JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Baru-baru ini, Kamis (02/03/2023), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima) yang dilayangkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 8 Desember 2022, dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Narasi yang berkembang saat ini, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat soal penundaan Pemilu 2024 sarat kepentingan politik kelompok tertentu.
Namun, dalam konteks pelaksanaan tahapan pemilu, munculnya gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) disebut sebagai buntut kesalahan penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugasnya.
Dalam pandangan ahli hukum tata negara yang sekaligus akademisi dari Universitas Andalas Feri Amsar, kritik terhadap lembaga penyelenggara pemilu perlu dikemukakan. Sebab, gugatan yang dilayangkan Partai Prima ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan akumulasi ketidakpuasan atas proses verifikasi administrasi calon peserta pemilu yang dianggap curang.
“Adanya gugatan yang diajukan Partai Prima masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini tidak lebih karena terjadi sejumlah besar kecurangan secara nasional,” kata Feri dalam diskusi daring, Minggu (5/3/2023).
BACA JUGA :
Jika menilik ke belakang, upaya Partai Prima agar bisa menjadi peserta pemilu bermula dari dugaan mereka terhadap KPU yang melakukan kecurangan. Dalam hal ini, menghilangkan hak Prima sebagai peserta pemilu dan hak untuk dipilih sebagaimana yang diatur Undang-undang pemilu.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga Prima tidak dapat mengikuti proses verifikasi calon peserta pemilu. Padahal, menurut partai besutan Agus Jabo Priyono ini keanggotaan partai tersebut telah memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Lantas, pihak Partai Prima mengadukan hal tersebut ke Badan Pengawasan Pemilhan Umum (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dari putusan Bawaslu, Partai Prima layak sebagian dalam soal verifikasi keanggotaan di sejumlah daerah.
Namun setelah dikembalikan ke KPU, akses untuk memperibaiki data partai ke dalam sistem informasi partai politik atau Sipol terganggu. Alhasil, mereka tidak dapat perbarui data ke KPU hingga akhirnya diputuskan tidak memenuhi syarat peserta pemilu.
Selanjutnya, Partai Prima ajukan laporan ke PTUN, akan tetapi tidak dapat diproses karena dianggap tidak ada legal standingnya. Atas upaya Partai Prima tersebut, Feri berkata wajar saja Partai Prima adukan KPU ke pengadilan negeri.
“Mereka (Prima) bingung kok antara penyelenggara mengabaikan hak-hak mereka lalu mereka mengajukan gugatan di PN Jakpus. Cuma masuk dengan emosional dengan pilihan yang menurut saya salah besar meminta pemilu untuk dihentikan,” tuturnya.
Saat proses hukum telah masuk ke PN Jakpus dan berujung putusan sementera penundaan pemilu, kata Feri, tepat di sini buntut kesalahan penyelenggara pemilu.
“Nah ini gara-gara ulah penyelenggara negara, timbul orang yang merasa haknya diganggu lalu melakukan langkah-langkah yang inkonstitusional, tidak sehat bagi demokrasi. Oleh karena itu perlu juga kita sentil penyelenggara pemilu, gara-gara mereka tidak jalankan undang-undang,” Tandasnya. (fri)