Penegak Hukum Tolong Sidik BOS BBWS Brantas & Rekanan !

BBWS BRANTAS : Pengerjaan proyek penanggulangan banjir Kaligunting, milik Kantor yang dibiayai dari APBN 2016 – 2018 sebesar Rp 136.152.986.000

Ada Penyimpangan Nih, Proyek Banjir Kali Gunting Rp 136,152 Milyar

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Pelaksanaan Proyek penagulangan banjir Kaligunting, yang dibiayai dari APBN 2016 – 2018 sebesar Rp 136.152.986.000 dinilai ada penyimpangan, Lsm Aliansi Rakyat anti korupsi (Lsm Arak) meminta aparat penegak hukum, segera memeriksa Kepala Balai besar wilayah sungai Brantas (BBWS Brantas) dan 3 perusahaan rekananya.

Proyek tersebut berlokasi didaerah aliran sungai (DAS) kali Gunting  yang tersebar di tiga kecamatan, di Kabupaten Jombang, yaitu Kecamatan Mojowarno, Mojoagung, dan Sumobito. Dan dibawah pengawasan dan pengawalan Tim Pengawalan , Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D) Kejaksaan Tinggi Jawa timur (Kejati Jatim).

Koordinator Lsm Arak, Safri Nawawi, kami mintak aparat penegak hukum di Jawa timur, Kejaksaan atau ke Polisian, jangan pura-pura tidak tahu, atau pura-pura tuli. Kami minta penegak hukum Segera mengusut kasus penyimpangan proyek tersebut, dan segera memeriksa rekanan BBWS Brantas, karena proyek Rp 136.152.986.000 tersebut jelas-jelas ada penyimpangan.

“Penegak hukum, jangan pura-pura tuli, dan tidak perlu menunggu laporan resmi dari masyarakat. Kami sudah berkoar-koar ke media baik cetak maupun online, terkait penyimpangan proyek penangulangan banjir Kali Gunting, kami yakin pihak Kejati dan Kepolisian sudah tahu kasus ini. Oleh karena itu kami minta penegak hukum, segera menyidik Kepala BBWS Brantas dan rekanannya, yakni PT Brantas abipraya (PT BA Persero) Jo PT Tirta restu ayunda (PT TRA) selaku pelaksana proyek, dan Direktur PT Indra karya (PT IK persero) selaku Supervisi pengawas.” Tegas Safri, di Jombang. Minggu (6/5/2018).

Menurut Safri, seharusnya pihak Kejaksaan tinggi (Kejati) Jatim, punya malu, karena proyek ini dibawah pengawalan TP4D Kejati Jatim. Setiap berita yang dimuat pada media online, selalu kami kirim ke WahatsApp Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim. Bahkan kasus ini juga diketahui Kejaksaan Negeri Jombang, Tapi tidak ada respon apa-apa. Dan kasus ini sudah berpuluh kali ditulis di media online dan Koran. Namun penegak hukum di Jawa timur terkesan membiarkan praktek penyimpangan di proyek tersebut. Jadi tidak salah kalau kami bilang lembaga Penegak hukum jangan pura-pura tuli atau pura-pura pikun.

“Kalau Kejati Jatim, dan Kepolisian, tidak mau dibilang tuli, segera usut kasus ini. Panggil dan sidik kepala BBWS Brantas dan rekannya yakni PT BA Persero, PT TRA selaku pelaksana proyek, dan PT IK persero, selaku Supervisi pengawas. Dan pihak-pihak terkait lainya.” Ucap Safri.

Safri juga mengatakan, proyek ini juga tidak lazim masak untuk mengerjakan proyek penangulangan banjir seperti ini membutuhkan waktu masa pengerjaan 720 hari kalender, mulai dikerjakan pada akhir tahun 2016-2018 sampai saat ini proyek masih dalam pengerjaan. Untung saja tidak dibuat masa pengerjaan seumur hidup oleh BBWS Brantas.

“Proyek ini juga tidak trasparan berapa kali kami mendatangi Direksi Kit PT BA Persero, Untuk menanyakan progress pekerjaan, kami oleh Pimpinan proyek (Kapro) selalu diarahkan untuk menanyakan kepada BBWS Brantas. Padahal untuk menemui pejabat BBWS Brantas sangat sulit, lebih mudah menemui Menteri PUPR. Sedangkan Kapro PT TRA Adri novianto, ST, juga tidak pernah bisa ditemui.” Imbuh Safri.

Safri juga membeberkan, penyimpangan proyek tersebut, dari temuan kami ada penyimpangan pada pekerjaan pembuatan Parapet, seharusnya mengunakan beton ready mix mutu K-175, tapi kenyataan dilapangan beton yang digelar untuk parapet tersebut, jauh dibawah K-175. Cara mengaduk semen hampir semuanya mengunakan molen (mesin pengaduk semen), untung saja tidak diaduk mengunakan cangkul atau kaki.

Kontraktor pelaksana mengurangi komposisi campuran material beton (split, pasir, semen, dan air) dibawah takeran (ukuran) mutu K-175. Pengurangan takeran tersebut, yakni, adanya pengurangan bahan material semen (ada pengurangan campuran semen) oleh kontraktor pelaksana.

Dari hitungan Lsm Arak, setiap 12 M (per 12 meter) Parapet, yang tingginya 100 Cm, diduga ada pencurian atau pengurangan 12 Zak semen kemasan 40 Kg. Jika dihitung 12 zak semen x Rp 50.000 = Potensi kerugian Rp 6.000; Sedangkan parapet yang tingginya 150 Cm, ada pengurangan sekitar 16 zak semen. 16 zak x Rp 50.000 = Rp 800.000; dan untuk parapet yang tingginya 200 Cm, ada dugaan pengurangan sekitar 22 zak semen. 22 zak x Rp 50.000 = Rp 1.100.000. Jadi tinggal dihitung, berapa panjang dan ketinggian Parapet yang dibangun. Semakin panjang dan tinggi parapet yang dibangun, semakin banyak pengurangan campuran semen. Pengurangan semen pasti akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas mutu beton Parapet. Dan ini pasti merugikan keuangan Negara.

Hal itu bisa kita buktikan secara kasap mata dilapangan, secara kuantitas hasil pekerjaan Parapet, yang sudah selesai dikerjakan berkualitas sangat buruk, bentuk Parapet tersebut, banyak yang bengkok-bengkok, kayak ular. Secara kwalitas juga sangat buruk, permukaan Beton Parapet, banyak yang berlubang mirip sarang semut, rontok, dan retak-retak. Hal tersebut, disebabkan karena buruknya mutu atau kualitas beton Parapet, sehingga terpaksa harus diplester atau di aci. Agar permukaan Parapet terlihat agak mulus.

“Kalau Kejati Jatim, dan kepolisian mau mengusut kasus ini, sangat gampang sekali. Lakukan saja tes Lab, terhadap kualitas beton Parapet. Kami pastikan hasilnya pasti akan ketahuan bahwa kualitas beton parapet dibawah spesifikasi (dibawah mutu K 175). Jadi tidak penegak hukum sangat tidak sulit untuk mengusut kasus dan membuktikannya. Kecuali lembaga penegak hukum Kejati Jatim, dan Kepolisian mau menjadi bagian dari kebobrokan proyek ini.” Imbuhnya.

Safri, mengku berharap dengan adanya temuan ini, Kejati Jatim, dan kepolisian bisa dijadikan babak awal pengusutan kasus ini, karena sudah jelas-jelas, dan bisa jadi ada penyimpangan lain dari proyek tersebut.

“Oleh karena itu kami berharap, Kejati dan Kepolisian, segera memeriksa kepala BBWS Brantas, dan rekannya, juga pihak-pihak terkait lainya. Kalau tidak bagaimana rakyat bisa tahu ada penyimpangan atau tidak pada proyek penanggulangan banjir tersebut. Kami menanti eksen Kejati Jatim, atau Kepolisian, apakah lembaga ini akan tunduk diketiak Kontraktor, dan BBWS Brantas. Atau akan menegakkan hukum, sesuai amanat yang diemban berdasarkan Undang-Undang.”  Pungkas Safri.

Mengutip pernyataan Prasojo, konsultan pengawas dari PT IK Persero, ia mengaku menemukan tiga titik pekerjaan parapet yang dikerjakan tidak sesuai spesifikasi dalam kontrak. Dan PT IK Persero sudah melayangkan surat tegoran (peringatan) 1 kali, kepada pelaksana yaitu PT BA Persero, dan PT TRA. Intinya PT IK Persero, memberikan dua pilihan kepada pelaksana yaitu PT BA Persero, dan PT TRA. Tiga titik parapet tersebut DIBONGKAR atau DIPERBAIKI. Namun dari pantauan kami tidak ada bangunan parapet yang diperbaiki atau dibongkar, kuat dugaan ini diselesaikan dengan cara tahu sama tahu. Artinya PT IK Persero tidak melakukan pengawasan sesuai tugasnya dan tangung jawabnya, dan itu termasuk perbuatan Pidana.

Proyek dilingkungan BBWS Brantas, rata-rata bermasalah, dan hanya dikuasai tiga orang pengusaha (kontraktor) ber inisial FS, GF, YS. Tiga mafia proyek ini memiliki banyak perusahaan untuk mengikuti paket lelang di BBWS Brantas. Sampai hari ini juga tidak tersentuh oleh hukum. Dari tahun-ketahun yang mengerjakan proyek-proyek dilingkungan BBWS Brantas, hanya dimonopoli tiga orang yaitu FS, GF, YS. Tiga orang tersebut, mempunyai banyak perusahaan, tapi dalam satu kendali.

Hingga berita ini diturunkan kepala BBWS Brantas, Fauzi Idris, dan Pejabat  pembuat komitmen (PPK) sungai dan pantai, Ali Trusharyanto, ST.  Bersama rekananya, yaitu Direktur PT TRA, di konfermasi masih bungkam, belum memberikan klarifikasi terhadap hal tersebut.

Sebagai informasi, proyek pengendalian banjir kali Gunting, Milik BBWS Brantas, dilelang pada akhir tahun 2015 lalu dibiayai dari APBN 2016 dengan nilai Pagu dan HPS sebesar Rp 131.003.759.000. Dikerjakan PT Brantas abipraya, PT Tirta restu ayunda dibiaya, KSO, dengan nilai kontrak Rp 124.165.315.000. Waktu pelaksanaan 720 hari (2016 – 2018). Sekarang proyek ini masih dalam pengerjaan, dan batas akhir pengerjaan pada 27-8-2018.

Sedangkan supervisi (pengawasan) dimenangkan oleh PT Indra karya, dengan nilai kontrak Rp Rp 5.149.227.000.

Dari pantauan wartawan koran ini, meski sudah dibangun proyek pengendalian banjir Rp 136.152.986.000 ini. Namun masyarakat daerah aliran sungai (DAS) Gunting di tiga kecamatan, di Kabupaten Jombang, yaitu Kecamatan Mojowarno, Mojoagung, dan Sumobito, masih saja dilanda banjir, seperti sebelum dibangun proyek pengendalian banjir. Uang APBN habis rakyat masih kebajiran. Banjir tersebut membawa keuntungan besar bagi BBWS Brantas dan perusahaan rekanan yang sudah langganan, memenangkan proyek di BBWS Brantas. (rin/yan)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!