Hukrim  

2 Perusahaan Vendor Alat Prokes Dalam Perkara Korupsi BOP TPQ Bojonegoro Tak Pernah Diperiksa Kejari

Pinto Utomo dan Johanes Dipa Widjaja penasihat hukum terdakwa Shodikin

SURABAYA, NusantaraPosOnline.Com-Penyidik Kejaksaan negeri  (Kejari) Bojonegoro,  tidak pernah memeriksa, dua perusahaan yakni PT. Artha Teknik Indonesia (PT ATI) dan PT. Cahaya Amanah (PT CA) selaku vendor pembelian barang Protokol kesehatan dalam perkara dugaan korupsi BOP TPQ di Bojonegoro, dengan terdakwa Shodikin. Yang lebih, eronis lagi selama persidangan Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Bojonegoro juga tidak pernah menghadirkan dua prusahan vendor tesebut kepersidangan. Ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa ?

Hal tesebut diungkapkan Johanes Dipa Widjaja, tim penasihat hukum terdakwa Shodikin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (10/3/2022) lalu.

“Dua perusahaan itu yang disebutkan dalam dakwaan jaksa. Namun selama persidangan jaksa tidak pernah menghadirkan dua vendor tersebut. Seharunya jaksa mengungkap fakta mengenai adanya dua vendor dalam pembelian barang protokol kesehatan itu,” kata Johanes, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (10/3/2022) pekan lalu.

Menurut Johanes, dari jumlah pembelian tersebut dengan harga tidak masuk diakal, sangat merugikan negara. Jadi sangat ironisnya lagi perusahaan itu tidak pernah diperiksa oleh penyidik kejaksaan, bahkan tidak pernah dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi.

“Ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa?,”kata Johanes Dipa dengan nada bingung.

Padahal, lanjut Johanes dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kedua perusahaan itu seringkali disebut. Di dalam dakwaan juga tertulis, perbuatan terdakwa Sodikin, telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. Yaitu saksi Kotimatus Sa’adah.

“Namun sampai sekarang, saksi yang bernama Kotimatus Sa’adah tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Bahkan, Yohanes sendiri tidak mengetahui orang tersebut. Sekarang saya tanya, pernah gak orang tersebut dihadirkan dalam persidangan. Gak pernah kan. Ini juga menimbulkan pertanyaan lagi, kenapa,” Tegasnya Johanes.

Selain itu, juga ada beberapa nama dalam berkas dakwaan JPU yang sampai sekarang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.

“Seharusnya itu kewajiban Jaksa untuk membuktikan dari dakwaannya yang ia buat,” bebernya.

Diperoleh informasi bahwa dua perusahaan tersebut adalah milik keluarga dari Bupati Bojonegoro. Bahkan, kedua perusahaan tersebut dipimpin satu orang saja. Hanya saja, saat terkait kebenarannya, Yohanes belum bisa memastikan.

“Yang saya dengar seperti itu. Pemiliknya masih keponakan Bupati Bojonegoro. Dan direkturnya dua perusahaan itu juga sama. Tapi, saya belum bisa memastikan. Itu, baru info angin yang beredar, untuk kebenarnya perlu didalami lagi.” ungkapnya.

Namun, berdasarkan faktur penjualan, dua perusahaan tersebut bukanlah perusahaan suplier alat kesehatan (Alkes). Melainkan, perusahaan kontraktor.

“Kok bisa, perusahaan kontraktor berubah menjadi perusahaan penyedia Alkes. Dan kejanggalan berikutnya adalah harga yang diberikan pun sama. Tidak ada perbedaan. Gak mungkin kan dua perusahaan berbeda menjual dengan harga satuan yang sama persis. Pasti ada perbedaan walau sedikit,” ungkapnya.

Sebagai informasi, terdakwa Shodikin merupakan Ketua Forum Komunikasi Pendidikan TPQ (FKPQ) Bojonegoro. Ia diduga melakukan pungutan liar terhadap lembaga TPQ penerima BOP TPQ pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.

Berdasar penyidikan kejari, pemotongan masing-masing lembaga TPQ sebesar Rp 1 juta dari total Rp 10 juta. Dana BOP seharusnya dimanfaatkan untuk operasional, honor guru ngaji, dan pengadaan alat pelindung diri (APD).  Potongan tersebut berdalih untuk infak.

Namun berdasarkan, hasil audit dan penghitungan dari BPKP Jatim, ditemukan total kerugian negara sebesar Rp 1,007 miliar. Dan selama dalam penyidikan sudah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp 384,8 juta. (Ags)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!