9 Tersangka Kasus Ganti Rugi Tanah Wakaf Masjid, Lapindo Sidoarjo Belum Ditahan

Ilustrasi kasus dugaan korupsi ganti rugi atas tanah-tanah wakaf pada masjid, TPQ, dan Madrasah Ibtidaiyah, yang terdampak lumpur Lapindo Sidoarjo.

SIDOARJO, NusantaraPosOnline.Com-Sebanyak sembilan tersangka kasus korupsi dana ganti rugi atas tanah wakaf pada masjid, TPQ, dan Madrasah Ibtidaiyah oleh BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) di Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, yang terkena dampak luapan lumpur Lapindo pada 2013 belum ditahan.

Hingga hari ini Kamis (27/10/2022) sembilan mereka adalah : AH, M, SLA, SYA, KK, SIS, DB, SU dan HO belum dimintai keterangan sebagai tersangka, dan belum ditahan. Mereka baru memberikan pernyataan kepada tim kejaksaan saat berstatus sebagai saksi.

Salah seorang warga Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo yang mengetahui dugaan korupsi dana APBN yang digunakan untuk mengganti rugi TPQ pada tahun 2013 ini, penyelewengan ini dilakukan M dan AH.

Mereka mengalihkan lahan tanah dalam pada Persil 68 dan Persil 80 Buku Letter C Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo yang terdampak luapan lumpur Sidoarjo Tahun 2013, dari Umbaran selaku pewakaf pribadi, tanpa nadzim secara resmi.

Berdasarkan penelusuran wartawan, pada tahun 2013, Umbara mewakafkan lahannya ke masjid untuk digunakan sebagai TPQ. Namun kemudian lahan itu diatasnamakan salah satu tersangka yang bernama M selaku pengurus ta’mir masjid lama, dengan dibantu AH maka dilakukan peralihan dengan jual beli di bawah tangan.

Sehingga menyebabkan lahan miliik Umbaran ini beralih kepada M. Peralihan dan penambahan luas lahan ini dibuatkan bukti yang diduga palsu dari warga Desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin.

Lahan pada Persil 68 D1 Nomor 80 Buku Letter C/ Buku Kretek itu diakui sebagai milik pribadi Ketua Takmir Masjid Lama. Lalu seolah-olah terdapat suatu perjanjian atas pewakaf yang sudah meninggal kepada pengurus masjid lama dengan jual beli yang diduga palsu.

Hal ini terlihat pada perjanjian itu. Di mana pewakaf sudah meninggal 1 tahun namun dua tahun setelahnya terdapat tanda tangan dari pewakaf.

Kemudian dari data tanah yang telah beralih kepada M, selanjutnya dialihkan melalui jual beli dari M kepada BPLS sebagai ganti rugi lahan tanah dan bangunan TPQ dengan proses peralihan melalui penandatanganan Ikatan Jual Beli dan kuasa secara notariil di Notaris dan PPAT Edwin Subarkah, S.H., M.Kn.dan telah diverifikasi oleh SP; KK,S.sos.; S,S.T; D. B.R. A.; Ir. S. dan H, S.H. Namun demikian hingga saat ini Notaris dan PPAT Edwin Subarkah, S.H., M.Kn dan salah satu dari Tim Verifikasi ini juga belum ditetapkan sebagai tersangka.

Kemudian, BPLS membeli tanah TPQ ini sebagai uang ganti rugi lahan yang terdampak lumpur Lapindo. Jual beli dilakukan pada masa kepemimpinan kepala desa Gempolsari Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo yang dipimpin oleh AH pada periode 2010 sampai dengan 2016 dengan nilai kurang lebih Rp 536.545.000.

Dan pada saat penetapan tersangka uang tersebut tinggal Rp 297.108.500. Namun kejaksaan Negeri Sidoarjo diduga tidak berusaha mencari nominal uang yang telah dihilangkan oleh M dan AH. (Ags)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!