Hukrim  

KPK Kembali Tetapkan Bupati Nganjuk, Sebagai Tersangka Gratifikasi

JAKARTA, NusantaraPosOnline.Com-Bupati Nganjuk Taufiqurrahman (TFR), kembali ditetapkan sebagai tersangka yang kedua kalinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Taufiq diduga menerima gratifikasi terkait jual-beli jabatan, dan fee proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk, Jawa Timur.

“Menetapkan TFR Bupati Nganjuk sebagai tersangka. Diduga ia menerima sekurang-kurangnya Rp 2 miliar dari dua rekanan kontraktor, masing-masing Rp 1 miliar pada tahun 2015,” Kata  juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2017).

Selain menerima uang sejumlah Rp 2 miliar, KPK juga menduga ada pemberian lain terhadap Taufiq terkait mutasi dan promosi jabatan dan fee sejumlah proyek dalam rentang waktu 2016 hingga 2017.

Menurut Febri, sebelum akhirnya menetapkan Taufiq sebagai tersangka dugaan penerima gratifikasi, pihak KPK sudah lebih dahulu memeriksa sekitar 92 saksi.

Saksi-saksi tersebut tak jauh berbeda dengan saksi yang dihadirkan dalam penyidikan kasus dugaan suap jual beli jabatan di Nganjuk.

“Aset yang sudah disita satu unit mobil Jeep Wrangler tahun 2012 berwarna abu-abu serta satu unit mobil Smart Fortwo abu-abu tua,” Ucap Febri.

Taufiqurrahman Pernah Menggugat Praperadilan KPK :

Pada tanggal 1 Desember 2017 lalu Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam dua kasus yakni dugaan korupsi terkait dengan pelaksanaan sejumlah proyek di Kabupaten Nganjuk dan penerimaan gratifikasi atau hadiah.

Atas setatus tersangka tersebut, Taufiqurrahman, mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan negri (PN) Jakarta selatan.  Dalam putusan hakim Tunggal, , memutuskan, memerintahkan KPK agar mengembalikan penanganan perkara dugaan korupsi Taufiqurahman, dikembalikan kepada pihak kejaksaan sebagai pihak yang pertama kali menangani perkara Taufiq, dan juga melarang KPK membuat putusan-putusan yang dapat merugikan Pemohon (Taufiqurahman).

Penyidikan yang dilakukan termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan pemohon harus dihentikan,” kata Hakim Wayan saat membacakan putusan. Senin (6/3/2017) lalu.

Putusan tersebut membuat pablik bertanya-tanya, karena hakim  I Wayan Karya dalam pertimbangan hukumnya menggunakan SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, yang sudah kadaluarsa, alias tidak berlaku lagi.

Yang dimaksut SKB adalah MoU antara Jaksa Agung, Basrie Arief, Kapolri Jendral Timur Pradopo dan Ketua KPK, Abraham Samad, yang ditandatangani pada 29 Maret 2012.

Memang dalam pasal 8 ayat 1 SKB disebutkan, yang pada pokoknya menyepakati bahwa apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal.

Hanya saja SKB yang dijadikan hakim I Wayan Karya, sebagai pertimbangan hukumnya  untuk membebaskan koruptor tersebut, mengunakan SKB yang sudah tidak berlaku lagi, alias kadaluarsa. Masa berlakunya SKB tersebut hanya empat tahun yaitu sejak tangal 29 Maret 2012 sampai 30 Maret 2016). Dan sudah jelas SKB yang sudah tidak berlaku tidak bisa dijadikan dasar hukum dalam memutus perkara. Oleh karena itulah pablik bertanya-tanya apaka hakim I Wayan Karya, waras atau tidak.

Menang Praperadilan  Taufiqurrahman Terkena OTT KPK

Pada Rabu 25 Oktober 2017, Taufiqurrahman terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan KPK diduga saat menerima uang suap jual beli jabatan.

Bupati Nganjuk yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK Taufiqurrahman, mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (26/10/2017) lalu. KPK menetapkan lima orang tersangka serta menyita barang bukti uang sebesar Rp 298 juta yang diduga sebagai uang suap jual beli jabatan di Kabupaten Nganjuk.
Dalam OTT Kamis (26/10/2017) yang dilakukan KPK, nampak istri Taufiq yang juga Sekda Kabupaten Jombang Ita Triwibawati, juga ikut diamankan KPK.

Dalam OTT tersebut KPK menetapkan enam orang tersangka, yakni : Taufiqurrahman,  Kepala Sekolah SMPN 2 Ngronggot Suwandi (SUW), dan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Nganjuk Ibnu Hajar (IH).

Kemudian Kepala Bagian Umum RSUD Nganjuk Mokhammad Bisri (MB) dan Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup NganjukHariyanto (H).

Dalam operasi senyap yang dilakukan tim penindakan, KPK mengamankan uang sejumlah Rp 298 juta di dalam dua tas berwarna hitam. Uang tersebut diduga sebagai suap.

Sejak Rabu 25 Oktober 2017 sampai hari ini , Taufiqurrahman, sudah ditahan oleh KPK.  (fri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!