berinisial RW, dan kaur keuangan desa berinisial RK yang berperan sebagai bendahara.
Kepala Kejari Mataram,
I Ketut Sumadana, ia mengatakan penahanan dilakukan setelah
berkas perkara keduanya dinyatakan lengkap (P21) yang kemudian dilanjutkan
dengan pelimpahan dari jaksa penyidik ke penuntut umum (tahap dua).
“Jadi hari ini tahap duanya, dan kita sudah lakukan penahanan,” kata
Sumadana sebagaimana dilansir Antara, Senin (20/5/2019).
Sumadana mengaku, saat ini pihaknya sedang menyiapkan berkas dakwaan. Ditarjetkan sepuluh hari ke depan terhitung sejak kedua tersangka ditahan, berkas dakwaan sudah berada di meja pengadilan.
“Jadi dalam
waktu sepuluh hari ke depan, perkara harus sudah dilimpahkan ke pengadilan
tipikor,” teranya.
Kedua tersangka merupakan aparat Pemdes Bayan yang ikut bertanggung jawab dalam
proyekjamban, yakni ketua tim pelaksana berinisial
RW, dan kaur keuangan desa yang berperan sebagai bendahara, berinisial RK.
Kasus ini bermula tahun 2016 lalu, Pemdes Bayan, mengadaka kegiatan proyek pembangunan jambanisasi, yang dibiayai dari Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2016 sebesar Rp 855 juta.
Dengan nominal tersebut, Pemdes Bayan memprogramkan proyek pembuatan jamban umum dan pribadi untuk warga. Menurut hasil pemeriksaan jaksa, ada 545 orang dari 13 dusun di Desa Bayan masuk dalam daftar penerima bantuan.
Bahkan dua pertiga dari jumlah warga yang menerima bantuan, sudah diperiksa oleh jaksa. Jumlah yang diperiksa, diperkirakan mencapai 300 orang. Tidak hanya pemeriksaan warga penerima bantuan, aparat desa dengan tim pelakasana kegiatan (TPK) juga masuk dalam rangkaian pemeriksaannya.
Dari hasil pemeriksaan fisik bangunan dilapangan, ditemukan dugaan perbedaan volume pekerjaan dengan anggaran perencanaannya yang tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan.
Tindak lanjut dari temuan tersebut, pihak Kejaksaan melakukan perhitungan mandiri dan menemukan indikasi kerugian negara yang nilainya mencapai Rp 600 juta.
Sebagai komparasi hasil perhitungannya, pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan Inspektorat Lombok Utara. Untuk hasilnya pun, Kejari Mataram telah menerima dari inspektorat. (ajr)