TPK Desa Rejosopinggir Sunarko, Diduga Mainkan Proyek Bantuan Hibah

POKIR DPRD : Proyek rehab pembangunan talud, di dusun Kedunggalih, desa Rejosopinggir, yang didanai dari bantuan keuangan khusus dari PAPBD Jombang 2019 sebesar Rp 125 juta.

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Sunarko, ketua  Tim pengelola kegiatan (TPK) Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, Jawa timur, mainkan proyek bantuan hibah yang dibiayai dari Pemkab Jombang.

Pasalnya tahun 2019 ini desa tersebut kecipratan Bantuan keuangan khusus (BKK) yang bersumber dari PAPBD Jombang 2019 sebesar Rp 125 juta. Uang bantuan tersebut dipergunakan untuk rehab pembangunan talud sepanjang 93 meter dan tinggi 2,3 meter, yang berlokasi di dusun Kedunggalih. Proyek tersebut seharusnya dikerjakan swakelola, namun oleh Sunarko, diduga untuk mendapat keuntungan pribadi,  proyek rehab talut tersebut diborongkan kepada orang bernama Sali, warga desa Sumbernongko, Kecamatan Ngusikan.

Seharusnya untuk pengerjaan infrastuktur yang dibiayai dari APBDesa atau perubahan APBDesa, tidak boleh diborongkan, harus dikerjakan secara swakelola.

Sali warga desa Sumbernongko, Kecamatan Ngusian, pemborong yang mengerjakan proyek rehab pembangunan talud Desa Rejosopinggir, yang dibiayai bantuan hibah pemkab Jombang

Sedangkan Bantuan keuangan khusus (BKK) dari pemkab Jombang, menurut Peraturan Bupati Jombang No 3 tahun 2019 tentang Pedoman pelaksanaan Anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) termasuk dalam pendapatan desa yang harus dimasukan kedalam APBDesa atau Perubahan APBDesa.

Pantauan dilapangan, pekerjaan dilapangan berupa talud yang berbahan material pasangan batu belah. Mulai dari awal pengerjaan sampai pekerjaan selesai, dikerjakan oleh pemborong, bernama Sali, dan semua tenaga kerja dari luar desa Rejosopinggir. Jadi tidak ada pemberdayaan masyarakat sama sekali.

Hasil pekerjaan dilapangan pondasi yang masuk kedalam tanah tidak memakai lantai kerja, dan kedalaman pondasi kurang dari 1/3 dari ketinggian talud, tak hanya itu, kualitas campuran murtar (luluh) pengikat batupun juga diduga ada pengurangan campuran semen.

Menurut salah seorang kontraktor yang keberatan disebutkan namanya, ia menyebutkan, biasanya pemborong yang ingin mengerjakan proyek APBDesa, pasti memberikan uang fee kepada Kades, yaitu harus membayar komitmen fee, kisaran 20 persen hingga 30 persen dari nilai proyek, agar mendapatkan pekerjaan tersebut.

“Jadi jika proyek rehab pembangunan talud, desa Rejosopinggir tersebut diborongkan, artinya kepala desa atau perangkat desa yang memborongkan proyek tersebut, bisa dipastikan terima fee dari pemborong. Memang ini sulit untuk membuktikan saat kesepakatan dan penyerahan uang fee tersebut. Tapi saya yakin yang memborongkan proyek tidak mungkin tidak terima uang fee dari pemborong.” Kata dia.

Namun meski, sulit untuk menangkap basah saat kesepakatan uang fee, dan  penyerahan uang fee. Tapi bisa dilihat dari hasil pekerjaan dilapangan biasanya hasil pekerjaan dilapangan kalau proyek APBDesa yang diborongkan hanya kisaran 50 – 60 persen dari anggaran.

“Semua pemborong tidak mungkin kerja bakti, pasti cari untung. Oleh karena itulah layak dicurigai TPK Desa Rejosopinggir, terima fee.” Ujarnya.

Sementara itu menurut Koordinator Lsm Aliansi, rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Safri Nawawi, untuk melaksanakan proyek infrastruktur dari APBDesa, kepala desa selaku Kuasa penguna anggaran (KPA) APBDesa, akan menunjuk TPK untuk melaksanakan proyek.

“Jadi kontrak proyek yang didanai APBDesa, dibuat oleh kepala desa dengan TPK.   TPK dilarang mengalihkan semua pekerjaan kepada kontraktor / pemborong. Nah jika TPK memborongkan proyek kepada pemborong, itu sudah melangar aturan, dan keuntungan yang didapatkan oleh pemborong, bisa dianggap kerugian keuangan desa (APBDesa). Ini tugasnya Inspektorat, atau BPK untuk mengaudit, kerugian negara dalam proyek rehab pembangunan talud di desa Rejosopinggir.” Ujar Safri.

Menurut Safri, kami sangat berharap Inspektorat Pemkab Jombang, melakukan audit secara teliti proyek rehab pembangunan talud didesa Rejosopinggir, tersebut. Agar keuntungan yang didapatkan kontraktor, bisa dikembalikan ke kas Desa. Bahkan bila perlu, menyeret TPK desa Rejosopinggir keranah hukum pidana.

“Harus ada tindakan tegas dari Pemkab Jombang supaya APBDes  tidak dijadikan bancaan.” Ujar Safri.

Kepala desa Rejosopinggir, Edy Suyono. SE, saat dikonfirmasi ia mengaku tidak tahu menahu pelaksanaan proyek tersebut dilapangan. Karena waktu proyek talud tersebut dikerjakan oleh TPK, saya sudah cuti sebagai Kades. 

“Saya cuti sejak tanggal 4 Oktober 2019 lalu, untuk ikut lagi mencalonkan diri jadi Kades periode 2020 – 2025 dan sekarang saya sudah tidak jadi Kades lagi. Oleh karena itu saat dana proyek bantuan keuangan khusus (BKK)  cair kedesa, saya sudah cuti. Jadi oleh karena itulah saya tidak tahu-menahu. TPK yang mengerjakan memang Pak Sunarko, tapi selebihnya saya tidak tahu karena saya sudah tidak lagi menjabat Kades, saat proyek dilaksanakan.” Kata Suyono.

Sementara itu, TPK kegiatan rehab pembangunan talud, desa Rejosopinggir, Sunarko, beberapa kali hendak dimintai konfermasi, selalu menghindar.

Sedangkan pemborong bernama Sali, warga desa Sumbernongko, Kecamatan Ngusikan, yang mengerjakan proyek rehab dan pembangunan Talud desa Rejosopinggir. Ia mengakui mengerjakan proyek bantuan hibah Pemkab Jombang tersebut.

“Ya benar saya mengerjakan, tapi kalau mau tanya-tanya masalah itu, besok saja ketemu di  Jombang.” Kata Sali, melalui sambungan telpon seluler. (Ris/Snt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!