JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Jombang, melakukan eksekusi terhadap Masykur Affandi Ketua Koperasi kelompok Tani (Poktan) Bidara Tanu Kecamatan Bareng, Jombang, ke Lapas Kelas I Surabaya, untuk menjalani hukuman penjara 12 tahun.
Masykur Affandi adalah, terpidana kasus korupsi program Kredit Usaha Pembibitan / Peternakan Sapi (KUPS) pada Bank Jatim Cabang Jombang, tahun 2010 dan 2011, senilai Rp 49,5 M hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 45 milliar lebih.
“Jaksa melakukan eksekusi terhadap Saudara Masykur melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Setelah beberapa kali kami datangi tempatnya dan kami buatkan surat panggilan, hari ini dia datang sendiri ke Kejari Jombang, untuk menjalankan putusan.” Kata Kepala Kejaksaan Negri (Kajari) Jombang Imran. Jum’at (5/2/2022)
Sesuai putusan kasasi MA nomor 917K/PID.SUS/2017 pada 16 Oktober 2017, Masykur dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, serta pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 44.483.666.385.
Apabila ia tidak mampu membayar uang pengganti paling lambat 1 bulan setelah putusan MA, maka harta benda Masykur bisa disita oleh jaksa untuk dilelang. Selanjutnya, hasil lelang untuk membayar uang pengganti tersebut. “Ditahan di Lapas Porong. Oh iya, melaksanakan putusan MA,” jelas Imran.
Selanjutnya, tambah Imran, pihaknya akan mengeksekusi barang bukti hasil korupsi yang dilakukan Masykur. Barang bukti yang disita dari terpidana berupa 19 bidang tanah beserta sertifikatnya, 5 truk dan 2 pikap.
Harta milik Masykur tersebut akan dilelang oleh jaksa untuk membayar uang pengganti. Jika hasil lelang tidak mencukupi, maka hukumannya bakal ditambah 6 tahun penjara.
Sejauh ini, Masykur baru membayar uang pengganti Rp 1.401.500.000 pada 23 November 2021. Kejari Jombang telah menyetorkan uang tersebut ke kas negara. Sehingga sisa uang pengganti yang belum ia bayar Rp 43.082.166.385.
“Kami sedang proses semuanya (eksekusi barang bukti untuk membayar uang pengganti), ada tahapan-tahapannya,” tandasnya.
Masykur melakukan korupsi terhadap program KUPS tahun 2010 dan 2011 dari Bank Jatim Cabang Jombang senilai Rp 49,5 miliar. Kala itu ia menjabat Ketua Koperasi kelompok Tani (Poktan) Bidara Tanu di Bareng, Jombang.
Nama Masykur Affandi sebenarnya sudah tak asing lagi bagi telinga awam Kabupaten Jombang. Dia adalah adik ipar Bupati Jombang Suyanto (Bupati Jombang periode 2003 – 2008 dan 2008 – 2013). Masykur Affandi juga suami dari anggota komis V DPR RI dari PDIP Hj. Sadarestuwati atau Mbak Estu (DPR RI preode 2009 – 2014 dan 2014 – 219) dan sekarang masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Namun ditengah Masykur Affandi, menghadapi proses hukum karena terjerat kasus kasus korupsi KUPS Bank Jatim Cabang Jombang, rumah tangganya kandas. Masykur Affandi digugut cerai oleh istrinya Sadarestuwati, dan gugatan cerai pun dikabulkan oleh hakim Pengadilan agama (PA) Jombang. Masykur Affandi dan istrinya Sadarestuwati, pun telah resmibercerai.
Pengajuan Dan Pencairan Kredit KUPS Tidak Melihat Dokumen Tetapi Melihat Orang Yang Mengajukan.
Kasus korupsi yang menjerat Masykur Affandi, berawal pada tahun 2011 lalu, saat pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mengadakan program KUPS melalui Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) selaku pelaksana kepada pelaku usaha pembibitan sapi yang memperoleh subsidi.
Dalam program tersebut, yang berhak mengajukan KUPS adalah perusahaan peternakan, Koperasi dan Kelompok Tani / Gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan.
Nama Masykur Afandi, tidak asing lagi dilingkungan Masyarakat Kabupaten Jombang. Sebab, saat itu Bupati Jombang adalah kakak iparnya. Belum lagi istrinya adalah salah satu anggota komisi V DPR RI yang berkantor di Senayan Jakrta (sekarang menjadi mantan kakak ipar dan mantan istri karena sudah bercerai sejak kasus ini “menyelimutinya”).
Bisa jadi, selain Ketua Koperasi Tani Bidara Tani Jombang, juga keluarga dari orang nomor satu di Kabupaten Jombang. Sehingga pada tanggal 5 Januari 2010, dengan adanya program KUPS tersebut, Masykur selaku Ketua Koptan Bidara Tani, mengajukan permohonan kredit KUPS kepada Bank Jatim senilai Rp 65.315.000.000, yang akan digunakan untuk kegiatan usaha pembibitan sapi dengan perincian, sapi sebanyak 5 ribu ekor jenis sapi potong, jenis limonsi dan Brahman cros asal Australia.
Dalam pengajuan kredit KUPS itu, Ketua Koptan Bidara Tani, menyertakan jaminan / agunan berupa 8 Sertifikat tanah atas nama terdakwa, yang berlokasi di desa Banjaragung, Kec. bareng. Sertifikat tersebut antara lain, SHM No 231, luas 340 m2, SHM No 229, luas 1.910m2, SHM 96, luas 3.150 m2, SHM No 99, luas 8.460 m2, SHM 97 luas 3.330 m2, SHM 211 luas 6.580 m2, SHM 98 luas 6.760 m2 dan SHM 230 luas 4.370 m2.
Dalam pengajuan kredit tersebut terdakwa Maskur, mengagunkan salah satu jaminan berupa lahan tanah di Blitar seluas 5000 hektar. Lahan tersebut atas nama perseorangan.
Padahal, agunan berupa tanah atas nama perseorangan dibatasi hanya maksimal seluas 5 hektare. Agunan tanah seluas 5000 hektar atas nama perseorangan itu, diduga menyalahi aturan.
Ironisnya, kredit senilai Rp 45 miliar lebih mengalami kendala. Dari sinilah akhirnya diketahui bahwa tanah yang diagunkan tersebut masih dalam perselisihan antar pemilik yang saat itu sedang dalam proses hukum di Mahkamah Agung RI (Kasasi).
Dokumen permohonan kredit KUPS tersebut, diterima Bambang Waluyo, selaku Pimpinan Cabang Bank Jatim Jombang. Selanjutnya mendisposisikan kepada Ahmad Yusah, selaku penyelia operasional kredit.
Ahmad Yusah, menunjuk Fitriah Mayasari dan Andina Hapsari selaku sataf Analisis untuk mengecek persyaratan administrasi dan mengecek ke BI Cheking (mengecek kondisi debitur apakah punya tunggakan atau tidak), serta melakukan on the spot ke lokasi, tentang kebenaran usaha termasuk melakukan penilaian jaminan berupa 8 sertifikat dengan Harga taksasi umum (HTU) hanya sebesar Rp 13.000.210.000.
Dari hasil wawancara dengan terdakwa Masykur Affandi, kredit akan digunakan untuk pengadaan 1.288 ekor sapi dengan harga per ekor sapi limisin/Brahman senilai Rp10.637.500, dengan plafon kredit sebesar 30 M, yang dibuat oleh staf analisis pada 27 April 2010.
Hasil analisis tersebut, terdapat perbedaan harga yang jauh dengan Pedoman pelaksanaan KUPS dari Dirjen Peternakan Kementan RI. Dari hasil analisis tersebut, Fitriah Mayasari dan Ahmad Yusak melaporkan kepada Bambang Waluyo selaku pimpinan.
Namun, Bambang Waluyo tetap memrintahkan untuk tetap diprosesnya. Bisa jadi, karena Masykur adalah adek ipar Bupati Jombang saat itu, atau ada dugaan adanya peran orang kuat di Kota santri itu, sehingga Bambang Waluyo tetap memperlancar proses Kredit bernilai puluhan milliaran itu.
Atas perintah pimpinan, Ahamd Yusak dalam penilaian kredit menuliskan bahwa, kredit yang diajukan oleh Koptan Badari Tani Jombang, dapat dipertimbangkan untuk diproses dan disetujui dengan plafon sebesar Rp 30 M, dengan syarat, harus dicover dengan ansuransi Jamkrindo dan agunan harus diikat dengan Hak tanggungan.
Masykur hanya memiliki agunan sertifikat tanah dengan taksasi sebesar Rp 13.000.210.000 dan tidak dicover oleh Ansuransi penjamin perum Jamkrindo dalam KUPS. Apa lagi tanah tersebut masih atas nama orang lain (berdasar info, sertifikat tersebut saat itu dalam proses hukum ditingkat kasasi).
Walaupun masih banyak kekurangan persyaratan pengajuan Kredit, namun faktanya, pada tanggal 11 Maret 2010, Ketua Koptan Tani Masykur Efendi, Kepala Cabang Bank Jatim Cabang Jombang, Bambang Waluyo dan Heru Cahyo Setiyono, selaku Penyelia operasional menggantikan Ahmad Yusak, telah menandatangani perjanjian kredit (PK) No 15 tanggal 11 Mei 2010 yang dibuat dihadapan Notaris, Sri Munarsi, Notaris Jombang, dengan nilai kredit sebesar Rp 30 M.
Hal inilah yang bertentangan dengan surat edaran (SE) Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur No SE : 047/030/SE/DIR/KRD.RTL, tentang petunjuk pelaksana KUPS tanggal 31 Desember 2009, yang isinya; besarnya nilai jaminan tambahan minimal 100 % dari plafon kredit atas dasar taksiran harga lelang sita (THLS).
Tidak hanya itu, pada saat pencairan, seharusnya Ketua Koptan Badari Tani, Masykur memenuhi persyaratan sesuai surat pemberitahuan persetujuan kredit (SPPK).
Namun karena sudah adanya “persekongkolan” antara Masykur dengan pimpinan Cabang Bank Jatim Cabang Jombang, sehingga pengajuan pencariran tanpa persyaratan sejak 2010 hingga 2015 telah dicairkan sebesar Rp 45.885.166.358,15.
Sementara sapi yang dibeli Masykur selaku Ketua Poktan Badari Tani dari Australia hanya 749 ekor dengan harga USD 400.000, terdiri dari 105 ekor sapi jenis limousin dan 644 ekor jenis Brahmana dengan berat rata-rata 400 kg, dengan harga per ekor USD 534 dengan asumsi Rp 5.340.000.
Sapi tersebut ternyata tidak disalurkan oleh Masykur kepada 10 Kelompok Ternak sebepeti dalam dokumen pengajua KUPS. Dari sejumlah sapi tersebut, hanya 3 Kelompok Ternak masing-masing menerima 10,45 dan 49 ekor sapi.
Kerugian keuangan negara sebesar Rp 45 mlliar yang dilakukan para terdakwa, adalah dari Hasil penghitungan kerugian negara (HPKN) oleh Tim audit BPKP Perwakilan Jatim.
Fakta Persidangan, Kerugian Negara Sebesar Rp 45.885.166.385,15
Dalam persidangan pun (20/4/2016) silsm, Ahli dari BPKP yakni Haris, selaku Tim audit menjelaskan, ada kerugian negara dalam kasus KUPS yang dikucurkan Bank Jatim Cabang Jomabang kepada Koptan Badari Tani serta proses pengajuan Kredit yang tidak sesuai prosedur. Haris juga menjelaskan, bahwa Koptan Badari Tani tidak berhak mendapatkan Kredit.
“Persyaratan pengajuan Kredit kurang lengkap. Koptan Badari Tani tidak berhak mendapatkan Kredit,” ujar Haris saat itu di hadapan Majelis Hakim.
Anggota BPKP ini juga menjelaskan kepada Majelis Hakim bahwa, pengajuan kredit sebesar Rp 65.315.000.000, namun oleh pihak Bank Jatim Jombang dicairkan sebesar Rp 50 milliar. Oleh terdakwa Masykur, ada pengembalian hingga Januari 2015 sebesar Rp 13 milliar lebih. sehingga ditemukan kekurangan sebesar Rp 45.885.166.385,15. (Rin)
Baca Sebelumnya :