Hukrim  

Lsm Arak : Pendidikan Paralegal Desa, Di Jombang Salahi Aturan?

Ilustrasi Dana Desa

JOMBANG, NusantaraPosOline.Com-Pelaksanaan Kegiatan pelatihan Paralegal desa, dilingkungan Kabupaten Jombang, yang di laksanakan selama 2 hari yakni  tanggal 5 – 6 Desember 2017,  bertempat di Batu Malang Jawa timur. Terus menjadi sorotan Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak).

Pasalnya kegiatan yang mengunakan anggaran Dana desa (DD) yang bersumber dari APBN 2017,  tersebut diduga menyalahi aturan, tidak mengunakan dasar hukum, dan pelaksanaanya dinilai ngawurr.

Koordinator Lsm Arak Safri Nawawi, ia mengatakan, pendidikan paralegal yang dianggarkan dalam APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa), adalah perintah dari UU Desa Nomor: 6 Tahun 2014  tentang desa, dan juga Permendes No :22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017. Terang safri, laki-laki jebolan Fakultas hukum Universitas Muhamadiyah Malang (UMM), Minggu (3/12/2017).

Di Kabupaten Jombang, pelaksanaan  pendidikan paralegal, yang mengunakan Dana Desa tersebut, dilaksanakan oleh Lembaga bantuan hukum Jombang (LBHJ). Sedangkan LBHJ merupakan Lembaga bantuan hukum (LBH) atau Organisasi bantuan hukum (OBH) yang belum terakreditasi berdasarkan undang-undang  No : 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum.

Dalam jadwal kegiatan pihak Kejaksaan Negeri Jombang, dan Polres Jombang, ketua LBHJ, dan dari Ikatan Advokat Indonesia  (IKADIN) Jawa timur. Yang akan menjadi tutor atau narasumber, bagi peserta paralegal yang diutus oleh tiap–tiap desa dalam acara pendidikan paralegal tersebut.

Pendidikan paralegal yang dilaksanakan LBHJ tersebut, yang bekerja sama dengan pihak Kejaksaan Negeri Jombang itu hanya berlangsung dalam kisaran waktu 5 sampai 6 jam saja dalam 1 kegiatan. Sehingga bisa dibayangkan apa output yang didapat dalam acara yang memakai anggaran Dana Desa tersebut.

Bila dihitung dari peserta pelatihan ada 12 Kecamatan. Jika rata-rata satu kecamatan ada 10 desa, artinya 10 desa x 12 Kecamatan = 120 desa. Per satu desa dipungut biaya Rp 3 juta. Maka Rp 3 juta x 120 desa = Rp 360  juta. Jadi ratusan juta Dana desa  (DD) dikeluarkan hanya untuk pendidikan yang dilaksanakan tanpa output yang baik.

Sehingga jika mengacu kepada Nota Kesepakatan antara Menteri Hukum dan HAM bersama Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia No : M.HH-05.HM.05.02 TAHUN 2016, dan No : 01/M-DPTT/KB/I/2016 TAHUN 2016, tentang pembentukan dan pembinaan keluarga sadar hukum, dalam rangka mewujudkan Desa Sadar Hukum dan akses pemberian bantuan hukum kepada orang miskin atau kelompok orang miskin oleh OBH/LBH yang Terakreditasi.

Dan mengacu kepada UU No : 16 TAHUN 2011, tentang Bantuan hukum, dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan.

“Ada beberapa hal yang wajib diketahui oleh para pemerintahan desa, terkait pelatihan Paralegal, bagi masyarakat desa, atau orang yg diutus dari setiap desa tersebut, untuk mengikuti pelatihan ini. Sehingga orang tersebut bisa menjadi ‘Legal’ dikampung tersebut, guna dijadikan kepercayaan desa untuk menangani persoalan hukum yang terjadi di tengah masyarakat desa,” Jelas Safri.

Safri menambahkan, pelaksanaan pelatihan paralegal desa dilingkungan Kabupaten Jombang,  tersebut diduga menyalahi aturan, tidak memiliki dasar hukum, dan sudah ngawur. Bahkan ada kesan pelatihan tersebut menjadi sebuah proyek pelatihan.

Perlu diketahui bersama menurut Nota Kesepakatan antara Menteri Hukum dan HAM bersama Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi, pelatihan paralegal desa adalah kegiatan desa. tidak bisa diinterfensi oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Pemkab Jombang.

Dalam nota kesepakatan tersebut sudah jelas siapa yang menjadi penyelenggara dan siapa yang jadi peserta. disitu disebutkan dengan jelas, pelaksana kegiatan, adalah pemangku kebijakan beserta aparatur desa tersebut. Ditambah lagi, pemateri dalam pelatihan itu pun, adalah dari Organisasi Bantuan Hukum (OBH), atau LBH yang telah terakreditasi.

Safri juga menegaskan pihak pemberi Bantuan Hukum (LBH/OBH) di Indonesia harus memenuhi beberapa ketentuan, diantarnya adalah : berdasarkan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU No : 16 TAHUN 2011 tentang bantuan hukum. Pihak Pemberi Bantuan Hukum (LBH/OBH) di Indonesia harus memenuhi beberapa ketentuan, yakni :

  1.  Berbadan hukum;
  2. Terakreditasi berdasarkan UU Bantuan Hukum;
  3. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
  4. Memiliki pengurus; dan
  5. Memiliki program Bantuan Hukum.

Masih menurut safri, dalam Pasal 9 poin (a) UU No : 16 Tahun 2011  pemberi bantuan hukum (yakni LBH/OBH) diberi kan hak untuk melakukan prekrutan  paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.  Dan dalam Pasal 10 poin (c) mengamanatkan pemberi bantuan hukum (yakni LBH/OBH) berkewajiban Menyelengarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi Advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.

“Jadi dalam UU No : 16 Th 2011 cukup jelas. Sebagai dasar hukum LBH atau OBH yang melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi Advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum. Adalah LBH atau UBH yang Terakreditasi berdasarkan UU No 16 Th 2011.  Jadi aneh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Paralegal, 12 Kecamatan, di Jombang, dilaksanakan oleh LBHJ yang belum terakreditasi. Saya tidak habis fikir, yang aneh lagi kegiatan ini seolah-olah dilegitimasi oleh Kejaksan Negeri Jombang, dan Polres Jombang. Karena yang ikut menjadi tutor atau pemateri diambilkan dari lembaga Kejaksaan Jombang, dan Polres Jombang.” Tegas Safri.

Sedangkan Mengenai akreditasi OBH/LBH, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3 Tahun 2013 tentang Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan.

Terkait hal tersebut Ketua LBH Jombang, Khoirul Huda, SH, saat dikonfermasi ia membenarkan LBHJ sudah memiliki badan hukum. Dan ia mebenarkan bahwa LBHJ memang belum Terakreditasi.

“Ya memang LBHJ belum Terakreditasi, sesuai UU No 16 tahun 2011. Berkenaan dengan pendidikan dan pelatihan paralegal yang kami laksanakan, mengunakan dasar hukum UU Advokat. Karena Advokat diberi kan hak untuk melakukan perekrutan  paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.” Kata Huda. Minggu (3/12/2017).

Huda menjelaskan, harus dibedakan antara pelatihan, dan memberikan bantuan hukum oleh LBH/OBH. Kalau pelatihan paralegal bisa dilaksanakan organisasi apapun, tidak dibatasi. Sedangkan pemberibantuan hukum yakni LBH/OBH yang dibiayai Negara memang harus dilaksanakan oleh LBH/OBH yang yang terakreditasi. “Nah kalau pelatihan atau pendidikan paralegal desa, ini kan bukan bantuan hukum, yang dibiaya Negara. Jadi tidak apa-apa dilaksanakan oleh LBH/OBH yang belum terakreditasi. Tapi pematerinya harus Advokat.” Kata Huda.

Untuk pemateri kegiatan ini kami ambilkan Advokat untuk pemateri dari Polres Jombang, dan Kejaksaan Negeri Jombang, itu hanya untuk melengkapi saja.

“Kami sudah berkordinasi dengan Polres Jombang, Kejaksaan negeri Jombang, dan bagian hukum Pemkab Jombang, bahwa kegiatan pendidikan dan pelatihan paralegal desa, ini tidak menabrak aturan. Kalau menabrak aturan saya tidak mau melaksanakan.” Tegas Huda.

Lalu dalam pasal berapa dalam Undang-undang Advokat, yang mengatur, memberikan hak kepada Advokat, untuk  melakukan perekrutan  paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum. Dan pasal berapa UU Advokat yang mengatur Advokat, punya hak untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan Paralegal.?

Namun sayangnya Huda, tidak menjelaskan pasal-pasal dalam UU Advokat, yang memberikan hak kepada advokat, untuk melakukan perekrutan  paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum. Dan hak untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan Paralegal.

Ketua pelaksana pelatihan Paralegal LBHJ, Didit Luksuyanto, warga dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Kesamben, Jombang, saat hendak dimintai konfermasi, sulit dicari, karena tidak jelas beliau ini ngantornya dimana.

Dari penulusuran NusantaraPosOnline.Com, terhadap UU Advokat  Nomor : 18 Tahun 2003 yang terdiri dari 38 Pasal, dari 38 pasal dalam UU tersebut, tidak ada satupun pasal yang mengatur dan memberikan hak kepada Advpokat, untuk melakukan perekrutan  paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum. Dan hak untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan Paralegal.

Sedang kan pada pada UU No : 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum diatur secara jelas, yakni :

Pada Pasal 9 huruf (a) yang berbunyi : Pemberi Bantuan Hukum (LBH/OBH) yang Terakreditasi berhak : melakukan prekrutan  paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum. 

Pada Pasal 10 huruf (c) yang berbunyi : “Pemberi bantuan hukum berkewajiban (LBH/OBH) yang Terakreditasi, berkewajiaban :  Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a

Panitia pelatihan Paralegal, yang mengatas namakan LBHJ tersebut dalam brosur yang mereka sebarkan kepada pemerintah desa, mengunakan alaman kantor di JL Ir Juanda No : 80 Jombang. Namun setelah Nusantarapos Online.Com, menyambangi alamat tersebut,  ternyata alamat tersebut bukan kantor LBHJ, tapi kantor Notaris bernama Erfan Efendi SH SPn. (rin/yan) bersambung.

Contoh sertifikat akreditasi Organisasi Bantuan hukum (OBH)/ LBH :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!