Jalan Nasional Rp 46 M Milik BBPJN 8, Masih Pengerjaan, Sudah Pecah, Retak-Retak & Terkelupas

Proyek peningkatan jalan nasional yang dibiaya dari APBN 2018 sebesar kisaran Rp 46 milyar, sedang dalam pengerjaan. Sabtu (17/11/2018)

JOMBANG, NusantaraPosOnline.Com-Proyek peningkatan jalan nasional di JL Soekarno Hatta di Jombang Jawa timur, dikerjakan PT Timbul persada (PT TP), yang dibiayai dari APBN 2018 sebesar Rp 46 milyar. Proyek jalan beton tersebut sudah banyak yang retak-retak, pecah, dan terkelupas, padahal masih dalam pengerjaan.

Koordinator Lsm Aliansi rakyat anti korupsi (Lsm Arak) Jawa timur, Safri nawawi, ia mengatakan proyek milik Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII (BBPJN VIII) pekerjaan dilapangan berupa pembangunan jalan beton sepanjang 2800 M x 7 meter, mulai dari arah Kecamatan Peterongan menuju ke Jombang Kota. Untuk pekerjaan jalan beton tersebut sudah banyak ditemukan retak-retak, pecah dan terkelupas.

“Kami sangat menyayangkan karena jalan tersebut masih dalam pengerjaan, tapi jalan sudah rusak banyaknya terjadi pecah, retak-retak, dan terkelupas. Masak bangunan belum selesai tapi sudah rusak, bagaimana kedepanya nanti. Kuat dugaan beton yang digunakan tidak sesuai spesifikasi. Seharusnya mengunakan beton mutu K 400 tapi kenyataanya mungkin dibawah mutu K 400.”   Ucap Safri, Sabtu (17/11/2018).

Menurut ia, bagian beton yang rusak, pecah, retak, dan permukaan jalan ada yang sudah terkelupas tidak bisa diperbaiki tambal sulam, kecuali dibongkar. Karena perbaikan tidak akan bisa menganti mutu dan kekuatan beton secara keseluruhan.

“Jadi kami minta agar BBPJN VIII Jawa timur, segera memerintahkan rekanan untuk melakukan pembongkaran. Karena jelas-jelas mutu pekerjaan PT TP, ada yang buruk. Kalau tidak dibongkar masyarakat atau Negara yang akan dirugikan.” Tegas Safri.

Menurut Safri, bukan hanya hasil pekerjaan yang buruk, tapi PT TP, sudah menjual  tanah material bekas galian proyek jalan beton tersebut kepada masyarakat, dengan harga Rp 100 ribu per rit (1 Truk).

“Dari temuan setiap 1 truk berisi sekitar 7 kubik tanah uruk, sedangkan luas tanah yang digali dan sepanjang 2.800 M lebar 7 M, dan kedalaman sekitar 52 Cm.  Jika dihitung tanah urug bekas galian jalan milik Negara yang dijual tersebut yakni  sebanyak  10. 192 kubik (2.800 M x 7 M x 0,52 M = 10.192 M3).” Paparnya.

Ia menegaskan jika satu rit berisi 7 kubik tanah, makan tanah yang dijual tersebut sebanyak 1.456 truk (10.192 M2  dibagi 7 = 1.456 rit).  Setiap 1 rit dijual seharga Rp 100 ribu. Maka uang haram yang dikumpulkan oleh PT Timbul persada dari hasi penjualan tanah urug tersebut mencapai Rp 145.600.000  (1.456 rit x Rp 100.000=Rp 145.600.000 sungguh  jumlah yang fantastis, dan layak untuk diusut oleh aparat penegak hukum.

“Lalu dikemanakan uang haram sebesar Rp 145.600.000  tersebut oleh PT TP, dan BBPJN  Jawa timur ?.  tanah tersebut milik negara tidak bisa seenaknya dijual.” Ucap Safri.

Padahal dalam kontrak antara BBPJN VIII dan PT TP telah dianggarkan untuk biaya pengerugan, pengangkutan, dan tempat pembuangan sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran belanja (RAB) proyek tersebut. Lalu anggaran untuk biaya pengerugan, pengangkutan, dan tempat pembuangan oleh BBPJN VIII dan PT TP ? Dan dikemanakan uang hasil penjualan tanah urug tersebut ?

“Kami menduga anggaran proyek untuk pekerjaan pengangkutan tanah dan pembuangan tanah bekas galian jalan diduga juga dibuat bancaan.” Katanya.

Kondisi ini diperparah oleh kelakuan BBPJN VIII dan PT TP yang tidak transparan dalam mengerjakan proyek tersebut. Dilokasi proyek tidak ada Direksi Keet, sebagai tempat untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian pekerjaan, dan pekerjaan administrasi proyek. Dilokasi proyek tidak dipasang papan nama proyek. Kelakuan BBPJN VIII ini sudah sejak lama hampir semua proyek BBPJN tidak ada papan nama. Sehingga masyarakat kesulitan untuk mendapatkan informasi.

“Sebagai contoh  proyek jalan yang dikerjakan PT TP ini pada Kamis 6 September 2018 lalu diprotes warga Kecamatan Peterongan, aksi protes tersebut ramai dimuat di media cetak, TV maupun online, warga beramai-ramai mendemo kantor Dinas PU Bina Marga Provinsi Jatim Pembantu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Mojokerto di Jombang, Jl KH Wahid Hasyim.  Warga menganggap proyek tersebut adalah proyek milik PU. Padahal milik BBPJN VIII. Hal ini terjadi akibat kelakuan  BBPJN VIII dan PT TP yang tidak transparan, tidak memasang papan nama proyek dan tidak membuat Direksi Keet. Padahal itu wajib dan anggaran papan nama dan Direksi Keet sudah masuk dalam RAB proyek.” Tegas Safri.

Masih menurut Safri, ini sangat merugikan masyarakat, masyarakat tidak bisa mengetahui lamanya masa pengerjaan proyek jalan Rp 46 milyar tersebut. Mungkin saja masa kerja proyek ini dikerjakan seumur hidup. Sehingga jika ada keterlambatan pekerjaan, maka denda keterlambatan rawan di manipulasi dan dikorupsi oleh Pejabat pembuat komitmen (PPK) dan atasanya BBPJN VIII.

“Masyarakat layak curiga karena selama ini para PPK jalan nasional di Jawa timur, rata-rata memiliki kekayaan yang tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima.” Tegas Safri.

Pelaksana lapangan PT TP Sugik, ia mengatakan memang betul yang mengerjakan proyek tersebut adalah PT TP, dengan nilai kontrak Rp 46 milyar, namun ia membantah kalau disebut telah menjual tanah bekas galian jalan tersebut.

“Kami tidak menjual tanah tersebut seharga Rp 100 ribu per rit, memang ada masyarakat yang mengambil tanah bekas galian, tapi ia tidak kami paksa membeli, ia tanya bagaimana untuk uang rokok dan operator alat berat, akhirnya ia memberi sendiri Rp 100 per rit. Jadi uang itu untuk uang rokok dan uang kopi operator alat berat. Jadi kami tidak menutup mata untuk itu.” Kata Sugik, saat dihubungi lewat sambungan ponselnya.

Menurut Sugik, untuk masa pengerjaan selama 1 tahun, dan ditarjetkan sebelum hari Natal, proyek sudah harus selesai. Mengenai papan proyek, itu yang buat  dari Binamarga. Untuk lebih jelasnya kita ketemu saja di lapangan (Lokasi proyek), kata Sugik.

Dari pantauan dilapangan saat ini proyek tersebut masih dalam pengerjaan, namun tidak diketahui secara jelas kapan proyek Rp 46 milyar ini mulai dikerjakan. Dari awal pengerjaan hingga berita ini diturunkan PT TP tidak memasang papan nama proyek, dan ada Direksi Keet. Dan kondisi ini dibiarkan begitu saja oleh PPK dan BBPJN VIII. Belum diketahui secara pasti PPK dan BBPJN VIII pura-pura tidak tahu atau tahu sama-tahu dengan menegemen proyek yang bobrok tersebut.

Untuk diketahui setiap proyek yang mengunakan anggaran Negara wajib memasang papan proyek yang jelas minimal mencantumkan nama proyek, masa kerja, jumlah uang dan masa kerjanya. Dan untuk proyek-proyek besar wajib membuat Direksi Keet. Direksi Keet adalah tempat untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian pekerjaan, dan pekerjaan administrasi proyek. Di dalam Direksi keet antara lain terdapat gambar skedul proyek, dan gambar Shop drawing wajib ditempelkan di dalam Direksi Keet, sebagai dasar hukum bekerja dilapangan.    (Rin/Why/Dwy)

Inilah foto hasil pekerjaan proyek peningkatan jalan nasional senilai Rp 46 milyar, proyek ini sekarang dalam masa pengerjaan, dan tidak diketahui berapa hari masa pengerjaan proyek ini :

Kondisi Jalan nasional Rp 46 milyar, antara Kecamatan Peterongan – Jombang kota, yang sedang dibangun sudah retak-retak dan pecah. Sabtu (17/11/2018)
Kondisi Jalan nasional Rp 46 milyar, antara Kecamatan Peterongan – Jombang kota, yang sedang dibangun sudah retak-retak dan pecah. Sabtu (17/11/2018)
Kondisi Jalan nasional Rp 46 milyar, antara Kecamatan Peterongan – Jombang kota, yang sedang dibangun sudah retak-retak dan pecah. Sabtu (17/11/2018)
Kondisi Jalan nasional Rp 46 milyar, yang sedang dibangun sudah pecah dan berlubang. Sabtu (17/11/2018)
Kondisi permukaan jalan Rp 46 milyar, yang sudah mengelupas, kondisi permukaan jalan mirip sangkar semut. Sabtu (17/11/2018)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!